"Cinta yang dirampas?" bulu kudukku seketika berdiri. Apakah pria di hadapanku ini berasal dari masa lalu, yang menganggap dirinya adalah seorang raja?
Beib.Â
Tiba-tiba saja aku teringat dia. Dengan gugup aku meraih ponsel. Menekan sederetan nomor yang tersimpan.Â
Sedetik. Dua detik. Tersambung.
"Beib!" aku berseru panik.Â
"Nis! Kau masih di tempat itu?"
"Iya, Beib. Ada orang aneh di sini. Dia..."
"Nis! Cepat keluar dari ruangan berbahaya itu. Pilih pintu paling besar yang berada di ujung sebelah kiri!"
Pintu besar paling ujung sebelah kiri? Mataku nanar, sibuk mencari-cari. Sementara pria berwajah mengerikan itu mulai berjalan mendekat. Tangannya yang kekar berbulu lebat terbentang ke samping seolah hendak menangkapku.
Tanpa komando kakiku bergerak cepat. Berlari menuju arah kiri sesuai instruksi yang disampaikan oleh Beib. Dan sebelum pria yang mengaku sebagai penguasa Kerajaan Lawang Sewu itu berhasil menangkap pundakku, tubuhku sudah terlempar jauh ke suatu tempat--halaman samping rumah yang ditumbuhi pohon Akasia.
Dan orang yang pertama kali menemukanku adalah Beib.Â