"Sudah kubilang aku ke luar kota, Beib," aku mengerutkan hidung, menahan rasa gatal yang membuatku ingin bersin.
"Ya. Tapi kota mana? Kau tidak mengatakan apa-apa padaku!" Suara Beib mulai meninggi. Aku terdiam.
"Jawab, Nis!"
"Semarang, Beib."
"Semarang? Sekarang posisimu di mana?"
"Sudah sampai di stasiun."
"Stasiun mana?"
Aku celingak-celinguk. Sampai mataku kemudian menemukan sesuatu. Huruf-huruf besar yang terpampang pada dinding bangunan.
"Stasiun Lawang Sewu, Beib!"
"Stasiun Lawang Sewu? Kau serius, Nis? Setahuku di Semarang tidak ada stasiun bernama begitu. Lawang Sewu itu nama sebuah gedung tua peninggalan zaman Belanda!"
Deg. Jantungku seketika berdegup kencang.