Mohon tunggu...
Zerlinda Talitha Putri
Zerlinda Talitha Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psikologi'21

Hai

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenal Lebih Dekat Mengenai Depresi

24 November 2021   20:09 Diperbarui: 24 November 2021   20:24 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

A. APA ITU EMOSI?

Emosi merupakan salah satu aspek yang menyebabkan hidup manusia lebih berwarna karena merupakan sumber komedi dan tragedi di kehidupannya. Dengan adanya emosi, hubungan antar manusia akan lebih beragam. Saat kita kehilangan sesuatu pasti kita akan merasa sedih atau saat kita mendapatkan nilai yang bagus saat ulangan, kita akan merasa senang. Secara umum, emosi bisa diartikan sebagai pengungkapan perasaan seseorang terhadap sesuatu atau lingkungan sekitar. Menurut Daniel Goleman (2002:144), emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran yang unik, suatu keadaan psikologis dan biologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi menurutnya dibagi menjadi delapan, antara lain amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Emosi biasanya tidak berlangsung lama.

Emosi dapat ditunjukkan dengan dua cara, yaitu emosi diungkapkan secara verbal yang dimana diikuti dengan kesadaran yang dapat dilihat dari bahasa. Emosi non-verbal yang banyak berhubungan dengan situasi budaya. Emosi yang ditunjukkan dengan ekspresi wajah telah dikaji melalui penelitian yang dilakukan oleh Keltner, Kring, dan Bonanno (1999) yang dimana ekspresi wajah berhubungan dengan hasil proses sosial dan interpersonal. Ekspresi emosi pada wajah adalah tanda mediator dunia sosial dan dunia dalam. Emosi non-verbal yang banyak berhubungan dengan situasi budaya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari dan Martani (1993), di Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda-beda. Dengan Bahasa Indonesia, kita bisa berkomunikasi dengan satu sama lain walaupun memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Dalam berkomunikasi itu tidak hanya menggunakan bahasa, tetapi juga memerlukan gerak tubuh, ekspresi wajah, maupun nada berbicara. Dari hal-hal tersebut emosi seseorang dapat dirasakan. Hanya saja saat ingin mengartikan ekspresi wajah dari beberapa daerah di Indonesia, kita harus berhati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman, contohnya seperti ekspresi wajah sedih dan takut masyarakat Yogyakarta dan Ujung Pandang yang malah sering dianggap sebagai ekspresi wajah marah.

B. CIRI-CIRI EMOSI

Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menunjukkan emosinya. Ada yang mudah mengontrol emosinya sehingga lebih stabil dan fluktuatif dan ada juga yang kurang bisa mengontrol emosinya sehingga akan emosi yang ditampilkan akan meledak-ledak dan perubahan emosinya juga cukup cepat. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005) emosi memiliki empat ciri, yaitu pengalaman emosional bersifat subjektif, emosi diekspresikan melalui perilaku, aspek jasmaniah yang berubah, dan emosi sebagai motif. Namun, hal ini pada orang yang mengalami gangguan emosional pada pola sambutan emosional dalam organisasinya sering mengalami kekacauan. Gangguan emosional ini nantinya akan dijelaskan lebih lanjut.

C. BAGAIMANA EMOSI ITU TERJADI?


Menurut JW Papez sistem forebrain, antara lain amygdala, hipokampus, bulbus olfaktori, dan sebagian dari korteks dan thalamus yang menunjukkan respon emosional. Bagian ini menurut Paul MacLean disebut sebagai sistem limbik yang merupakan bagian otak yang berpengaruh dalam pembentukan tingkah laku emosi. Dalam kasus ketika kita merasa ketakutan akan muncul reaksi behavioral untuk berlari, bersembunyi atau mempersiapkan diri untuk melawan. Lobus frontalis akan menggerakan dan menyusun respon ke hipotalamus (Huffman dkk., 1991) lalu hipotalamus akan memerintahkan kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenal ke dalam darah. Adrenal ini akan menyebabkan nafas pendek, detak jantung meningkat, dan glukosa dalam darah meningkat. Glukosa ini akan dialirkan ke bagian tubuh yang akan bekerja lebih banyak. Sistem limbik dapat memerintah hindbrain (pons dan medulla) yang mengatur respon otonom yang nantinya akan memberi rangsangan lewat sumsum tulang belakang.

D. APA ITU DEPRESI?

Ada kalanya emosi pada seseorang ini menjadi tidak terkontrol, seperti dalam kasus orang yang merupakan penderita depresi. Depresi seringkali tidak disadari baik oleh penderita itu sendiri maupun orang-orang disekitar penderita depresi. Menurut Rice PL (1992) depresi adalah suatu kondisi emosional yang berlanjut terhadap proses mental seseorang (berpikir, berperasaan, dan berperilaku) dan sering mengakibatkan mood yang terganggu. Seseorang yang mengalami depresi akan menampakkan gejala fisik, psikis, dan sosial yang unik, antara lain perasaan sedih yang berkepanjangan, hilangnya rasa semangat dan percaya diri, murung, lebih mudah tersinggung dan marah, daya tahan yang menurun, dan konsentrasi yang menghilang (Lubis, 2009). Melalui penelitian yang dilakukan oleh Radloff (1977), seseorang akan terlihat gejala-gejala depresi dari keempat faktor, yaitu yang pertama adalah depressed effect/negative affect, perasaan yang negatif, seperti kesedihan, tertekan, menangis, dan kesepian. Kedua, Somatic Symptoms adalah gejala psikologis yang berkaitan dengan keadaan tubuh, seperti berkurang atau bertambahnya nafsu makan, kesulitan tidur, harus memberikan usaha yang lebih besar dalam melakukan sesuatu, dan mudah merasa terganggu. Ketiga, Positive affect adalah perasaan, suasana hati yang positif yang dimana individu itu merasa memiliki harapan. Terakhir, Interpersonal relation adalah perasaan negatif seorang individu pada orang lain, seperti merasa tidak disukai dan tidak bersahabat.

E. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI

Depresi pada individu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama, faktor biologi yang dimana pada pada pasien pengidap depresi mengalami penurunan serotonin dan penurunan aktivitas dopamin, disregulasi neuroendokrin pada hipotalamus karena adanya kelainan fungsi neuron yang berisi amin biogenik, terjadi defek pada sistem umpan balik kortisol pada sistem limpik yang menyebabkan hipersekresi, dll. Kedua, faktor genetik yang menurut penelitian bahwa individu yang menderita depresi berat akan menyebabkan angka resiko 2 sampai 3 kali daripada populasi umum. Menurut Lesler (2001), walaupun pengaruh depresi terhadap genetik tidak disebutkan secara gamblang, namun akan ada penurunan dalam kemampuan dalam menanggapi stres dan ketahanan. Ketiga, faktor psikososial yang terjadi karena kehilangan, seperti kehilangan teman, keluarga, penurunan kesehatan diri, penurunan fungsi kognitif, penurunan kesehatan, hilangnya otonomi, dan hilangnya peranan sosial (Kaplan, 2010).

F. PEMBAGIAN DEPRESI

Depresi menurut organisasi kesehatan dunia, WHO atau World Health Organization (dalam Lumongga, 2009), membagi depresi menjadi tiga berdasarkan tingkat penyakitnya, yaitu:

1. Mild depression/Minor depression dan Dysthymic disorder

Depresi yang kurang parah disebut dengan distimia yang akan menimbulkan minor depression. Minor depression memiliki tanda depressive episode yang ada dua gejala namun tidak akan lebih dari lima gejala dalam depresi selama dua minggu berturut-turut dan gejala yang ditunjukkan bukan karena pengaruh obat-obatan.

2. Moderate Depression

Pada depresi ini, mood rendah akan berlangsung terus menerus dan individu akan mengalami gejala fisik yang dimana akan berbeda-beda pada setiap orang. Saat individu mengidap depresi sedang perlu bantuan dari tenaga ahli.

3. Severe Depression/Major Depression

Depresi ini akan muncul sekali atau dua kali dan beberapa kali dalam hidupnya. Depresi pada tingkat ini akan merasa tidak bisa menikmati segala kesenangan dalam hidupnya. Depresi mayor ini akan menunjukkan lima gejala atau lebih dalam major depressive mode dan akan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.

G. APAKAH BENAR JIKA PENDERITA DEPRESI KESULITAN DALAM MEREGULASI EMOSINYA?

Penderita depresi biasanya sering mendapat anggapan jika memiliki kesulitan dalam meregulasi emosinya. Namun, pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Angganantyo dan Abidin (2021), menunjukkan salah satu subjeknya mampu menanggulangi emosi negatifnya dengan mudah menggunakan relaksasi yang memberikan mindful (Nyklíček, Zeelenberg, & Vingerhoets, 2011; Menezes, Pereira, & Bizarro, 2012; Ostafin, Robinson, & Meier, 2015; Tang, Tang, & Posner, 2016). Subjek tersebut juga menerapkan prinsip CBT dan terapi berbasis acceptance saat mencoba berfikir logis dan berfokus pada pemecahan masalah, sehingga dapat mengontrol impuls, tanggung jawab yang perlu diselesaikan dan tugas masih bisa dikerjakan dan diselesaikan, dan menerima keadaan emosionalnya. Sebenarnya regulasi emosi ini bergantung terhadap pada faktor yang menyebabkan depresi, seperti faktor interpersonal. Karena pada faktor interpersonal sering mengalami kekurangan dalam komunikasi dengan orang-orang sekitar sehingga menyebabkan semakin terisolasi oleh diri sendiri berbeda dengan penderita depresi akibat dari tidak memiliki masalah interpersonal. Depresi yang disebabkan oleh faktor interpersonal akan berdampak buruk daripada depresi yang disebabkan oleh faktor intrapersonal (Flynn & Rudolph, 2011; Majd Ara, Talepasand, & Rezaei, 2017) yang dimana nantinya akan memunculkan pemikiran tindakan bunuh diri. Seseorang penderita depresi beranggapan jika bunuh diri merupakan titik dimana dirinya tidak pantas untuk hidup dan tidak bisa menyelesaikan masalah-masalahnya.

H. BAGAIMANA CARA MEMBANTU ORANG YANG MEMILIKI GEJALA-GEJALA DEPRESI?

Jika seseorang merasa ia mengalami gejala-gejala depresi maka harus segera mencari bantuan kepada tenaga ahli karena depresi bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Depresi jika tidak segera ditangani akan menyebabkan seseorang bisa kehilangan nyawanya yang dimana kasus yang sering berhubungan dengan depresi adalah bunuh diri. Bunuh diri ini bisa muncul di pikiran pengidap depresi karena perasaan yang berkecamuk di pikiran, seperti merasa tidak berharga, sedih yang berlarut-larut, kesepian, dll. Para pengidap depresi akan merasa masalah yang dihadapi akan selesai jika ia mengakhiri hidupnya. Maka disini tenaga ahli, seperti psikolog dan psikiater, sangat dibutuhkan untuk membantu para penderita depresi. Tenaga ahli ini berperan dalam mendengarkan keluhan dan memberi motivasi kepada penderita depresi, memberi edukasi kepada keluarga dan teman terdekat agar dapat membantu penderita depresi untuk keluar dari depresi, membantu menyelesaikan masalahnya serta menghadapkan penderita depresi menghadapi kejadian di masa lalu.

SUMBER:

Angganantyo, W., & Abidin, Z. (2021). Apakah Benar Penderita Depresi Sulit Melakukan Regulasi Emosi? Psychopolytan : Jurnal Psikologi, VOL. 4, No. 2, 115-129.

Prawitasari, J. E. (1995). Mengenal Emosi Melalui Komunikasi Nonverbal. Buletin Psikologi, Tahun III, Nomor 1, 27-43.

Pudjono, M. (1995). Dasar-Dasar Fisiologi Emosi. Buletin Psikologi, Tahun III, Nomor 2, 41-48.

Santoso, M. B., Asiah, D. H., & Kirana, C. I. (2017). Bunuh Diri dan Depresi dalam Perspektif Pekerjaan

Sosial. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 390-447.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun