Mohon tunggu...
Yusuf Lauma
Yusuf Lauma Mohon Tunggu... Pekerja lepas

Bekerja lepas bukan ASN berkecimpung di masyarakat pemerhati masalah keluarga dan anak, menyukai sosiologi, dan suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita yang mengalahkan Hajjaj Bin Yusuf At Tsaqafy

24 Maret 2025   10:40 Diperbarui: 24 Maret 2025   10:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, seorang gubernur yang terkenal dengan kekejamannya, menikahi seorang wanita bernama Hind binti An-Nu'man tanpa persetujuan darinya maupun dari ayahnya.

Namun, meski telah menjadi istri Al-Hajjaj, Hind tak pernah benar-benar mencintainya. Setahun setelah pernikahan mereka, Hind duduk di depan cermin dan bersenandung dengan bait-bait syair yang menyiratkan kehinaannya menikah dengan pria seperti Al-Hajjaj:

...
"Sungguh, Hind tak lain hanyalah seekor kuda betina Arab..."

"Dari keturunan kuda murni, tetapi kini dikawini seekor baghal (peranakan kuda dan keledai)."

...
"Jika ia melahirkan kuda murni, maka itulah keutamaannya..."
...
"Namun jika ia melahirkan baghal, maka jelas, baghal itu berasal dari si baghal!"

Al-Hajjaj yang kebetulan mendengar syair tersebut menjadi sangat marah. Bagaimana mungkin istrinya sendiri menghinanya dengan cara yang begitu tajam?

Dengan murka, ia memanggil pelayannya dan berkata:
"Pergilah kepadanya, katakan bahwa aku menceraikannya dalam dua kata saja. Jika kau menambah kata ketiga, kupotong lidahmu! Berikan juga kepadanya dua puluh ribu dinar."

Sang pelayan pun mendatangi Hind dan hanya mengucapkan dua kata yang penuh makna:

"Kunti... fa binti!"
("Dulu kau istrinya... sekarang kau telah pergi!")

Hind kini telah bebas. Namun, ia bukan wanita biasa yang akan menerima nasib begitu saja. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya lebih berharga daripada sekadar menjadi istri seorang gubernur.

Daya Tarik Hind dan Ketertarikan Khalifah

Setelah perceraiannya dengan Al-Hajjaj, Hind tidak mau menikah dengan pria yang lebih rendah darinya. Ia kemudian menggoda para penyair dengan harta, meminta mereka untuk memuji kecantikannya di hadapan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Tertarik dengan pujian para penyair, Khalifah pun mengutus gubernurnya di Hijaz untuk meneliti Hind. Sang gubernur mengirimkan laporan yang berisi:

"Ia adalah wanita tanpa cela."

Mendengar itu, Khalifah segera mengirimkan pinangan kepadanya.

Namun, Hind yang cerdas tidak langsung menerima. Ia mengajukan satu syarat:

"Aku setuju menikah denganmu, asalkan yang menggiring untaku dari tempat ini ke Baghdad adalah Al-Hajjaj sendiri!"

Khalifah menyetujui syarat tersebut dan memerintahkan Al-Hajjaj untuk membawa Hind kepadanya.

Bagi Al-Hajjaj, tugas ini adalah penghinaan yang luar biasa. Namun, ia tidak berani menolak perintah khalifah. Dengan penuh kemarahan yang tertahan, ia pun menjalankan tugasnya, menggiring unta Hind dalam perjalanan menuju Baghdad.

Sindiran Tajam Hind kepada Al-Hajjaj

Di tengah perjalanan, Hind dengan sengaja menjatuhkan sekeping dinar. Ia lalu berkata kepada Al-Hajjaj:

"Wahai pelayan, tolong ambilkan dirhamku yang jatuh."

Al-Hajjaj mengambil koin itu dan berkata, "Ini bukan dirham, tapi dinar!"

Hind tersenyum penuh arti, lalu berkata:

"Alhamdulillah... Tuhan telah menggantikan dirhamku dengan dinar."

Mendengar itu, Al-Hajjaj langsung memahami maknanya.

Hind tidak sedang berbicara tentang koin, tetapi tentang suami! Ia membandingkan Al-Hajjaj dengan "dirham" (mata uang yang lebih rendah) dan Khalifah Abdul Malik dengan "dinar" (mata uang yang lebih berharga).

Ia ingin menegaskan bahwa kehidupannya sekarang jauh lebih baik dibandingkan saat masih menjadi istri Al-Hajjaj.

Al-Hajjaj hanya bisa menahan amarahnya dalam diam. Ia telah kalah dalam permainan ini.

Dendam Al-Hajjaj dan Kemenangan Hind

Setibanya di istana, Al-Hajjaj sengaja menunda kehadirannya dalam jamuan pernikahan Hind dan Khalifah. Khalifah pun mengutus seseorang untuk memanggilnya. Namun, Al-Hajjaj dengan angkuh menjawab:

"Ibuku mengajarkanku untuk tidak memakan sisa-sisa orang lain."

Mendengar ucapan ini, Khalifah tersinggung dan akhirnya enggan menyentuh Hind. Meskipun ia telah menjadi istrinya secara sah, ia tidak mau mendekatinya karena merasa telah "memakan sisa" Al-Hajjaj.

Namun, Hind tidak tinggal diam. Ia tahu mengapa sang Khalifah menjauhinya, dan ia pun merancang strategi untuk membalikkan keadaan.

Suatu hari, ketika Abdul Malik berkunjung, Hind sengaja menjatuhkan kalung mutiara miliknya. Ia mengangkat ujung gaunnya untuk mengumpulkan butiran mutiara yang berhamburan di lantai.

Melihat keindahannya dalam momen itu, Khalifah Abdul Malik terpesona.

"Subhanallah," ucap Hind sambil mengumpulkan mutiara.

Sang Khalifah bertanya, "Mengapa engkau memuji Allah?"

Hind tersenyum dan menjawab:

"Karena Allah menciptakan mutiara ini untuk menghiasi para raja."

"Benar," jawab sang Khalifah.

Namun, Hind melanjutkan dengan kalimat yang jauh lebih tajam:

"Tetapi dalam takdir-Nya, yang bisa melubangi mutiara ini hanyalah kaum gipsi."

Khalifah terdiam sejenak, lalu tiba-tiba wajahnya berubah paham.

Hind sedang berbicara dalam kiasan. Ia menyamakan dirinya dengan mutiara berharga yang hanya pantas dimiliki oleh raja. Namun, dalam kenyataan hidup, kadang-kadang mutiara pertama kali disentuh dan dilubangi oleh orang yang tak pantas---yakni Al-Hajjaj.

Ini adalah sindiran paling tajam terhadap Khalifah. Hind secara halus menyatakan bahwa ia adalah wanita mulia yang seharusnya sejak awal hanya menjadi permaisuri khalifah, bukan istri seorang gubernur yang kasar dan kejam seperti Al-Hajjaj.

Mendengar hal itu, Khalifah Abdul Malik tersenyum dan berkata:

"Sungguh celaka orang yang mencela aku karena tidak menyentuhmu!"

Malam itu juga, ia mengubah keputusannya dan menjadikan Hind sebagai istri yang sesungguhnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun