Satu hantu telah pergi. Tapi masih ada yang lain. Siska, mahasiswinya. Mencari jejaknya lebih sulit. Ia sudah tidak bekerja di universitas. Hardiman akhirnya menemukan akun media sosialnya melalui salah seorang dosen muda. Di sana tertulis, Siska kini menjadi kepala sebuah sekolah gratis untuk anak-anak jalanan di pinggiran kota.
Hatinya bergetar melihat foto-foto Siska yang tersenyum tulus di antara anak-anak dekil namun ceria. Ternyata, kata-katanya yang tajam dulu tidak mematahkan gadis itu. Justru mungkin telah membuatnya menjadi baja.
Dengan bantuan Mentari, Hardiman menulis sebuah pesan panjang. Ia tidak menceritakan kegelisahannya, ia hanya ingin meminta maaf.
"...Saya menulis ini karena ada sesuatu yang mengganjal di hati saya selama bertahun-tahun. Dulu, saya mungkin pernah menjadi dosen pembimbing yang terlalu keras dan kurang berempati pada perjuanganmu. Jika ada kata-kata saya yang pernah melukai hatimu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Nak. Melihatmu sekarang menjadi cahaya bagi banyak orang, saya merasa sangat bangga pernah menjadi bagian kecil dari perjalananmu..."
Ia mengirim pesan itu dengan jantung berdebar.
Balasannya datang keesokan paginya.
"...Bapak Hardiman, saya terharu sekali membaca pesan Bapak. Justru saya yang harus berterima kasih. 'Kekerasan' Bapak dulu adalah cambuk yang membuat saya tidak menyerah. Bapak mengajarkan saya standar tertinggi dalam bekerja, dan itu yang saya terapkan sekarang di sekolah ini. Bapak adalah salah satu pahlawan dalam hidup saya. Terima kasih banyak, Pak. Semoga Bapak dan Ibu selalu sehat."
Hardiman menunjukkan pesan itu pada Anisa. Keduanya tak bisa berkata-kata. Anisa memeluk suaminya erat. "Sudah, Pak. Sudah. Semua sudah dimaafkan. Sekarang, maafkan diri Bapak sendiri."
Di pelukan istrinya, Hardiman akhirnya bisa memaafkan dirinya sendiri.
Hari-hari setelahnya terasa lebih ringan. Langit tampak lebih biru, aroma teh melati buatan Anisa terasa lebih wangi, dan tawa Rania terdengar lebih merdu. Ia masih mengantar istrinya ke mana pun Anisa mau pergi---ke pasar, ke pengajian, ke rumah anak-anak mereka. Tapi kini, perjalanannya tidak lagi dibayangi oleh hantu-hantu masa lalu.