Terdengar suara ketukan sendok pada mangkok menghasilkan denting yang nyaring pertanda tukang bubur sudah semakin dekat. Dini mengisyaratkan agar Khalisa segera menghadangnya karena dia pun akan segera pergi ke tukang lontong sayur di ujung gang. Pada saat itu dari kejauhan Khalisa melihat Romy sedang berjalan menuju pagar tempatnya berdiri.
   Ketika Romy sudah sejengkal dari hadapannya dia  mulai bersuara. "Hai  Romy..kok pagi banget sudah sampai sini?" sambutnya dengan tatapan terbagi antara Romy dan tukang bubur yang akan segera tiba.
   "Biar nggak terjebak macet lagi." Sahutnya tenang dengan tatapan lembut menyapu wajah Khalisa. "Mbak lagi nunggu tukang jual makanan ya?"
   "Iya. Kamu mau  burjo?"
   "Boleh, Mbak. Aku belum sarapan juga nih."
   Gerobak dorong tukang jual bubur kacang hijau sudah sampai di depan rumah. Khalisa menghentikannya dengan memesan dua magkok burjo yang menggunakan mangkok si penjual. Biasanya dia menggunakan mangkok Ibu kos yang diambil dari dapur tapi kali ini dia merasa tak perlu mangkok itu. Makan burjo bisa diselesaikan dengan cepat dalam kondisi perut kosong dan lapar di pagi hari. Apalagi ada Romy yang juga dituntut untuk segera menuntaskan makanannya  karena mereka akan segera pergi.
   "Pakai mangkok saya, Bu?" tanya tukang burjo merasa heran.
   "Iya, Bang. Nggak lama kok. Tunggu saja di pojok sana. Siapa tahu banyak juga yang mau beli."
    Baru saja Khalisa selesai bicara, terdengar langkah-langkah menuruni tangga dari lantai atas. Rinta dan Trinita turun dengan buru-buru. Menghampiri tukang bubur lalu memesan burjo seperti sudah kehilangan kontrol kesabaran. Sejenak keduanya memandang Khalisa yang tengah duduk berdua dengan Romy di teras rumah ibu kos.Â
    "Ke sini  Ta,  Rinta !" panggil Khalisa. "Kenalkan ini Romy!"
    Sambil mengulurkan tangan bersalaman bergantian terdengar komentar Rinta yang membuat Romy tersipu , "Gebetan baru Bu Lisa ya?"