Tak ada yang perlu dijelaskan lagi karena memang  Dion bukan sesuatu yang istimewa lagi buat Khalisa. Kalau dia menemukan seorang perempuan yang dianggapnya tepat apa salahnya mereka kemudian menikah. Sementara Khalisa menerima takdirnya sebagai perempuan yang tak pernah diinginkan  Dion untuk menjadi pendamping hidupnya. Perempuan seperti dirinya tak membuat lelaki merasa berharga. Menjadi kecil dan tak berarti di depan perempuan sekuat dirinya.
    "Kamu juga telah menemukan pilihanmu ?" tanya  Dion dengan keraguan di matanya.
   "Maksudmu?"
   " Anak muda yang bersamamu kemarin?"
    Khalisa membuang pandangan ke arah lain. Bisa saja dia mengakui Romy sebagai kekasihnya namun itu tak dilakukan. Biarlah menjadi teka-teki bagi Dion. Alangkah naifnya menganggap Romy adalah kekasih Khalisa.
    "Aku harus segera pulang," katanya mengakhiri pertemuan yang tak pernah dikehendaki.
    "Apakah kamu masih mengijinkan aku untuk bertemu kamu lagi?"  Dion menatap penuh harap ke bola mata Khalisa yang mendadak berubah sayu.
   "Kukira sebaiknya kita tak pernah lagi bertemu,' jawabnya datar.
    Dion tak ingin memaksa dan juga tak menghalangi ketika Khalisa meninggalkannya Bagi Khalisa,  tak ada yang lebih utama selain kebahagiaan yang sedang dicarinya kini. Entah berada di mana dia tak  pernah tahu. Sebagian besar orang menganggap kebahagiaan itu berada di dalam hati kita masing-masing.
    Romy menelponnya ketika Khalisa sampai di rumah. Ingin memastikan apakah semuanya baik-baik saja. Khalisa menduga Romy begitu khawatir jika Khalisa terluka perasaannya oleh Dion.
    "Aku baik-baik saja," begitu dia mencoba menenangkan.