Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuju Ke Tempat Yang Jauh

19 Oktober 2017   05:31 Diperbarui: 27 Mei 2021   15:07 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tapi kan kita boleh menuntut ilmu setinggi langit, untuk mencari jawaban di luar sana. Langit kan luas Pak. Nggak ada batasannya. Berarti sekedar tinggal di luar angkasa saja nggak apa-apa. Pasti boleh sama Tuhan." 

"Sok tahu kamu. Darimana kamu tahu Tuhan pasti membolehkan ?  Kalau Tuhan marah bagaimana coba ?"

"Lha Bapak kan juga belum ketemu langsung dan ngobrol sama Tuhan ?  Tahu dari mana Tuhan bakal marah, dan bukannya senang karena manusia ciptaanNya sudah semakin pintar dan canggih ?"  

"Kamu ini. Tuhan kok ditebak-tebak."

"Bapak juga cuma menebak kan, kalau Tuhan bakal marah ?  Kalau masih sama-sama menebak ya sudah, berpegang pada keyakinan masing-masing saja Pak."

"Lho Bapak nggak nebak sendiri kok. Orang tua Bapak, orang-orang lain jaman dahulu, semua bilang begitu. Ada di buku-buku. Di ceramah-ceramah."

"Iya deh, Bapak nggak menebak sendiri, tapi mengikuti tebakan orang lain. Itu sama saja Pak.  Bisa salah juga. Orang jaman dahulu kan manusia juga. Kalau masih sama-sama berwujud manusia, sebesar apapun namanya, ya berarti masih punya sifat-sifat manusia. Bisa salah tebak, bisa salah persepsi, punya ego, punya kepentingan pribadi atau kelompok. Tapi kalau Budi sendiri sih yakin  Tuhan itu nggak pemarah, nggak tersinggungan, dan nggak murkaan. Budi nggak percaya setelah kita diciptakan dengan rasa ingin  tahu yang besar, lalu dilarang-larang untuk bertanya.  Dikasih lihat hal-hal menarik di depan mata, tapi disuruh menjauh. Diberi otak super canggih, tapi nggak boleh dipakai."

"Ya sudahlah. Tapi kok harus jauh sekali pindahnya ?"

"Budi kan suka jalan jauh-jauh Pak. Meneliti berbagai hal. Selain itu Budi ingin berada di tempat yang orang-orangnya berpikiran terbuka. Bukan di lingkungan yang orang-orangnya hanya bisa menurut dengan kebiasaan manusia-manusia terdahulu tanpa boleh bertanya kenapa harus begini atau begitu. Budi ingin setiap Budi bicara tentang hal apapun, nggak ada yang bilang 'Hush ! Nggak boleh bilang begitu !'." 

"Kamu nyindir Bapak ya ?  Nggak sopan sama orang tua. Kualat kamu."

"Maaf Pak. Budi nggak bermaksud menyindir atau bersikap tidak sopan kepada orang tua. Budi hanya kritis dalam berpikir. Dan kebetulan berani menyuarakan pendapat Budi sendiri. Itu saja. Dan Budi berharap, orang-orang yang pindah kesana nanti, semua berpola pikir sama seperti Budi. Paling tidak, kita boleh mempertanyakan hal apa saja yang terpikir oleh otak kita yang pintar dan cerdas ini. Otak yang aslinya diprogram untuk bereksplorasi  namun pada kenyataannya seringkali diblokir sana-sini oleh bermacam dogma, doktrin dan stigma buatan manusia. Budi ingin berada di tempat yang orang-orangnya bisa memandang semua hal from the big picture, melihat suatu masalah dari pola keseluruhannya. Budi ingin kalau Budi punya pertanyaan, apapun itu, selalu ditanggapi dengan baik. Bukan malah balik diomelin, dibilang kualat, atau kurang ajar hanya karena sebenarnya pihak yang ditanya itu tidak tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. Budi ingin berada diantara orang-orang yang mau menghabiskan masa hidupnya dengan mencari tahu tentang berbagai hal tanpa dibatasi. Budi ingin pindah ke tempat dimana nggak ada yang namanya 'Pertanyaan Terlarang'." 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun