Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuju Ke Tempat Yang Jauh

19 Oktober 2017   05:31 Diperbarui: 27 Mei 2021   15:07 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Huft. Kamu memang keras kepala ya May. Pantas susah dapat jodoh."

"Ya ampun Rin, komentar kamu kok dangkal sekali,  hehehe ... Menurutku sih, di dunia ini nggak ada yang namanya 'manusia keras kepala'. Yang ada hanyalah 'ketidakcocokan'.  Coba deh, seandainya pemikiran aku dengan kamu sejalan, pasti kita tidak akan berdebat. Tetapi karena ada beberapa hal yang tidak cocok diantara kita, maka otomatis masing-masing akan mempertahankan pendapatnya dan mengatakan pihak lainnya sebagai pihak yang 'keras kepala'.  Jadi, kalau kamu bilang aku keras kepala, aku juga bisa mengatakan bahwa kamu yang keras kepala. Karena kita sama-sama mempertahankan pola pikir masing-masing. Benar kan ?"

"Tapi kan pola pikir aku wajar May. Sama dengan pemikiran mayoritas orang-orang lain."

"Nah, itu juga pendapat yang aneh, Rin. Menganggap bahwa jumlah yang lebih besar adalah yang lebih wajar, sehingga bisa dijadikan pembenaran untuk mengatur orang lain.  Padahal setiap manusia itu punya hak asasi lho, hak untuk memiliki pemikiran yang berbeda-beda satu sama lain.  Tapi yah, sayangnya manusia di bumi ini terlanjur terpola untuk pasrah saja mengikuti semua hal yang sudah ditentukan lebih dulu oleh ego pribadi atau kepentingan kelompok sejak jaman nenek moyang masing-masing, yang terkadang tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman namun tetap dipaksakan." 

"Hhh ... kamu tuh pintar banget kasih jawaban May. Memangnya kamu nggak risih ya kalau ditanya-tanya oleh saudara atau teman kamu, kenapa belum menikah ?"

"Risih ? Nggak tuh. Kalau ditanya ya aku jawab saja persis seperti jawaban aku ke kamu tadi, Rin. Lagipula, mereka yang suka tanya-tanya seperti itu tuh sebenarnya karena nggak suka melihat adanya suatu kondisi yang berbeda dari kondisi mereka sendiri kan ?"

"Maksudnya ?"

"Aku beri ilustrasi cerita nih ya. Misalnya ada seseorang yang usianya sudah dewasa tetapi belum juga menikah. Lalu pada setiap pertemuan, semua teman-temannya yang telah menikah selalu mendorong dan menyemangati supaya dia juga segera menikah. Dan pada suatu hari, akhirnya dia menikah juga. Semua teman memberi selamat. Tetapi kemudian di hari-hari berikutnya, setiap pasangan pengantin baru ini terlihat romantis di depan umum, atau meng-upload  foto  mesra di medsosnya, akan dikomentari dengan kata-kata seperti ini : 'Alaa ... pengantin baru sih memang masih mesra. Tunggu saja nanti setahun lagi, hahaha !'. Nah, kalimat seperti itu, maksudnya apa kalau bukan karena mereka berharap pasangan pengantin baru itu beberapa saat lagi akan mengalami hal yang sama seperti yang mereka alami, yaitu kehidupan rumah tangga yang sudah terasa hambar dan membosankan  karena telah berjalan sekian tahun lamanya ?  Sering bertengkar ?  Kesulitan mengatur pengeluaran ?  Capek dan  repot mengurus anak ?  Untuk apa tadinya mereka sibuk mendorong teman yang masih jomblo untuk segera menikah dengan alasan supaya mendapat pahala, supaya dapat merasakan nikmatnya hidup berumah tangga, supaya berkah, dan lain-lain, tetapi setelah temannya itu menikah, malah langsung berbalik mengejek seperti itu ?  Ketahuan kan maksud sebenarnya ? Mereka hanya tidak suka ada teman yang menjalani hidup berbeda dari mereka."

"Idiiih, itu kan cuma bercanda  saja May. Menggoda teman yang baru menikah kan hal yang wajar."

"Ah, aku bisa bedakan kok mana yang bercanda dengan maksud menggoda, dan mana yang sebenarnya isi curahan hati terdalam tetapi berkedok candaan. Kalau memang niatnya murni hanya mau menggoda, seharusnya kan kalimat wajarnya seperti ini : 'Ciee pengantin baru, mesra terus nih, jadi iri deh' atau 'Duuh asik banget yang berduaan terus, semoga langgeng yaa'. Begitu Rin. Bukannya malah : 'Lihat aja nanti enam bulan lagi' atau 'Tunggu deh setahun lagi'.  Kalimat seperti itu sih lebih bersifat peringatan sinis dibanding bercanda."

"Ah, nggak begitu juga lah May."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun