Mohon tunggu...
Yudi Rahardjo
Yudi Rahardjo Mohon Tunggu... Sales - Engineer, Marketer and Story Teller

Movie Enthusiast KOMIK 2020 | Menulis seputar Worklife, Movie and Hobby

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jerat yang Melilit Mahasiswa Bernama UKT

5 Juni 2020   20:14 Diperbarui: 6 Juni 2020   09:42 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi untuk dana pendidikan. | Sumber: KONTAN/Muradi

Uang kuliah tunggal (UKT) sedari awal pemberlakuannya memang menjadi polemik.

Sistem pembayaran SPP (Sumbangan Pendanaan Pendidikan) setiap semester yang diperlakukan di seluruh PTN (Perguruan Tinggi Negeri) saat ini menggunakan sistem UKT.

Sistem baru yang menggantikan sistem pembayaran lama yang menghitung besarnya biaya SPP berdasarkan jumlah SKS (Sistem Kredit Semester) yang diambil ini, nyatanya malah dinilai membebani mahasiswa.

Sistem UKT adalah membayar sesuai dengan penghasilan orangtua mahasiswa yang terbagi dalam beberapa golongan. Jika penghasilannya tinggi maka akan membayar biaya UKT yang tinggi, sedang jika penghasilanya rendah maka biaya UKT yang dibayarkan juga akan rendah.

Biaya yang sudah sesuai dengan golongan tersebut, harus dibayarkan secara tetap hingga mahasiswa tersebut menyelesaikan perkuliahannya.

Ilustrasi Jerat | Source : Freepik.com
Ilustrasi Jerat | Source : Freepik.com

Subsidi Silang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan subsidi silang antara orangtua yang berpenghasilan rendah dan yang berpenghasilan rendah, tapi sayangnya untuk mahasiswa yang masuk lewat jalur UM (Ujian Mandiri), otomatis UKT yang dibebankan adalah untuk UKT golongan tertinggi.

Kita tahu jika tidak semua mahasiswa yang masuk PTN melalui jalur UM, orangtuanya memiliki penghasilan yang tinggi, pada akhirnya para mahasiswa ini menjalani perkuliahan dengan beban biaya yang terlalu besar.

Saya sendiri semasa mahasiswa tidak mengalami sistem UKT ini, padahal saya juga berkuliah di PTN, itu dikarenakan kampus saya, UPN “Veteran” Yogyakarta baru menjadi PTN di tahun 2015 lalu, sedang saya sudah mulai berkuliah sejak  tahun 2012,  sehingga pemberlakuan UKT baru dimulai untuk angkatan 2015 ke bawah.

Beberapa kali saya pernah berkesempatan berbincang mengenai besaran biaya UKT untuk para junior saya, ternyata besaran untuk golongan tertinggi atau golongan yang masuk melalui jalur UM, hampir dua kali lipat biaya yang saya keluarkan tiap semesternya. 

Besarnya biaya yang berbeda ini juga memicu “kecemburuan” antar mahasiswa, bagaimana bisa mahasiswa yang sama-sama berkuliah di sebuah universitas, harus mengeluarkan biaya yang berbeda, sementara hak yang mereka dapatkan adalah sama.

Ilustrasi kehidupan mahasiswa | Source : freepik.com
Ilustrasi kehidupan mahasiswa | Source : freepik.com

Terlebih menurut salah satu kawan saya di kampus lain, banyak mahasiswa yang berbohong mengenai besarnya penghasilan orang tuanya, sehingga dia bisa mendapatkan UKT yang lebih murah.

Keadaan seperti ini yang makin membuat risuh, sudah berkali-kali kita mendengar adanya aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa terkait dengan besar biaya UKT yang mereka bayarkan.

Lebih Baik Sistem Lama.

Keadaan seperti ini malah membuat sistem pembayaran yang lama masih lebih baik, karena mensejajarkan mahasiswa dan membayarkan sesuai dengan jumlah SKS yang diambil. 

Bicara mengenai jumlah SKS yang diambil, sistem UKT memiliki kelemahan  yang cukup fatal mengenai ini, jika mahasiswa terpaksa berkuliah lebih lama dari waktu idealnya, maka mahasiswa tersebut mengalami kerugian.

Semisal seorang mahasiswa yang masih berkuliah hingga semester 9 dan hanya mengambil mata kuliah skripsi sebanyak 4 SKS, maka biaya SPP yang dia bayarkan akan sama dengan biaya jika dia mengambil kuliah dengan jumlah 20 SKS.  

Ilustrasi Kecemburuan antar mahasiswa | Source : freepik.com
Ilustrasi Kecemburuan antar mahasiswa | Source : freepik.com

UKT di Tengah Pandemi Covid-19.
Dalam kondisi biasa, sistem UKT sudah sangat menjerat mahasiswa, lalu bagaimana dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sudah masuk kondisi luar biasa seperti ini.

Memang sekarang di kampus tidak ada kegiatan perkuliahan, kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring, tapi biaya UKT ternyata tidak berubah, nominal yang dibayarkan masih tetap sama.

Jika dihitung secara kasar, harusnya ada pengurangan UKT, karena dengan tidak adanya kegiatan operasional kampus, maka dana yang dibutuhkan juga lebih sedikit.

Source : freepik.com
Source : freepik.com

Keringanan dari Kampus.
Beberapa kampus memang ada yang memberikan keringanan terkait hal ini, untuk mahasiswa yang orangtuanya terpaksa di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena pandemi covid-19 ini, maka akan diberikan keringanan biaya UKT.

Kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES) contohnya. Kampus dengan almamater berwarna kuning ini, memberi jangka waktu yang lebih lama untuk pembayaran UKT. 

Pembayarannya bisa dilakukan hingga Oktober nanti dan untuk mahasiswa yang sedang menempuh tugas akhir, jika nanti sebelum akhir bulan Oktober telah berhasil menyelesaikan tugas akhirnya, maka diperbolehkan untuk tidak membayar UKT.

Sayangnya kebijakan ini masih belum bisa diikuti oleh semua kampus di Indonesia, masih banyak kampus PTN yang tidak memberikan kebijakan terkait penurunan biaya UKT ini.

Sayang karena dalam kondisi pandemi seperti ini, sangat tidak memungkinkan untuk mengadakan aksi turun kejalan yang dihadiri oleh banyak mahasiswa, meskipun ada demo, paling hanya bisa diikuti sedikit mahasiswa, dan tentu dengan protokol kesehatan yang berlaku. Sementara pihak kampus baru mau mendengar suara mahasiswa setelah ada aksi yang begitu masif. 

Demo UKT 2017 Lalu | Dok. Tribunsumsel.com/Agung Dwi Payana
Demo UKT 2017 Lalu | Dok. Tribunsumsel.com/Agung Dwi Payana

#MendikbudDicariMahasiswa

#NadiemManaMahasiswaMerana

Hal yang bisa dilakukan mahasiswa hanyalah berkeluh kesah di media sosial dengan membuat berbagai tagar seperti di atas supaya ada kebijakan untuk menurunkan UKT.

Penutup.
Masalah mahasiswa bukan hanya pada UKT, masalah lain ada pada biaya kuota yang tidak sedikit yang harus mereka bayarkan. Tak berhenti sampai disitu pula, beberapa mahasiswa yang kesulitan mengakses internet juga masih banyak, yang membuat mereka terkendala saat melakukan kegiatan perkuliahan.

Jerat bernama UKT ini masih menjadi jerat yang melilit mahasiswa dengan kencang, mahasiswa sudah berteriak kencang untuk lepas atau setidaknya sedikit melonggarkan jerat ini, namun Mas Menteri belum  kunjung mendengarnya.

Baca Juga artikel menarik lainnya :

"Berkat Mr. Lockdown Kota Tegal Sudah Siap Menghadapi New Normal"

"Power Rangers, Bukan Hanya Kumpulan Superhero Berkostum Warna-Warni

Dok. Kombes
Dok. Kombes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun