Besarnya biaya yang berbeda ini juga memicu “kecemburuan” antar mahasiswa, bagaimana bisa mahasiswa yang sama-sama berkuliah di sebuah universitas, harus mengeluarkan biaya yang berbeda, sementara hak yang mereka dapatkan adalah sama.
Terlebih menurut salah satu kawan saya di kampus lain, banyak mahasiswa yang berbohong mengenai besarnya penghasilan orang tuanya, sehingga dia bisa mendapatkan UKT yang lebih murah.
Keadaan seperti ini yang makin membuat risuh, sudah berkali-kali kita mendengar adanya aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa terkait dengan besar biaya UKT yang mereka bayarkan.
Lebih Baik Sistem Lama.
Keadaan seperti ini malah membuat sistem pembayaran yang lama masih lebih baik, karena mensejajarkan mahasiswa dan membayarkan sesuai dengan jumlah SKS yang diambil.
Bicara mengenai jumlah SKS yang diambil, sistem UKT memiliki kelemahan yang cukup fatal mengenai ini, jika mahasiswa terpaksa berkuliah lebih lama dari waktu idealnya, maka mahasiswa tersebut mengalami kerugian.
Semisal seorang mahasiswa yang masih berkuliah hingga semester 9 dan hanya mengambil mata kuliah skripsi sebanyak 4 SKS, maka biaya SPP yang dia bayarkan akan sama dengan biaya jika dia mengambil kuliah dengan jumlah 20 SKS.
UKT di Tengah Pandemi Covid-19.
Dalam kondisi biasa, sistem UKT sudah sangat menjerat mahasiswa, lalu bagaimana dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sudah masuk kondisi luar biasa seperti ini.
Memang sekarang di kampus tidak ada kegiatan perkuliahan, kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring, tapi biaya UKT ternyata tidak berubah, nominal yang dibayarkan masih tetap sama.