Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

The Joy of Learning: Ujian Tiba, Tantrum Melanda?

29 September 2022   09:23 Diperbarui: 29 September 2022   14:03 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "Tantrum Belajar" karya si cantik, dokpri

Tiap anak itu unik. Setidaknya begitulah pengalaman saya mengajar anak-anak dari sejak masih kuliah dulu.

Ada anak yang bisa belajar dengan latar belakang suara gaduh, ada yang lebih bisa berkonsentrasi di suasana hening. Ada anak yang tahan duduk manis di meja belajar, ada anak yang belajar sambil terus bergerak kesana kemari. Ada anak yang perlu waktu singkat memahami semua materi, ada anak yang butuh berjam-jam.

Tidak ada yang salah atau benar. Perbedaan gaya belajar itu juga bukanlah hal yang harus diperbandingkan. Namanya juga gaya, sah-sah aja. Gaya rambut saja bisa berbeda-beda kok. Yang justru penting adalah mengenali benar gaya belajar anak supaya kita bisa membantu mereka belajar lebih efektif, sesuai style mereka.

Bayangkan kalau ada anak yang tidak tahan berdiam diri dalam jangka waktu lama, tapi dipaksa duduk manis di meja belajar selama jangka waktu yang cukup lama tanpa break. Yang terjadi adalah drama keluarga edisi tantrum.

Peran orangtua dalam mengenali gaya belajar anak, tidak saja meminimalisasi terjadinya tantrum yang tak perlu, tapi juga membantunya lebih efektif dalam belajar. Membuatnya nyaman dan produktif dengan menjadi dirinya sendiri.

Tips Kedua: Mengelola Ekspektasi Kita

"Everyone is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid."

Itu kata Albert Einstein, bukan kata saya.

Berapa banyak orangtua yang meletakkan beban pengharapan terlalu berat dari pada yang bisa dipikul oleh sang anak, atau memberikan ekspektasi yang tidak masuk akal yang tak mungkin dipenuhi oleh sang anak dan pada akhirnya justru membuat anak frustasi dan merasa bodoh atau malah menempuh segala cara demi memenuhi ekspektasi orangtua?

Sejak si cantik, putri saya, masuk sekolah dasar, saya dan bapaknya sudah wanti-wanti dari awal kalau dia tidak perlu terbebani untuk menjadi nomor satu. Menjadi yang terbaik versi dia saja, dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Nilai rapor bukan lah poin yang utama, yang paling penting justru melatih tanggung jawab dan kejujuran.

Sebisa mungkin kami juga tidak membuatnya berada dalam kancah kompetisi terlalu dini, sehingga kehilangan the joy of learning. Sukacita belajar.

Kami banyak terinspirasi masa-masa Kindergarten si cantik yang menyenangkan di perantauan. Sepanjang hari hanya bermain dan bereksperimen, tapi perkembangan otak dan perilaku anak-anak di kindergarten itu malah justru lebih matang dibanding yang sedari dini di bombardir calistung. Mungkin karena otak mereka di stimulasi dan di nutrisi sesuai dengan porsinya, bukannya di karbit dan dijejali materi yang belum perlu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun