Cak Lontong:
"Oke, Profesor, pertanyaan pertama: Mengapa keputusan berbasis data dianggap lebih baik daripada intuisi manusia?"
Prof. Mathias Weske:
"Karena data tidak bohong! Jika dianalisis dengan benar, data bisa menunjukkan pola yang membantu kita mengambil keputusan yang lebih rasional dan terukur!"
Prof. Hajo A. Reijers:
"Itu benar, tapi ada kelemahannya: Data hanya mencerminkan masa lalu! Jika ada perubahan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, data tidak bisa membantu!"
Cak Lontong:
"Wah, jadi kalau perusahaan hanya mengandalkan data, bisa-bisa kayak orang yang nyetir mobil sambil lihat kaca spion terus?"
Prof. Mathias Weske:
"Haha! Analogi yang tepat! Data bagus untuk memahami tren, tapi tidak bisa selalu memprediksi masa depan dengan sempurna!"
Cak Lontong:
"Jadi intinya, data itu alat bantu, bukan jawaban akhir?"
Prof. Hajo A. Reijers:
"Tepat sekali!"
Round 2: Kasus Nyata -- Data vs. Intuisi
Cak Lontong:
"Oke, sekarang saya mau dengar contoh nyata! Adakah perusahaan yang sukses karena mengambil keputusan berbasis data, dan adakah yang gagal karena terlalu bergantung pada data?"
Prof. Mathias Weske:
"Contoh sukses: Netflix! Mereka menggunakan algoritma berbasis data untuk merekomendasikan film kepada pengguna, sehingga pelanggan terus berlangganan!"
Prof. Hajo A. Reijers:
"Contoh gagal: Blockbuster! Mereka dulu punya data pelanggan, tapi tetap menggunakan intuisi lama dan tidak melihat tren digital yang berkembang. Akhirnya kalah oleh Netflix!"
Cak Lontong:
"Wah, ini contoh klasik! Tapi ada nggak kasus di mana data malah bikin perusahaan salah ambil keputusan?"