Selama pandemi, muncul teori bahwa jaringan 5G menyebabkan COVID-19. Hoaks ini begitu menyebar luas sehingga di beberapa negara, orang-orang merusak menara 5G sebagai bentuk protes. Padahal, tidak ada dasar ilmiah yang menghubungkan sinyal seluler dengan infeksi virus. Namun, karena media online lebih fokus pada sensasi dan viralitas, informasi ini semakin berkembang tanpa filter.
Ketika Para Ahli Juga Salah
Nichols bukan tipe orang yang membela para ahli membabi buta. Dia mengakui bahwa para ahli juga bisa salah, bahkan kadang melakukan kesalahan fatal yang berdampak besar.
Dari perang yang salah strategi, obat yang ternyata berbahaya, hingga rekomendasi diet yang berubah-ubah (inget gak pas dulu telur dibilang bahaya, terus sekarang jadi superfood?), para ahli juga manusia yang bisa melakukan kekeliruan.
Namun, perbedaan utama antara ahli dan orang sok tahu adalah para ahli punya mekanisme untuk mengoreksi diri. Sains terus berkembang, kesalahan dikaji ulang, dan ilmu pengetahuan diperbaiki berdasarkan bukti baru.
Sedangkan orang yang sok tahu? Mereka tidak peduli bukti. Mereka lebih memilih menggandakan keyakinan mereka walaupun sudah terbukti salah.
Contohnya? Orang yang percaya teori konspirasi. Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mereka salah, makin keras mereka berusaha membenarkan teori ngawur mereka.
Krisis Keuangan 2008
Banyak ekonom dan analis keuangan gagal memprediksi krisis keuangan global 2008. Bank-bank besar dan lembaga keuangan memberikan kredit tanpa mempertimbangkan risikonya dengan benar, yang menyebabkan gelembung ekonomi dan akhirnya kehancuran pasar. Ini menunjukkan bahwa meskipun ahli bisa salah, kritik terhadap mereka harus didasarkan pada pemahaman yang benar, bukan sekadar penolakan tanpa dasar.
Pandemi dan Puncak Ketidakpercayaan pada Keahlian
Bab tambahan di edisi kedua buku ini membahas bagaimana pandemi COVID-19 semakin memperjelas krisis kepercayaan terhadap para ahli.
Ketika ilmuwan bekerja keras mengembangkan vaksin dalam waktu singkat (sebuah pencapaian luar biasa dalam sejarah medis), banyak orang malah menolaknya dengan alasan "gue udah riset sendiri", yang artinya nonton satu video di TikTok selama 3 menit.
Nichols menunjukkan bagaimana teori konspirasi berkembang biak dengan cepat, dari klaim bahwa vaksin berisi chip hingga tuduhan bahwa pandemi adalah rekayasa elit global. Semua ini terjadi karena internet telah mengubah cara orang memproses informasi---mereka lebih percaya selebgram daripada ilmuwan dengan gelar PhD.
Yang paling ironis? Banyak dari mereka yang mati karena COVID-19 masih tetap menolak sains sampai napas terakhirnya.