Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Book

"The Death of Expertise": Ketika Semua Orang Lebih Pintar dari Ahlinya

16 Februari 2025   06:51 Diperbarui: 20 Februari 2025   21:48 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.bing.com/images/create/photographic-hyper-realistic-a-satirical-and-moder/

Masalahnya? Banyak orang tidak bisa membedakan informasi berkualitas dengan hoax murahan.

Nichols menjelaskan bahwa internet seharusnya jadi alat yang memperluas wawasan, tapi justru sering kali mempersempit pemikiran. Ini karena algoritma media sosial dan mesin pencari hanya menampilkan informasi yang sesuai dengan pandangan kita, membuat orang semakin terjebak dalam gelembung informasi (filter bubble).

Misalnya, kalau kamu percaya bahwa vaksin berbahaya dan mulai mencari info di Google, maka algoritma akan terus menyuguhkan artikel yang memperkuat keyakinanmu, bukan yang membantahnya dengan fakta ilmiah. Akibatnya, kamu akan makin yakin bahwa kamu benar, meskipun semua bukti ilmiah menunjukkan sebaliknya.

Jadilah generasi "Let Me Google That for You", di mana orang lebih percaya artikel random daripada penelitian bertahun-tahun yang dilakukan oleh ilmuwan.

Pasien Menolak Diagnosis Dokter

Seorang dokter menceritakan pengalamannya saat ada pasien yang datang dengan gejala tertentu. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter mendiagnosis pasien dengan suatu penyakit dan memberi resep obat. Namun, pasien menolak diagnosis tersebut karena mereka telah "membaca artikel di Google" yang mengatakan gejala mereka cocok dengan penyakit lain. Akhirnya, pasien memilih perawatan sendiri yang justru memperburuk kondisinya.

Jurnalisme Modern dan Banjir Informasi Tak Terkendali

Dulu, berita adalah hasil kerja keras wartawan yang benar-benar terjun ke lapangan, melakukan riset, dan memastikan fakta sebelum diterbitkan. Sekarang? Asal cepat dan viral, langsung tayang!

Nichols menyoroti bagaimana media modern lebih mementingkan engagement daripada akurasi. Dengan tekanan dari media sosial, berita sering kali ditulis dengan judul clickbait, sumber yang setengah matang, atau bahkan tanpa verifikasi sama sekali.

Contohnya? Pernah lihat berita dengan judul seperti:

  • "Ilmuwan TERKEJUT! Ternyata air putih bisa menyebabkan penuaan dini!"
  • "Astaga! 90% orang tidak tahu fakta mengejutkan tentang pisang ini!"

Saat kamu klik, isinya sampah belaka.

Akibatnya, alih-alih membuat masyarakat lebih cerdas, media justru membentuk pola pikir yang dangkal. Orang makin malas membaca berita panjang, lebih suka ringkasan satu paragraf, dan akhirnya percaya informasi yang salah hanya karena judulnya bombastis.

Nichols mengkritik bagaimana media yang seharusnya jadi "penjaga kebenaran" kini malah ikut mempercepat kematian keahlian dengan menyebarkan informasi yang buruk dan membiarkan opini mengalahkan fakta.

Hoaks tentang 5G dan COVID-19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun