Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #10 ; Beri Aku Waktu

28 Maret 2015   23:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Alisa mempertanyakan siapa yang paling Ridwan cintai, ia bahkan meminta keputusan. Ridwan sendiri tak tahu siapa yang lebih ia cintai saat ini

"Alisa, aku..... Aku mohon jangan pertanyakan itu!"

"Kenapa?"

"Karena aku tidak tahu!"


Alisa menatapnya tajam, dan itu membuat Ridwan semakin tersudut. Ridwan mencoba menghindari kontak mata mereka.


"Saat ini....., bisakah kita hanya menjalaninya!" pinta Ridwan, "tolong beri aku waktu, untuk memutuskan!"


"Waktu!" desis Alisa, "aku butuh kepastianmu, Wan. Jika kamu memang memilih aku, kamu harus meninggalkan Nadine. Dan jika kamu memang lebih memilih Nadine, maka aku yang akan pergi!"

"Tidak Alisa, tidak sekarang. Kita bahkan baru bertemu!"

"Kamu tidak ingin aku pergi?" tanya Alisa.


"Aku....., aku sangat senang....kita bersaam saat ini!"

"Lalu aku harus membagimu lagi, begitu?"

"Lagi, apa maksudmu lagi? Alisa dulu antara aku dan Farah, kami.....kami tidak memiliki hubungan apapun!"

"Kamu bohong!"

"Aku tidak bohong,"


Alisa mengalihkan pandangannya, saat itu di sekitar mereka cukup sepi. Hanya seorang cleaning service yang sedang membersihkan lantai tak jauh dari mereka. Yang dengan tanpa sengaja tentu masih bisa mendengar percakapan dua orang itu.


"Kamu tidak bisa memilih di antara kami, kamu tidak bisa melepaskan Nadine tapi kamu juga tidak mau aku pergi, lalu apa yang kamu mau?" teriak Alisa dengan sedikit terengah-engah.

"Alisa....!"

"Kamu masih mencintai aku kan?" tanya Alisa lagi.


Ridwan terbungkam, menatap kembali mata wanita di depannya. Ia menyadari ia memang masih tak rela jika Alisa kembali menjauh tapi untuk saat ini, ia juga tak bisa meninggalkan Nadine begitu saja.

"Beri aku waktu!" pintanya lagi.


Alisa menggeleng pelan, "tidak, tidak Wan. Kamu itu milikku, cuma milik aku!" desis Alisa, "aku tidak akan membiarkan siapapun merebutku dariku!"


Ridwan mendekat, "Alisa!" desisnya, "kalau kamu tidak bisa meninggalkannya, aku yang akan menyingkirkannya darimu!" geramnya. "Alisa!" Ridwan mendekat lagi padanya, meraih lengannya karena Alisa mulai kehilangan kendali. "kamu harus tinggalkan dia, Wan. Kamu harus harus!" tangisnya.

"Tolong beri aku waktu!"

"Tidak!" Alisa mencoba menyingkirkan tangan Ridwan, "tenangkan dirimu!" pinta Ridwan. "kamu harus meninggalkannya, Wan. Kamu harus!" seru Alisa. "Alisa, aku mohon!" Ridwan mencoba menenangkannya. Karena Alisa meronta maka ia kembali memeluknya, tapi Alisa mencoba mendorongnya, "Alisa....!"

"Kamu harus meninggalkannya atau aku akan membunuhnya!" desisnya. "Alisa, ku mohon tenanglah!" pintanya. Tapi Alisa malah terisak di bahunya, "aku tidak bisa hidup tanpamu....., aku sangat mencintaimu!"


"Aku tahu...., aku tahu!"


*****


Malam itu Ridwan menemani Alisa hingga larut malam, bahkan sempat ngobrol dengan Sinta meski hanya sebentar saat wanita itu sadar. Setelah Ridwan pamit, Alisa terus merenungi sikapnya belakangan ini. Terutama sikapnya terhadap Nadine. Ridwan benar, semua ini bukan salah Nadine. Mungkin juga bukan salah Ridwan, tapi kesalahannya sendiri. Jika dirinya tak terlalu bodoh saat itu, terkena bujuk rayu pria yang bernama Lucas yang mengenalkannya pada ekstasi saat dirinya depresi karena pertengkaran kedua orangtuanya yang tak pernah habis. Mungkin dirinya tak harus mendekam di panti rehab dan membuat Ridwan terenggut darinya.


Malam-malam seperti ini terkadang membuatnya merasa semakin sepi, seperti beberapa tahun terakhir. Memang, sekarang ia sudah bisa bertemu lagi dengan Ridwan. Tapi bukan dalam keadaan seperti ini yang di inginkannya, mungkin akan lebih mudah jika ia tak mengenal Nadine lebih dulu. Malam itu Alisa tak bisa memejamkan mata. Selain tidur di sofa cukup membuat badannya pegal, pikirannya terus melayang memikirkan banyak hal.

*****

Pagi itu Nadine pergi dengan sopirnya saja, ia masih diam di dalam mobil di halaman toko bakery Alisa. Ia bimbang antara harus masuk atau tidak, terlihat dari kaca Alisa sibuk membantu Fitri Dan Ita. Saat Alisa masuk ke pantri baru ia memberanikan turun dari mobil dan memasuki toko itu. Ia celingukan ketika memasuki pintu masuk. Lalu ia berpura-pura memilih beberapa roti dan cupcake, tapi matanya sesekali tertuju ke pantri.

Alisa membawa baki berisi beberapa cupcake keluar pantri, tapi matanya melihat Nadine sedang ada di dalam toko makanunya ia kembali mundur, bersembunyi di balik tembok di sisi pintu. Nadine menyerahkan beberapa cupcake ke kasir.

"Pagi mbak Nadine!" sapa Ita,
"Pagi Ta, oya....boleh aku tanya?"
"Iya mbak!" jawab Ita seraya memasukan belanjaan Nadine ke dalam kemasan cake. "bagaimana keadaan tante Sinta?"
"Ibu Sinta.....sepertinya....kondosinya semakin menurun mbak!"
"Apakah Alisa baik-baik saja dengan hal itu?" tanyanya hati-hati, Ita menatapnya. "maaf, seharusnya tak ku tanyakan itu. Tentu dia tidak baik-baik saja, iya kan!"
"Mbak Nadine kan sudah cukup dekat dengan Mbak Alisa. Apa sedang bermasalah?"
"Eh....., oh tidak. Hanya belakangan ku lihat Alisa banyak muruh, itu saja!" Nadine membayar cakenya dengan uang case, "terima kasih ya!" katanya lalu keluar dari sana. Alisa mengintip, menunggu mobil Nadine meninggalkan halaman tokonya.

Setelah mobil itu pergi ia baru keluar.

"Mbak Alisa, tadi mbak Nadine ke sini. Kenapa mbak Alisa tidak menemuinya?"
"Eh...., aku tidak tahu!" kilahnya tanpa menoleh pada Ita. Tapi sepertinya Ita tahu kalau sedang ada masalah dengan keduanya. Sejenak Alisa melamun setelah menyusun dagangannya.

*****

Aku tahu kamu tahu kalau aku datang, Alisa. Tapi kenapa kamu sengaja tidak menemuiku? Kesalahan apa sebenarnya yang telah aku perbuat, kenapa kamu jadi menghindar dariku?

Nadine masih memikirkan tentang sikap Alisa yang berubah belakangan ini. Ia masih tak mengerti kenapa, padahal dirinya sudah cukup menyukainya. Entah kenapa ia jadi ingin tahu semua tentang Alisa. Bukankah sebelumnya Cheryl cukup mengenal Alisa, mungkin saja ia bisa.....tidak! Jika dirinya menanyakan hal itu pada Cheryl, itu tidak akan membantu. Cheryl sudah terlihat jelas tak menyukai Alisa.

*****

Di sanggar Alisa masih cukup dingin dan selalu menjauh dari semuanya. Menjelang waktu istirahat Nadine melangkah perlahan menghampirinya yang sedang melakukan pendinginan. Nadine duduk di sampingnya, memperhatikannya. Dan Alisa bersikap seolah tak memperhatikan keberadaannya.

"Alisa, bisakah kita bicara?" tanya Nadine, Alisa masih terus melanjutkan kegiatannya hingga selesai. Lalu duduk bersila. Diam.
"Aku tidak tahu kenapa kamu marah sama aku, tapi aku sungguh tidak bisa jika kita seperti ini!" desisnya. Alisa masih diam. "aku baru saja menemukan teman yang cocok denganku, dan aku nggak mau kehilangan persahabatan kita yang baru saja kita jalin. Aku mohon, Alisa.... Katakan saja apa salahku?"

Perlahan Alisa menunduk lalu menggeleng pelan. Ada buliran bening yang merembes dari matanya, ia segera menyekanya sebelum Nadine melihatnya. Lalu ia memgangkat kepalanya kembali.

"Tidak, kamu bahkan tak melakukan apapun yang salah. Aku hanya.....sedang marah pada diriku sendiri, itu memang aneh....aku juga tidak tahu kenapa!" akunya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Nadine,

Alisa terdiam dan menatap Nadine dalam. Ia tak mungkin memberitahukan Nadine soal hubungannya dengan Ridwan saat ini.

"Maafkan aku, tapi aku tak bisa menceritakannya padamu sekarang!" serunya, Nadine membalas tatapan itu. "tak apa, mungkin....memang kamu butuh waktu. Tapi kalau kamu punya masalah apapun, kamu bisa cerita sama aku. Kita bisa saling berbagi!"

Berbagi? Aku ragu tentang hal itu Nadine. Apa kamu mau berbagi Ridwan sama aku? Apakah kita bisa saling berbagi cinta pria yang sama? Itu tidak mungkin kan!

Alisa mencoba memasang senyum, "maaf jika sikapku kemarin membuatmu bingung, aku memang konyol!"
"Tidak, itu wajar jika seseorang sedang dalam masalah. Tak apa-apa, aku senang karena kamu sudah mau bicara lagi sama aku. Kita masih berteman kan?"
"Tentu saja!"

Nadine tersenyum girang lalu ia memeluk Alisa dengan hangat. Alisa membalas pelukan itu, matanya kembali menghangat, ia tak pernah merasakan pelukan seorang teman yang sehangat itu. Teman yang benar-benar tulus dengannya, lalu apakah ia harus mengkhianatinya? Alisa kembali menitikan airmata, dan lagi-lagi ia segera menyekanya karena tak mau Nadine tahu. Ia sungguh tak ingin kehilangan persahabatan ini, untuk pertama kali dalam hidupnya. Tapi ia juga masih tak ingin kehilangan Ridwan. Apalagi Ridwan seperti memberinya harapan yang selama ini memang masih tersisa.

Cheryl melirik dari kejauhan, ia menggerutu melihat dua orang itu sudah kembali akrab. Ok, nikmati saja kebersamaan kalian saat ini. Karena itu tidak akan berlangsung lama, Alisa.....kamu harus menyingkir dari sanggar ini. Aku tidak akan membiarkanmu kembali menjadi nomor satu, ingat itu!

"Oya, nanti aku ikut menjenguk tante Sinta ya lagi. Tidak keberatan kan?" pinta Nadine, "tentu saja, aku justru senang. Mama juga pasti senang di kunjungi oleh kamu!"
"Lain kali kamu juga harus main ke rumahku, mamaku ingin sekali ketemu kamu!"
"Memangnya kamu cerita soal apa tentang aku sama mamamu?"
"Semuanya, tapi mereka semua pada heran!"

"Kenapa?" tanya Alisa seraya membuka tutup botol minumnya, "karena.....jujur saja aku bukan orang yang mudah cepat akrab dengan teman baru. Tapi kok....aku langsung suka sama kamu!"
"Tapi kamu tidak jatuh cinta sama aku kan?" goda Alisa,
"Ih....memangnya aku udah nggak waras!" balas Nadine.

Mereka tertawa bersama dengan akrab meski sebenarnya ada yang mengganjal di hati Alisa. Tapi Nadine terlalu baik untuk di sakiti, tak seharusnya dirinya memaksa Ridwan untuk meninggalkannya. Nadine pasti akan sangat terluka, apalagi pernikahannya sudah di depan mata.

**********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun