Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] | [30/55] No Other, The Story

31 Januari 2020   19:53 Diperbarui: 31 Januari 2020   19:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MEIFEN'S DIARY

CHAPTER 30

HAPPY TOGETHER

                Jadi beginilah keadaan kami sekarang yang berpetualang di Seoul. Gajiku, Manshi dan Yifang mulai merangkak naik, meski Yifang mengaku belum bisa membayar hutang, bahkan terpaksa meminjam lagi untuk biaya kuliah semester genap kami. Tapi aku yakin kalau kita bekerja keras, pasti suatu hari bisa terbayar. Nah, si Manshi sekarang dalam keadaan sedikit mengenaskan, dia sedang berusaha keras diet, sudah berhasil turun 8 kg, tapi dia masih mati-matian ingin mencapai targetnya, turun 15 kg. yifang, sekarang berpacaran dengan Yesung yang untuk sementara tinggal di apartemen kami, dengar-dengar sedang cekcok dengan Ryeowook. Kalau Xili... dia dekat lagi dengan Donghae. Entah kenapa, sekarang Yifang sepertinya membiarkan saja kalau Xili mau keluar berdua dengan Donghae, bisa jadi karena Yesung membujuknya. Sedangkan aku? Aku... masih begini deh. Aku masih menginginkan Hangeng. Apa salahnya berusaha lagi? Siapa tau aku masih punya sedikit kesempatan...

                "Aih, Aqian, kau lagi ngapain?" Tanya Yifang, baru muncul di dapur.

                "Aku baru saja membereskan dapur yang kalian buat berantakan," jawabku sambil menunjuk wajahnya dan Yesung yang menempel erat padanya.

                "Hahaha... mianhae, Meifen... lain kali aku tidak akan membuat dapur kalian begitu lagi deh," janji Yesung sambil tertawa.

                "Sudahlah, oppa, meski oppa bilang begitu, nanti kapan juga pasti diulangi. Kalian kalau mau belajar masak bisa sama Hangeng oppa tuh."

                "Tapi Geng oppa sibuk," tuduh Yifang.

                "Ya sudah, at least kalian bereskan lagilah dapurnya. Untung aku off hari ini, jadi aku bisa bantu beres-beres."

                Aku meletakkan batang dark chocolate yang besar ke atas mangkuk anti panas, lalu meletakkannya ke permukaan panci yang berisi air mendidih. Aku melihat mangkuk itu mengapung cukup aman.

                "Ahhhhhh! Cokelat!"

                Yifang seperti biasa berteriak lebay, entah yang mana dulu yang mengusik inderanya, bau cokelatnya atau dia melihat bungkus cokelatnya.

                "Ah ya, tiga hari lagi kan memang Valentine, chagiya..." kata Yesung penuh sayang.

                "Aku mau cokelat..."

                "Nanti aku kasih deh."

                "Ngomong-ngomong Aqian, kau mau buat cokelat sebanyak itu? Semuanya?"

                Aku melihatnya menunjuk tiga tumpuk bungkusan cokelat berbagai variasi: dark chocolate, brown chocolate dan white chocolate. Aku mengangguk.

                "Sebanyak itu untuk apa?"

                "Ya untuk kalian semualah. Coba pikir teman kita ada berapa banyak, lalu memangnya aku tak tau kau makan cokelat bisa sangat banyak?" jawabku sambil nyengir.

                "Aku akan membelikannya banyak-banyak cokelat kalau begitu," Yesung yang menjawab.

                "Sudahlah, kalian berdua jangan ganggu konsentrasiku lagi. Sana ke tempat lain saja. Melihat kalian yang mesra-mesraan aku jadi iri."

                "Ya Aqian menyusul dong," usul Yifang.

                Ngomong sih enak. Memangnya Hangeng bisa melupakan Xili begitu saja dan jadian denganku? Aku sih berharap hubungan Xili dan Donghae menanjak, kalau bisa, mereka jadian, biar aku punya kesempatan jauh lebih besar lagi.

                "Sudahlah, aku masih ingin jomblo. Sana... sana..." usirku, mengibas-ngibaskan tanganku.

                "Yuk kita jalan-jalan, oppa. Aku bosan di apartemen saja. Hari ini aku kosong seharian."

                "Boleh. Ayo ke taman bermain saja," ajak Yesung, menggandeng Yifang pergi.

                Aku geleng-geleng kepala melihat hubungan mereka. Kalau begini caranya, sebentar lagi mungkin apartemen ini akan ketambahan satu anggota lagi: bayi. Mereka sering sekali mesra-mesraan, yah, paling yang pernah kulihat hanya sebatas peluk-pelukan sih, tapi tetap saja membuatku iri. Beruntung sekali si Yifang, orang pertama yang berhasil mendapatkan pacar, lagipula pacarnya itu seorang penyanyi yang (baru saja) dinobatkan menjadi penyanyi pria bersuara paling indah nomor enam se-Korea. Lagipula Yifang sudah lama menginginkannya. Sekarang tinggal aku... yang perlu berusaha lebih keras. Aku mengambil cokelat yang sudah meleleh, mencampurkannya dengan satu sendok makan margarine, lalu mulai memasukkannya ke dalam cetakan yang beragam. Aku sudah tau siapa saja yang akan kuberikan cokelat. Dan ketika melakukan ini semua, aku tersenyum. Namanya juga Valentine, aku harus membuatkannya dengan penuh cinta dong.

                Hari Rabu, tepat hari Valentine. Aku beruntung hari ini tidak berkuliah, dan kini memandangi setumpuk besar cokelat yang sudah kubungkus dengan plastic transparan manis, cokelat-cokelat itu bertumpuk-tumpuk di dalamnya. Aku bangun dengan setengah berharap aku bisa bangun paling pagi hari ini, tapi aku sudah melihat sosok Yifang di meja makan, menyiapkan sarapan kami: roti dan teman-temannya.

                "Pagi, Aqian..." sapanya ceria.

                "Ah, kau selalu bangun pagi. Tunggu sebentar," pintaku sambil menghilang lagi ke kamar.

                Aku kembali lagi dengan membawa sebungkus cokelat yang isinya ada dua belas cokelat kecil dan memberikan padanya.

                "Ini. Happy Valentine's Day."

                "Huaaaaa... Aqian, gomawo!!!"

                Dia memelukku, senang sekali. Dan pagi itu aku sudah memberikan cokelat pada Xili (sekaligus menitipkan bagiannya Suxuan, Kangin dan Henry karena aku tidak ke kampus hari ini), Yesung, dan Manshi (yang bangun paling siang, juga menitipkan bagian Heechul padanya). Selesai berdandan, aku membawa kantong besar menuju apartemen 707. Rupa-rupanya yang membuka pintu adalah Donghae, terlihat segar, baru habis mandi.

                "Oppa, happy Valentine's Day."

                Aku menyodorkan kantong itu padanya. Dia menerimanya dengan sedikit bingung.

                "Err... Meifen, ini untukku?" tanyanya.

                "Untuk semua penghuni apartemen ini, oppa. Disitu sudah kutulis namanya kok."

                "Ah... gomawo kalau begitu, Meifen. Happy Valentine's Day. Mau masuk dan sarapan? Wookie baru selesai memasak lho."

                "Eng... aku harus ke klub dance pagi ini, oppa, gomawo undangannya. Salam untuk yang lain ya, aku pergi dulu."

                "Oke. Sampai jumpa..."

                Donghae baru menutup pintu ketika aku sudah di dalam lift. Benar, hari ini aku mau meningkatkan kemampuan dance-ku, mumpung lesnya juga gratis. 45 menit kemudian aku sudah di depan gedung yang disewa duet Eunhyuk-Shindong tempat mereka mengajar menari. Dalam gedung ini ada banyak club, selain club dance mereka berdua (mereka menyewa dua ruangan yang besar), ada juga club piano, vocal, dan beberapa alat music lainnya. Aku lupa hari ini di jadwal siapa yang mengajar, jadi aku mengintip ke ruangan 901 di lantai Sembilan yang biasanya dipegang Eunhyuk, dan ternyata ada Eunhyuk dan Shindong di dalam sana, berdua.

                "Selamat pagi, oppadeul!!!"

                "Meifen? Wuah... cepat juga kau datang," ujar Eunhyuk.

                "Aku ganti baju dulu."

                Aku ke kamar ganti yang ada di belakang ruangan, lalu masuk kembali setelah memakai baju dance yang ketat lengkap dengan sepatu balet, lalu memberikan dua bungkus cokelat untuk mereka masing-masing.

                "Asyik aku dapat cokelat! Lumayanlah aku tak punya pacar tapi bisa dapat cokelat."

                "Ya~ Hyuk, kau kan banyak fans. Lihat saja kau akan dapat berapa banyak dari anak murid dan pendengar setiamu," goda Shindong.

                "Tapi hyung juga pasti dapat dari anak murid."

                "Ngomong-ngomong kalian berdua sudah lama sekali tidak main ke apartemen kami. Apa sibuk sekali?" tanyaku.

                "Benar juga. Bagaimana kalau hari Minggu ini kami kesana? Kalian ada di apartemen?" Eunhyuk balik bertanya.

                "Ada aku dan Xili sih yang pasti, kalau Yifang dan Manshi aku kurang tau."

                "Ya~ ayo kita kesana, hyung."

                "Aku tak bisa. Err... hari Minggu ada yang harus kukerjakan," tolak Shindong, "aku lain kali saja kesana ya."

                "Oke, gwaenchana," kataku, "Cuma kalian perlu melihat Manshi. Dia sudah lebih kurus 8 kg."

                "MWO?" Tanya keduanya kaget.

                "Wew... Manshi pasti lebih langsing sekarang," ucap Eunhyuk.

                "Tapi ya begitulah, aku kadang kasihan liat dia menahan lapar. Selama dia tidak sakit sih masih oke. Kalian jangan kasih tau Leeteuk oppa. Dia bisa marah kalau tau ada yang diet begitu," wantiku.

                "Beres. Begitulah si hyung, peduli pada semua orang, hahaha... aku juga sudah lama sekali tidak ke apartemennya KRYSD."

                "Benar juga ya Hyuk. Murid kami bertambah lagi, Meifen, jadi kami nyaris mengajar tanpa berhenti nih. Apa kabarnya mereka?" Tanya Shindong.

                "Kurasa baik-baik saja, tadi pagi aku mampir memberi cokelat. Tapi apa kalian tau kalau Yesung oppa pindah ke apartemen kami?" aku balik bertanya.

                "Mwo? Kenapa? Dia kan biasa tak terpisahkan dari Wookie," ujar Eunhyuk heran, "biasanya malah yang satu manja-manja padanya, yang satu lagi belain yang lainnya terus."

                "Sepertinya mereka ada masalah, tapi sampai sekarang tidak ada yang tau sebenarnya mereka ada masalah apa. Dua-duanya juga tak mau ngomong. Jadi Yesung oppa tidur di kamar Yifang, Yifang berdua dengan Manshi."

                "Wuah... aku sempat kaget tadi. Kupikir kau mau bilang Yesung hyung tidur berdua dengan Yifang."

                "Tak sampai separah itu sih, tapi sekarang mereka sudah pacaran."

                "MWO?" Tanya mereka berdua lagi, kompak sekali.

                "Wuah, aku harus minta traktiran pada mereka kalau begitu," kata Shindong, terlihat senang.

                "Aigo~ akhirnya Yesung hyung bisa bangkit juga dari masa lalunya. Hatinya terobati," ucap Eunhyuk, sama juga, kelihatan senang.

                Okelah, satu cerita sudah happy ending. Bagaimana denganku? Aku juga harus membuatnya happy ending, kan? Dan ketika aku berpikir begitu, aku mendengar ponsel yang kuletakkan di atas tasku di pojok ruangan berdering. Aku berlarian menuju ponselku, dan Siwon mengirimiku SMS.

Sekarang kau dimana?

                Aku langsung saja membalasnya.

Aku di klub dance sampai jam dua belas, jam tiga baru masuk resto. Ada apa?

                Dan dia membalasnya dengan sangat cepat, padahal tidak biasanya dia begini. Dia kan si sibuk Mr. CEO Choi.

Kita makan siang bareng, aku akan menjemputmu di klub. Sampai ketemu.

                Ah, ya sudahlah kalau dia mau mengajakku makan siang bareng. Lagian aku bisa memberikan cokelatku padanya, kalau tidak entah kapan aku bisa memberikannya lagi. Hubungan kami membaik dengan sangat drastic sejak aku sembuh dari keracunan, tapi Siwon sudah menegaskannya kalau ini bukan semata-mata karena dia ingin membalas budi. Dia hanya ingin berteman denganku. Ternyata juga kepribadiannya tidak seburuk yang kukira. Meski kadang agak arogan, tapi ketika aku menasehatinya, dia bisa menyadari kesalahannya dan berubah. Kami, bisa dibilang jadi sahabat sekarang. Dia tau aku suka Hangeng, jadi dia menjadi penasehat di belakangku, memberitau apa-apa saja yang harus kulakukan agar membuat Hangeng mulai menyukaiku. Sejauh ini, kupikir, taktiknya agak berhasil. Setidaknya aku dan Hangeng dekat, meski bukan berstatus pacaran, tapi sahabat, bisa jadi.

                "Kau tidak menunggu lama kan, Meifen?" Tanya Siwon.

                Dia memarkir mobil Mercedez Benz-nya tepat di depanku dan membuka kaca untuk bicara denganku. Aku melirik arlojiku, hanya 10 menit.

                "Tidak juga, hanya 10 menit kok," jawabku sambil masuk begitu saja ke mobilnya.

                "Akan kuajak kau makan di resto enak hari ini. Anggap kado Valentine dariku."

                "Hahaha... macam-macam saja kau ini. Nih, ini kado Valentine-ku."

                Dia mengambil bungkusan cokelat yang kusodorkan.

                "Gomawo. Kau tidak memberikannya pada Hangeng hyung?"

                Dia mulai menstarter mobilnya (cokelatku diletakkannya di dalam tasnya) dan setelah memastikanku memakai sabuk pengaman dengan aman, dia baru berjalan.

                "Nanti aku kasih. Punya dia bungkusannya berbeda. Punyamu dan punya Manshi sama, hahaha..."

                "Jadi kau memberikan Manshi cokelat sebanyak ini juga? Bagaimana kalau dia jadi gemuk lagi?"

                "Tidak mungkin, Siwon. Dia sudah kurus terlalu banyak menurutku, ada baiknya dia makan yang seperti ini lagi," jawabku sambil tertawa.

                Kami berjalan ke pusat kota yang jarang aku hampiri. Harap maklum, kehidupanku di Seoul sepertinya sangat sempit, hanya di seputar kampus-pasar barang-barang murah-apartemen-resto-salon Manshi.

                "Kau ada rencana apa? Maksudku, ini kan Valentine? Kau tidak mengajak orang yang special untuk makan malam atau sejenisnya?"

                "Kau tau aku tidak punya pacar, Meifen."

                "Tapi bukannya kau sering dijodohkan ke wanita-wanita kelas atas, misalnya anak rekan bisnis appamu, atau sejenisnya?"

                "Siapa yang memberitaumu itu?"

                "Zhoumi oppa."

                "Dia akan kumakan nanti. Aku hanya mengajak mereka makan malam sekali, dan setelah itu aku tak pernah lagi kencan dengan mereka. Aku tidak suka pada mereka, alasan yang gampangnya."

                "Ya, kau bisa mencari lagi, kan? Siapa sih yang tidak suka padamu?" tanyaku heran.

                "Sedang tidak berminat, hahaha... nah, ini dia, kita sudah sampai."

                Ternyata kami hanya naik mobil selama 10 menit saja. Aku turun di sebuah resto yang kelihatannya resto mahal, lalu mengikuti langkah Siwon. Para pelayannya berseragam dan kelihatan professional. Tapi itu bukan berarti resto kami kalah, dong. ZhongHan House selalu no. 1.

                "Pesan apa saja yang muat di perutmu. Jangan khawatir, aku yang traktir. Kebetulan aku juga lapar, tadi pagi tak sempat sarapan. Tapi aku boleh memilih menu yang berdaging untukku sendiri?"

                "Tentu, tak masalah."

                Aku menelusuri daftar menunya dan memesan tiga jenis lauk, sedangkan Siwon memesan lima, tiga di antaranya bisa kumakan juga. Aku baru tau kenapa Siwon sengaja memilih resto ini, soalnya resto ini menyajikan menu vegetarian juga.

                "Kurasa aku akan bilang pada Hangeng oppa kalau aku menyukainya."

                "Kau akan mengungkapkan perasaanmu padanya?" Tanya Siwon, terdengar kaget.

                "Waeyo? Ini bukan waktu yang tepat?"

                "Tentu saja tepat! Pikirkan... Valentine's Day! Jadi kau akan memberikan cokelat dan mengungkapkan perasaanmu saat itu? Ide yang bagus!"

                "Siwon, apa menurutmu... aku akan berhasil?"

                "Tak ada salahnya mencoba, kan? Lagipula selama ini taktik kita cukup berhasil. Untuk mengetahui hasilnya, tentu saja pria pemalu seperti Hangeng hyung perlu dipancing. Lakukan saja, Meifen."

                "Kalau aku berhasil, aku akan mentraktirmu malam ini."

                "Aku tunggu kabar baik darimu. Mari bersulang untuk kesuksesanmu dan... traktiran untukku."

                Aku tersenyum, merasa beruntung bisa bersahabat dengannya. Ternyata benar apa yang dikatakan Hangeng, Siwon sebenarnya orang yang baik. Dia berubah menjadi angkuh dan segala macamnya semata-mata hanya karena profesinya yang seorang CEO, jadi dia harus berwibawa dan mampu menakuti saingannya. Siapapun yang menjadi pacarnya, kupikir, pasti sangat beruntung. Selesai makan, dia mengantarku langsung ke resto. Dua hari yang lalu kami sibuk menghiasi resto ini dengan dekorasi Valentine, dan kami juga rapat untuk merencanakan beberapa menu special Valentine dan diskon khusus bagi yang merayakan Valentine disini. Boleh dibilang sepertiga dari usul di rapat itu akulah yang ajukan, dan hampir semuanya dipenuhi, seperti misalnya cupid-cupid kecil yang digantung di langit-langit itu. Dan resto ramai, hampir semuanya adalah pasangan. Pantas saja kini ommanya Hangeng sudah bisa berangkat ke Beijing dengan tenang, percaya anaknya mampu meneruskan resto ini sendirian.

                "Meifen, selamat datang. Lihat, resto kita ramai," sambut Hangeng sambil tersenyum.

                "Baguslah kalau begitu, oppa. Ayo kita kerja keras lagi, mudah-mudahan malam bisa lebih ramai lagi," harapku.

                Dan ternyata harapanku terkabul, karena sejak jam lima sore, kami semua kewalahan dengan jumlah pengunjung yang datang dan bahkan harus mengantri sampai ke luar resto. Aku bergerak tanpa henti, begitu juga dengan rekan sesama pelayanku yang lain, dan lima koki termasuk Hangeng juga memasak tanpa henti. Suara pintu dibuka, kami menyambut pengunjung, mencatat pesanan, mengantar pesanan, bunyi bel pertanda makanan sudah jadi, mengantar makanan, memberikan bill, membereskan meja, semuanya berjalan cepat, rasanya seperti permainan bernama Diner Dash yang dimainkan Yifang di laptopnya (yang semua serinya berhasil dia tamatkan dalam dua hari). Kami baru bisa mulai bernafas lega pada jam delapan malam, dimana antrian sudah tak ada, meski meja penuh. Tapi itu berarti, aku yakin, pemasukan yang besar untuk ZhongHan House hari ini. Aku juga mendapat banyak voting sebagai pelayan terbaik hari ini dari pengunjung.

                "Meifen, bisa kesini?"

                Aku melihat Hangeng memanggilku dari balik pintu menuju lantai atas. Aku mengangguk padanya, sementara menyembunyikan bungkusan cokelat untuknya dengan aman di balik seragamku. Aku menyusulnya yang sudah menungguku di lantai dua.

                "Ng... Meifen, aku ingin minta tolong padamu. Tapi sebenarnya aku malu sekali," ujarnya, dia menundukkan kepalanya.

                Aku keheranan, tapi tersenyum padanya.

                "Kalau memang ada yang bisa kubantu, jangan ragu, oppa. Tak perlu malu, kita kan teman."

                Lalu dia mengeluarkan kantong kecil berwarna putih dengan corak bintang-bintang berwarna pink, indah sekali.

                "Tolong berikan ini pada Xili, ya. Dia jarang sekali kesini sekarang, tapi kupikir dia sibuk dengan kuliahnya? Aku memang bodoh tidak berani memberikan ini langsung padanya. Ng... aku bisa mengandalkanmu, kan, Meifen?"

                Dan aku merasa seolah pisau sedingin es menusuk hatiku. Hangeng... ternyata masih memikirkan Xili. Bukannya kami sekarang dekat? Bukannya harusnya usahaku berhasil? Kenapa dia bukannya menyukaiku, tapi masih mengharapkan Xili?

                "Oppa... masih mencintai Xili, begitu? Meski Xili sekarang jarang kesini? Dia jarang kesini karena dia dekat dengan Donghae oppa," ucapku, berusaha mengendalikan emosiku.

                "Gwaenchana. Pilihan di tangannya, tapi aku... memang tak bisa melupakannya. Seperti yang kau katakan dulu, kita tak bisa langsung begitu saja menghapus perasaan cinta kita pada seseorang, tapi membiarkan waktu yang membuat kita melupakannya. Aku sudah mencobanya, tapi aku tak bisa. Kupikir hatiku sudah sepenuhnya untuknya."

                Aku sudah tau sekarang, apa jawabannya kalau aku masih nekad mengungkapkan perasaanku. Aku mengambil kantong itu, lalu berlarian meninggalkannya. Aku mengindahkan panggilannya, aku masih terus berlari, lalu meletakkan cokelatku untuknya di ujung bawah tangga. Akhirnya aku sudah berlari sejauh yang aku bisa. Aku bernafas terengah-engah, masih mencengkeram kantong itu, lalu membiarkan air mataku menetes. Aku boleh menangis kan? Aku boleh menangisi kebodohanku, kan? Aku boleh melepaskan semuanya sekarang, kan?

                "Meifen..." suara seorang pria, aku tau dia siapa, memanggilku dari belakang.

                "Siwon... kenapa... kau ada disini?"

                Aku menghapus air mataku, bernafas senormal mungkin, berdeham agar suaraku juga terdengar normal. Aku tak ingin seorangpun melihatku menangis.

                "Aku mengkhawatirkanmu. Aku dari jam tujuh sudah menunggu disini. Apa kau tau, ini adalah taman tempat aku minta maaf padamu? Kau ternyata kesini. Jangan menangis lagi. Tanpa perlu kau ceritakan padaku, aku tau apa yang terjadi."

                "Kenapa aku gagal lagi, Siwon? Kenapa yang ada di hatinya Cuma Xili? Apakah aku memang... tidak memiliki sesuatu yang special?"

                "Meifen, cinta memang tak bisa dipaksakan. Kadang kita tidak mendapatkan cinta yang kita harapkan, tapi kadang juga kita justru mendapatkan cinta yang tidak kita harapkan. Istilah lainnya, cinta bisa datang kapan saja, tak ada yang bisa mencegah, tak ada yang pernah tau."

                Aku merasakan tangannya menepuk bahuku. Beberapa tetes air mata lagi lolos dari mataku. Aku terisak sekali.

                "Kupikir dengan menjalankan taktik kita, aku bisa berhasil. Aku pikir dengan selalu berada di sampingnya, memenuhi apa kemauannya termasuk memberinya update tentang keadaan Xili, aku bisa menarik perhatiannya," kataku, "tapi rupanya kita gagal."

                "Meifen, mianhae... semua itu usulku pada awalnya. Harusnya aku tidak menyuruhmu begitu, hasilnya malah lebih menyakitimu."

                "Tidak, itu bukan salahmu, toh aku juga setuju. Lagipula aku tak menyangka aku akan gagal. Aku hanya perlu... menghapus sakit hatiku ini."

                "Meifen, aku akan membantumu menghapus sakit hati itu."

                "Kau sudah membantuku dengan muncul di saat seperti ini, Siwon. Aku sudah sangat bahagia. Kau memang sahabat yang baik."

                Saat itu dia membalikkan tubuhku sepenuhnya dan memandang lurus ke mataku. Dengan tangannya yang kekar, dia menghapus bekas air mata di pipiku, tapi itu malah membuatku menangis lagi.

                "Aku belum membantumu sama sekali. Aku akan membantumu dengan cara yang lebih efektif. Aku akan menggantikan posisi Hangeng hyung di hatimu."

                Sebelum aku sempat mencerna kata-katanya, dia sudah mencium pipi kananku. Hangatnya perasaan itu... menjalar ke hatiku...

A little bit closer love

i'll always protect you so we're like how we are now
 When you're feeling exhausted and hurt and pained.. all you have to do is lean on me
Happy Together

Always happy together

                "Mianhae, Meifen, apa aku membuatmu kaget?" Tanya Siwon.

                Aku tidak berani bergerak, atau aku pikir aku bahkan lupa bernafas. Apa yang tadi dia lakukan? Menciumku?

                "Aku... sebenarnya tidak menyadarinya... aku... aku sudah memikirkanmu sejak dulu, sejak kita pertama kali bertemu. Saat itu aku sudah berpikir kau cantik, kau gadis yang kuat, dan bahkan kau berani melawanku. Dan juga... ketika kau nyaris mati, apa kau tau kau juga membuatku ingin mati? Karena itu aku tidak rela dipisahkan dari sisimu saat di rumah sakit, kecuali hanya dua kali, itu saja aku perlu diseret Henry."

                Dia memikirkanku? Siwon? Kenapa? Kenapa bukan Hangeng?

                "Dan apakah kau tau betapa sakitnya hatiku ketika tau kau mencintai Hangeng hyung, bukan aku? Dan kini hatiku jauh lebih hancur lagi ketika sekali lagi Hangeng hyung menyakitimu. Meifen, lupakanlah dia, kumohon. Aku tak ingin melihat kau menangis lagi. Aku berjanji, kalau kau bersamaku, aku tak akan membiarkanmu menangis lagi. Tolong berilah aku kesempatan untuk membahagiakanmu, Meifen. Tolong bukalah pintu hatimu untukku," pintanya.

                Otakku macet. Siwon... yang kukira sahabatku... ternyata mencintaiku? Apa dunia sedang bercanda denganku?

                "Kalau memang setelah aku berusaha, kau tidak juga bisa mencintaiku, aku akan pergi dengan rela. Meifen?"

                Aku memandang matanya yang sorotnya memohon padaku. Siwon... dia pria yang baik. Lagipula ketika aku menolongnya, bukankah aku sebenarnya... takut kehilangan dia? Karena itulah aku berpikiran sebaiknya nyawaku yang dikorbankan, bukan nyawanya. Itu artinya... sebenarnya dia... mungkin ada di dalam hatiku? Bagaimana kalau aku memberinya kesempatan?

                "Baiklah, Siwon. Kita... mungkin bisa mencobanya. Tapi kau tidak boleh menyakitiku, tidak boleh membiarkanku menangis," tegasku.

                "Geuraeyo? Kau memberiku kesempatan? Ya, Meifen, aku akan membahagiakanmu!"

                Dan kini aku di dalam dekapannya. Aku merasakan senyum di bibirku. Aku memandangi kantong yang tergeletak di kursi taman. Hanya semudah inikah, aku sudah merasakan hatiku tidak terlalu sakit lagi? Jangan sampai aku hanya menganggapnya pelarian. Mudah-mudahan tidak begitu. Awal yang baru bagiku... mungkin itulah yang terbaik untukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun