Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

"Milu kanu Meunang", Filosofi Pemilu Warga Baduy

12 Januari 2024   14:41 Diperbarui: 12 Januari 2024   15:41 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikut itu artinya mereka akan menerima siapapun yang menang, tunduk patuh pada segala perintahnya, dan setia pada kepemimpinannya hingga Pemilu itu kembali digelar lima tahun mendatang. Sampai di sini clear, filosofi Lunang bagi warga Baduy merupakan sebentuk kearifan lokal dalam konteks politik elektoral sekaligus politik kenegaraan.

Distorsi di Era Orde Baru

Di era orde baru filosofi ini dimanfaatkan dengan culas oleh Golkar yang didukung pemerintah daerah saat itu untuk kepentingan memenangkan Golkar sebagai partainya pemerintah. Suara mereka dimobilisasi, digiring ke lumbung Golkar. Dalam cara pandangn otoritarianisme kala itu, logis. Karena pemerintah yang sah adalah pemerintahan Golkar. Pemilu diselenggarakan oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang merupakan bagian dari organ pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

Jadi sebelum dan sesudah Pemilu, dalam pikiran warga Baduy, pemerintahan yang sah itu adalah pemerintahan Golkar. Karena itu, mereka sekali lag: Lunang, Milu kanu Meunang. Ikut kepada yang menang. Pemenang Pemilu, berkali-kali sejak Pemilu 1971 adalah Golkar. Kemenangan Golkar saat itu bahkan sudah bisa diketahui sebelum Pemilu dilaksanakan.

Terbaca konyol? Memang. Tapi yang konyol bukan makna sejati filosofinya,  melainkan interpretasi praksisnya. Orde baru yang telah membuat salah satu local wisdom warga Baduy itu menjadi konyol. Mereka mendistorsi filosofi itu untuk kepentingan memenangkan Golkar.

"Lunang" di tengah Arus Demokratisasi 

Tahun 1998 rezim otoritarian orde baru rontok. Seluruh elemen reformasi dan pro-demokrasi sepakat untuk mempercepat Pemilu dengan berbagai pembaruan radikal. Baik dari sisi penyelenggara, peserta maupun pelaksanaannya sendiri. Semua didesain sesuai dengan prinsip-prinsip universal Pemilu yang demokratis.

Salah satu perubahan radikal Pemilu 1999 hasil kesepakatan percepatan itu adalah peserta Pemilu yang tidak lagi dibatasi hanya 3 kontestan (PDI, Golkar dan PPP), tetapi dibuka seluas-luasnya. Pemilu 1999 kemudian diikuti oleh 48 partai politik peserta Pemilu, dan Golkar berubah nama menjadi Partai Golkar. Sebab jika tidak, juara satu tukang manipulasi suara di era orde baru itu tidak bisa ikut Pemilu. Kenapa, karena sejak Pemilu 1999 regulasi mensyaratkan peserta Pemilu wajib berbentuk Partai Politik.

Sejak Pemilu 1999 itulah arus demokratisasi menderas, euphoria politik terjadi dimana-mana, ledakan partisipasi politik masyarakat menggema di berbagai daerah. Fenomena ini juga menyasar komunitas warga Baduy yang selama puluhan tahun praktis terisolir dari keriuhan politik negeri ini.

Demikianlah dengan tradisi Lunang. Ia terimbas fenomena demokratisasi. Tetapi bukan substansi makna filosofisnya, melainkan hanya cakupan area penganutnya saja. Sebelum era reformasi, tradisi Lunang dipegang teguh oleh seluruh warga Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Pada pemilu dan pilkada di era reformasi, tradisi milu kanu meunang ini hanya berlaku di lingkungan Baduy Dalam.

Baduy Dalam adalah bagian inti dari suku Baduy yang hidup secara ekslusif, menghindari modernitas, menolak semua perangkat teknologi (transportasi, komunikasi dll), serta mengandalkan kehidupan keseharian pada alam. Salah satu ciri khas mereka adalah pakaiannya yang serba putih, warna yang mereka persepsikan sebagai symbol kesucian dan keteguhan memegang adat warisan leluhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun