“ Percuma bersedih, papa butuh suport kita, bukan air mata kita” ucap mama.
“ Rendy malu ma”
Mama bangkit “ Dia papa mu, kamu harus tetap sekolah”.
Mama lalu kembali tertidur. Entah apa yang saat ini sedang Ia rasakan, aku tak tau. Mama sedang tak mau diganggu nampaknya.
Pagi ini suasana hatiku tak karuan. Lunglai. Badanku terasa berat untuk beraktifitas, tapi Mama tetap menyuruhku sekolah. Harapanku hanya satu, semoga anak satu sekolah tak ada yang tau berita tentang Papa.
---------
“ Citcuit” ucapku jail.
Dia mlengos. Gadis sombong itu bernama Dila, Dila Arsitha. Anak kelas sebelas yang sudah kutaksir sejak lama. Lugu, apa adanya. Natural. Itulah yang ku tangkap tentang dirinya. Walaupun dia tak terlihat glamour seperti teman-teman wanitaku yang lain, tapi dia sangat menarik bagiku. Tubuhnya sintal, kulitnya bersih, senyumnya begitu mempesona. Hampir setiap hari aku selalu mencoba mendekatinya, menggangunya, hasilnya? Nihil.
Dia begitu misterius bagiku. Tak pernah bosan aku mengejarnya. Entah mengapa Dila tak pernah sedikitpun meresponku, toh aku tampan, kaya, bahkan ketuatim basket yang digandrungi seabrek wanita-wanita paling populer disekolah, tapi Dila tetap tak bergeming. Mungkin aku tak menarik baginya, tapi bagiku Dila adalah cinta pertama.
“ Ren, ada Dila” senggol mamat.
“ Kok muka nya kayak gitu yaa Mat”