Nafasku memburu. Kerongkonganku tercekat, perih sekali. Mataku tajam menatap lurus. Tulang belulangku seperti mati rasa. Kopi ditanganku bahkan hampir tumpah.
“ Oh Tuhan” sergahku tak menyangka.
Seonggok kertas bernama koran telah membuat duniaku terasa berhenti seketika itu juga. Disudut kanan atas , tepat dibawah tulisan edisi koran lokal hari ini, sebuah topik utama terpampang jelas, bahkan judulnya tercetak dengan huruf kapital. “ DANA JANGGAL, KPK BURU KETUA PEMERIKSA KEUANGAN NEGARA”.
Pemeran utama ( sang ketua badan pemeriksa keuangan negara ) dalam berita itu sangat tak asing bagiku. Dia hidup denganku. Dia Papa ku. Drs. H. Fatahulun Winuwijaya. Baru 3 tahun papa ku menjabat sebagai ketua keuangan negara, setelah beliau diangkat dari jabatan lamanya sebagai staff pengawas khusus keuangan. Mama selalu mengingatkan papa bahwa jabatan itu sangat rentan dengan godaan, tak mudah duduk di posisi seperti itu.
Semuanya kini terbukti, papa tak sanggup menahan godaan itu. Pantas, akhir-akhir ini dia jarang terlihat, bahkan sudah seminggu aku tak mencium keberadaanya dirumah. Sibuk, katanya. Yang paling aku khawatirkan dari semua itu adalah Mama.
“ Ah, jangan sampai dia tau” aku melompat cepat dan berlalu menemui Mama.
Aku menemukanya sedang tertidur pulas diatas ranjang. Sepertinya dia belum keluar kemana-mana pagi ini.
“ Syukurlah”
“ Ah semua listrik harus mati biar mama nggak nonton tv, ponsel aku sembunyiin aja deh, atau kamar aku kunci yaa?” kataku pelan.
“ Tidak usah Ren, mama sudah tau”
Aku bergidik. Diam. Mataku nanar menatap mama begitu tegar. Ternyata dia sudah tau berita bangsat itu. Empat orang laki-laki paruh baya berpakaian rapi, sudah berkunjung ke rumah tadi subuh mencari Papa dan hal ini yang telah membuat mama tau kasus tentang papa duluan, ketimbang aku.
“ Percuma bersedih, papa butuh suport kita, bukan air mata kita” ucap mama.
“ Rendy malu ma”
Mama bangkit “ Dia papa mu, kamu harus tetap sekolah”.
Mama lalu kembali tertidur. Entah apa yang saat ini sedang Ia rasakan, aku tak tau. Mama sedang tak mau diganggu nampaknya.
Pagi ini suasana hatiku tak karuan. Lunglai. Badanku terasa berat untuk beraktifitas, tapi Mama tetap menyuruhku sekolah. Harapanku hanya satu, semoga anak satu sekolah tak ada yang tau berita tentang Papa.
---------
“ Citcuit” ucapku jail.
Dia mlengos. Gadis sombong itu bernama Dila, Dila Arsitha. Anak kelas sebelas yang sudah kutaksir sejak lama. Lugu, apa adanya. Natural. Itulah yang ku tangkap tentang dirinya. Walaupun dia tak terlihat glamour seperti teman-teman wanitaku yang lain, tapi dia sangat menarik bagiku. Tubuhnya sintal, kulitnya bersih, senyumnya begitu mempesona. Hampir setiap hari aku selalu mencoba mendekatinya, menggangunya, hasilnya? Nihil.
Dia begitu misterius bagiku. Tak pernah bosan aku mengejarnya. Entah mengapa Dila tak pernah sedikitpun meresponku, toh aku tampan, kaya, bahkan ketuatim basket yang digandrungi seabrek wanita-wanita paling populer disekolah, tapi Dila tetap tak bergeming. Mungkin aku tak menarik baginya, tapi bagiku Dila adalah cinta pertama.
“ Ren, ada Dila” senggol mamat.
“ Kok muka nya kayak gitu yaa Mat”
“ Tetep cantik sih Ren”
“ Hus Dila cuma boleh buat aku yaa! Ngerti?!!”
Dila nampak berbeda hari itu, raut wajahnya pucat. Mungkin sakit? Dila hanya berlalu dan menghilang masuk ke ruang kepala sekolah.
“ Heh Ve, Dila lagi sakit yaa?” tanyaku pada Vee, teman sekelas Dila.
“ Emm ngga tau, pendiem sih dia kak”
Dila memang tak pernah terlihat bergerombol dengan teman-temanya. Sungguh dia sangat berbeda. Sangat misterius dan itu semakin membuatku bersemangat menelisik jauh tentang dirinya.
Gara-gara Dila aku jadi lupa kasus ayah yang saat ini sedang panas. Dia penghiburku. Peng-alih duniaku. Untung tak ada teman yang menyadari kasus ayah, maklum mereka pelajar badung yang tak mau tau urusan negara. Aku agak senang mengetahui kenyataan tentang mayoritas anak-anak disini. Walau itu buruk.
-------
Malam ibu kota nampak kejam. Puluhan gelandangan terlelap dibawah jembatan layang. Aku dan Mama sama-sama diam. Mama terlihat melamun menatap keluar jendela mobil. Beberapa pertanyaan dari KPK tadi sore membuat Mama benar-benar tak berdaya, apalagi Papa masih buron dan entah dimana. KPK masih memburu keberadaanya. Aku hanya bisa diam. Tenggorokanku terasa ngilu saat ingin melontarkan kata-kata, takut Mama tambah sedih, tapi aku tak kuat. Pecah juga hening malam ini.
“ Papa masih buron Ma?”
“ Emmh” angguk Mama
“ Mama ditanyaain apa tadi, kok lama banget”
“ Banyak Ren”
Oh Tuhan, Mama benar-benar terguncang jiwanya. Tatapanya kosong. Sendu. Sangat memprihatinkan. Mama dan Papa sudah menempuh suka duka pernikahan selama 19 tahun, Papa sosok yang begitu romantis dan Mama sangat mencintainya. Tak heran jika kasus Papa membuat Mama benar-benar hancur.
-------
Waktu terus beranjak tak mengenal lelah. Kasus Papa juga terus bergulir hingga sebuah kabar datang, Papa sudah ditemukan dan saat ini sedang dalam penyelidikan di kantor KPK. Aku sedikit lega. Mama nampak tersenyum pagi itu. Bersama sopir pribadi, Mama diantar ke gedung KPK dan aku seperti biasa. Sekolah.
“ Aneh, Dila nggak berangkat yaa dari 2 hari yang lalu Vee?”
“ Dila udah pindah kak”
“ Hah, pindah? Demi apa?”
“ Suer deh kak, tanya aja sama bu guru”
Urat nadiku terasa mengeras. Tak percaya. Duniaku kini menghilang. Gadis manis yang sangat aku suka tak dapat kulihat lagi, bahkan aku belum sempat berbicara berdua denganya. Ah. Aku benar-benar kecewa. Pindah kemana yaa? Kok pindah? Apa gara-gara aku? Semua pertanyaan menghantui pikiranku. Tiba – tiba ponselku berdering. Gedung KPK!
Wartawan begitu banyak berkerumun di depan kantor KPK, karena kehadiranku pasti menimbulkan sorotan para wartawan, akhirnya aku putuskan untuk lewat pintu samping dan hasilnya aman. Aku selamat dari mereka. Fiuh ~
“ Kenapa dengan mama Pa?” tangisku memenuhi ruang Kpk.
“ Maafkan Papa Ren” isak Papa.
“ Ma, mama kenapa ma?” ku guncang-guncang tubuh Mama.
Mama tampak linglung. Tatapanya kosong. Oh tidak, Mama mengalami depresi hebat. Entah kabar apa yang diterima Mama hingga jiwanya begitu terguncang. Dia gila!
“ Dila? Hah, itu Dila?”
Aku melihat Dila. Terkejut, mengapa Dila bisa ada di gedung KPK? Pikiranku pecah antara Mama dan Dila. Akhirnya Tante Sisil , adik Mama datang menemui ku. Mama langsung dibawanya tanpa aba-aba. Papa hanya terdiam lesu melihat istrinya seperti itu.
Pikiranku kembali pada Dila, apa Dila bernasib sama denganku? Jantungku berdegup kencang, saat Dila ikut masuk ruangan ini. Diam. Mataku terus berkedip melihat Dila tertunduk ditemani ayah ibunya. Raut wajah Dila tak kalah terkejut saat melihatku diruang yang sama. Dia bergidik. Aku dan ayah ibu Dila diminta keluar oleh petugas. Pertanyaan hebat berkecamuk dibenakku, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ada Dila?
“ Maaf buk, kenapa Dila ada disini ya? Saya teman sekolahnya”
“ Ah, kamu anak pak Fatahulun? ” tanyanya kaget.
“ Iya Buk ”
“ Oh Gusti” teriaknya malah semaikin menjadi-jadi.
Rasa penasaranku terus berkecamuk, ayah dan ibu Dila bungkam. Pergi. Mereka meninggalkanku sendiri dengan sebuah pertanyaan besar. Apa hubungan Dila dengan semua ini? Ruang koridor malam itu tampak sangat sepi, maklum waktu sudah hampir pukul 1 malam, dan Dila belum keluar. Aku berjalan kedepan, turun dan pergi. Ponselku tiba-tiba berbunyi.
“ Iya Tante, Mama gimana?”
“ Oh Ren, mama kamu depresi berat, harus dirawat di RSJ ini” tangisnya meledak.
“ Hah, Mama”
“ Ini gara-gara wanita brengsek itu” caci Tante disebrang sana
“ Wanita brengsek? Siapa Tante? ” tanyaku polos
“ Si Dila itu, nggak tau diri, matre, cuih”
Sreeek. Handphone ku terjatuh. Jantungku terasa berhenti berdetak. Jasadku seperti melayang. Tubuhku terkapar. Aku menangis. Cinta pertamaku, Dila.
--------
Dingin. Malam itu aku beredar tak jelas dijalanan ibu kota. Aku tak sanggup mendengar berita apapun tentang Papa dan Dila. Langkahku terseok. Entah kakiku menuntunku kemana. Hidupku terasa begitu berat. Semua kebahagiaan sudah musnah. Mama. Papa dan Dila. Aku terdiam di pinggir jalanan. Tidur.
Pagi ini aku kembali ke kantor KPK, dan sekuat tenagaku, aku akan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Seorang petugas tersenyum simpul padaku.
“Ada yang bisa saya bantu?”
“ Emm pak, sebenarnya Dila Arsitha itu apa hubunganya dengan pak Fatahalun ya?”
“ Maaf, anda siapa ya?”
“ Anak beliau”
“ Beritanya padahal sudah tersebar luas lho”
“ Lalu apa pak?”
“ Papa mu terkena kasus korupsi dan pencucian uang. Sebagian uang korupsinya ia gunakan untuk menikah dengan Dila, ia bangunkan Dila rumah mewah di Menteng, mobil mewah dan katanya mau berangkatkan kedua orang tua Dila haji” rincinya
Kini terjawab sudah pertanyaan besarku, dan mengapa Dila berbeda akhir-akhir ini lalu pindah sekolah. Karena Papa!
Aku kembali terhempas. Terkapar. Aku kacau pagi ini. Dila, wanita yang sangat aku inginkan ternyata istri sirih papa dan berarti Ia juga menjadi ibu tiriku. Ini gila. Kejamnya Dila. Ah Dila, sialan kau! Kini aku bergidik, rasa cinta itu musnah rasanya. Aku benci Papa. Mama kini dirawat di RSJ Jakarta Pusat karena depresi berat dengan keadaan Papa, mama memang sosok yang tak sanggup menerima beban berat. Papa mendekam 3 tahun di bui. Dila? Entahlah, yang ku tahu dia bahkan sedang mengandung. Iya, anak Papa!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI