Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Rumah

1 September 2025   16:16 Diperbarui: 1 September 2025   14:08 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Dia membangun rumah pertamanya untuk Cecilia. Cinta dalam hidupnya. Angsa putih-nya. Bidadari yang meluncur dengan suara sehalus sutra bak nyanyian dari surga.

Dia membangun rumah yang megah di atas bukit yang terhampar dan kebun bunga yang luas terbentang. Tempatnya agak jauh dari kota, dengan pemandangan menghadap hutan rimba pegunungan dan lahan pertanian. Dia membangun dengan gaya yang mencerminkan kemegahan Romawi kuno, lapang, labirin, terlalu besar untuk mereka berdua.

Dia sedang jatuh cinta, dan visinya seakan tidak ada habisnya.

Dia menangis bercucuran air mata pada hari Cecilia meninggalkannya, menangis dan menangis sampai tiba lelahnya dan matanya memberontak, menolak melepaskan lebih banyak air mata. Dia menangis hingga kantong matanya mengering, dan dia tidak mengerti mengapa.

***

Rumah keduanya dibangunnya untuk Madeleine. Putrinya yang cantik. Kebaikan sejati yang muncul dari gabungan dirinya dan Cecilia. Madeline adalah putrinya, dan gadis itu segera menjadi dunianya. Segalanya.

Dia belajar bahwa mencintai orang lain bisa dilakukan dengan sangat tulus, penuh menyeluruh, daripada yang pernah dia bayangkan.

Namun rumah mereka terlalu besar, terlalu bertele-tele, dan terlalu penuh dengan kenangan yang menyakitkan ketika pikirannya berpapasan dengan bayang-bayang masa lalu. Dia mendiskusikan hal ini dengan Madeleine dan Madeleine setuju dengannya --- rumah yang lebih kecil, lebih dekat ke kota.

Dan dia membangunnya untuk Madeline, sebuah vila berwarna pasir pantai, dengan tanaman merambat melingkari beranda tak berujung. Dindingnya jeruk permata, jendela sebesar pintu. Sebuah rumah yang membuka tangannya terhadap dunia.

Tapi Madeliene meninggal di rumah itu. Dan sungguh mengherankan, betapa cepatnya kematian dapat melakukan tugasnya jika dimotivasi. Dia menyaksikan maut melucuti lapisan tubuhnya, hari demi hari. Menguliti putrinya dengan cakar yang dingin dan kejam, sementara dia tidak berdaya dan terhuyung-huyung sempoyongan, berjuang untuk memahaminya. Dia pikir dia bisa membangun sebuah kubah, sebuah medan kekuatan cinta untuk melindungi putrinya, yang bisa mengikatnya ke dunia dengan rantai keputusasaan. Dia mempercayainya sampai saatnya dia pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun