Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Superioritas Hukum Versus Moralitas Aparat Penegak Hukum

27 Maret 2019   16:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada tiga teori yang digunakan sebagai landasan dalam penulisan tesis ini yaitu teori keadilan sebagai fairness menurut John Rawls, teori Etika Deontologis menurut Immanuel Kant dan teori etika heteronom menurut Emmanuel Levinas.

Teori Keadilan sebagai Fairness

Pada hakekatnya, para ahli memiliki konsep dan teori yang berbeda-beda tentang keadilan. Keadilan juga bermacam-macam. Bagi Plato, keadilan bukanlah konvensi  melainkan konsep yang dapat diperoleh dan dirumuskan oleh akal budi. Plato berkeyakinan bahwa negara itu ideal apabila didasarkan pada keadilan. Keadilan menurut Plato adalah keseimbangan atau harmoni (Bur Rasuanto, 2005: 8). Harmoni di sini berarti bahwa warga negara hidup serasi dengan tujuan negara. Setiap warga negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan posisi sosialnya.

Sedangkan Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu: keadilan umum dan keadilan partikular. Keadilan umum adalah keadilan yang berkaitan dengan hukum. Bertindak adil berarti taat pada hukum atau bertindak sesuai dengan hukum atau peraturan yang berlaku. Keadilan partikular dimengerti dalam konteks prinsip persamaan (equality). Keadilan ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu: keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif berarti memberikan kepada masing-masing orang bagiannya dengan memperhitungkan perbedaan kualitas dan kuantitas sumbangan mereka. Di sini, konsep keadilan menekankan prinsip perbedaan atau proporsionalitas sesuai dengan kualitas tiap orang. Sebaliknya, keadilan korektif berarti memberikan kepada masing-masing orang ganjaran atau hukuman sesuai dengan akibat dari perbuatannya. Di sini, konsep keadilan menekankan prinsip persamaan, seperti perlakuan yang sama di depan hukum (Yosep Keladu Koten, 2008: 26).

Sedangkan menurut Wahono Prawiro, Rawls melihat prinsip-prinsip keadilannya sebagai fairness. Fairness berarti kejujuran, kewajaran, kepantasan, kesetimbalan, fair play (Wahono Prawiro, 1997: 39). Keadilan yang dikonsepkan oleh Rawls merupakan keadilan sosial. Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian keuntungan dan beban kerja sama sosial. Keadilan sosial sering juga disebut keadilan distributif tetapi bukan sekedar distribusi ekonomis tetapi mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik, sosial dan ekonomi. Keadilan sosial menuntut pembagian yang proporsional dan fair dari kekayaan sebuah negara di antara pelbagai kelompok dan wilayah-wilayah masyarakat.  Ada juga keadilan retributif yaitu keadilan yang berkenaan dengan kontrol bagi pelaksanaan keadilan distributif tetapi, keadilan ini berhubungan dengan keadilan legal atau hukum (Bur Rasuanto, 2005: 6).

Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar keadilan sebagai fairness dapat terwujud: (Wahono Prawiro, 1997, 39), pertama, adanya kebebasan yang sama. Anggota dari masyarakat tidak dibenarkan untuk saling mendominasi. Kedua, setiap pihak yang masuk dalam posisi asali ikut ambil bagian secara penuh dalam kegiatan struktur dasar masyarakat. Ketiga, setiap pihak harus dengan bebas dan sukarela menentukan pilihan untuk ikut bergabung dalam kegiatan struktur dasar masyarakat.

Menurut Bur Rasuanto bahwa teori keadilan dari Rawls merupakan teori deontologis (deon: kewajiban). Dalam teori etika normatif ada dua teori etika yaitu konsekuensialis dan nonkonsekuensialis. Teori etika konsekuensialis menilai baik-buruk atau salah-benar suatu tindakan dari akibat atau konsekuensinya. Karena itu, etika konsekuensialis disebut juga teleologis (dari kata telos: akhir). Sebaliknya, teori etika nonkonsekuensialis menilai salah-benar atau baik-buruk suatu tindakan bukan dari akibatnya melainkan dari sifat wajibnya tindakan itu sendiri. Bagi etika konsekuensialis, membunuh adalah perbuatan yang salah karena menghilangkan nyawa orang. Oleh karena itu, perbuatan membunuh adalah perbuatan yang tidak baik juga karena membunuh itu dalam dirinya sendiri adalah tidak baik sehingga mutlak dilarang (Bur Rasuanto, 2005: 17). Sedangkan, menurut etika nonkonsekuensialis membunuh adalah tindakan yang salah apa pun akibatnya. Perbuatan membunuh secara moral in se salah.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa ada perbedaan konsep keadilan antara filsuf Yunani klasik (Plato, Aristoteles) dan filsuf modern (Rawls). Baik Plato maupun Aristoteles melihat keadilan sebagai kebaikan sedangkan Rawls melihatnya sebagai kewajiban. Prinsip keadilan Rawls bersifat deontologis yaitu menempatkan hak pada posisi lebih tinggi (prioritas) dari pada kebaikan. Tetapi, pada hakekatnya, baik Plato dan Aristoteles maupun Rawls melihat keadilan sebagai kesediaan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.

Prinsip keadilan sebagai memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya juga memuat tuntutan adanya perlakuan yang sama. Tiap individu adalah pribadi (person) yang mempunyai hak dan derajat yang sama, sehingga harus diperlakukan secara sama. Perlakuan yang sebanding (comparative treatment) terhadap semua individu, erat kaitannya dengan pengertian keadilan. Hal ini menyangkut baik keadilan distributif (pembagian yang wajar atau fair dari keuntungan dan kerugian yang ada), maupun keadilan retributif (pemberian hukuman, pembalasan, denda yang sama bagi setiap individu seimbang dengan perbuatannya). Dengan kata lain, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama dan  memberikan apa yang menjadi haknya.

Kritik Rawls atas utilitarianisme dan intuisionisme merupakan dasar untuk merumuskan salah satu teori alternatif yaitu prinsip-prinsip keadilan sebagai fairness dalam menata kehidupan masyarakat. Rawls merumuskan teorinya dengan beberapa gagasan dasar yang bisa dipakai untuk membenarkan dan mempertahankan konsep keadilannya sehingga bisa diterima oleh semua orang. Pada bagian ini akan dijelaskan gagasan-gagasan dasar dari teori keadilan sebagai fairness itu. 

 Agen Moral Sebagai Basis Konsep Keadilan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun