Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Superioritas Hukum Versus Moralitas Aparat Penegak Hukum

27 Maret 2019   16:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

                              Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 4 mengatur tentang ruang lingkup Kode Etik Profesi Polri yakni huruf (a) tentang etika kenegaraan. Etika Kenegaraan adalah sikap moral Anggota Polri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,  Pancasila,  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kebhinekatunggalikaan.  Dalam Pasal 5 diuraikan bahwa etika  kenegaraan memuat pedoman berperilaku  anggota Polri  dalam hubungan dengan: (1). tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (2). Pancasila; (3). Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (4).  kebhinekatunggalikaan.  

                             Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, huruf (b) diuraikan tentang etika kelembagaan. Etika Kelembagaan adalah sikap moral  Anggota Polri  terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya. Pada Pasal 5 ditegaskan bahwa Etika  Kelembagaan memuat pedoman berperilaku  Anggota Polri  dalam hubungan dengan: (1). Tribrata sebagai pedoman hidup; (2). Catur Prasetya sebagai pedoman kerja; (3). sumpah/janji Anggota Polri; dan (4).  sumpah/janji jabatan.

                                     Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, huruf (c) ditegaskan tentang etika kemasyarakatan. Etika  kemasyarakatan  adalah sikap moral  Anggota Polri  yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta melindungi, mengayomi,  dan melayani masyarakat  dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia. Pada pasal 5 ditegaskan bahwa etika  kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku  Anggota Polri  dalam hubungan dengan: (1). pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas); (2).  penegakan hukum; (3). pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat; dan (4).  kearifan lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan, dan toleransi.

                             Pada Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia huruf (d) diuraikan tentang etika kepribadian. Etika kepribadian adalah sikap  perilaku perseorangan  Anggota Polri  dalam kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Pada pasal 5 ditegaskan bahwa etika kepribadian memuat pedoman berperilaku  anggota Polri  dalam hubungan: (1).  kehidupan beragama; (2).  kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum; dan (3).  sopan santun dalam kehidupan  berkeluarga, bermasyarakat,  berbangsa,dan bernegara.        

                             Dari ruang lingkup Kode Etik Profesi Polri tersebut tampak jelas bahwa Polisi sebagai aparat penegak hukum harus mengabdikan diri kepada Negara, kepada institusi Kepolisian, kepada masyarakat, dengan kekuatan dan kemampuan kepribadian yang baik dan bermoral (etika kepribadian). Menurut Beja (wawancara, 27/09/2012) seorang penegak hukum (Polisi) mesti memiliki moralitas individual yang baik agar bisa mengabdi dengan baik pula kepada negara, institusi kepolisian, dan kepada masyarakat. Tanpa memiliki moralitas yang baik, sulit mengharapkan kepada aparat penegak hukum (polisi) dapat melakukan tugas pengabdian dengan baik. Jadi menurut Beja, moral individu dan moral kolektif (dalam kode etik) mesti berjalan beriringan agar aparat penegak hukum dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan mencapai tujuan-tujuan hukum yang diinginkan oleh semua pihak, termasuk memenuhi rasa keadilan bagi para pihak.

Moralitas dan Kode Etik Profesi Hakim

                              Dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Pasal 4 ditegaskan mengenai kewajiban dan larangan bagi Hakim yang dijabarkan dari 10 (sepuluh) prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, yaitu: (a) berperilaku adil; (b) berperilaku jujur; (c) berperilaku arif dan bijaksana; (d) bersikap mandiri; (e) berintegritas tinggi; (f) bertanggung jawab; (g) menjunjung tinggi harga diri (h) berdisiplin tinggi; (i) berperilaku rendah hati; dan (j) bersikap profesional. Berikut ini, penulis akan menguraikan beberapa hal penting dari kode etik tersebut yang berkaitan dengan kepentingan tesis.

Berperilaku adil. Dalam Pasal 5 Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dijelaskan bahwa berperilaku adil berarti:

         Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi        haknya yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama    kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang      paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan          memberikan     kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap        setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas      atau profesi di bidang             peradilan yang memikul tanggung jawab     menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil          dengan tidak membeda-bedakan orang.

               Dengan demikian adil berarti tidak diskriminatif dalam penegakan hukum (equality before the law). Semua warga negara mesti diperlakukan sama di hadapan hukum tidak membeda-bedakan. Setiap orang mesti diberikan porsi yang sama dan seimbang dalam hal penegakan hukum. Memberikan keistimewaan terhadap orang tertentu berarti mencoreng dan melukai superioritas hukum. Hal tersebut seperti ditegaskan John Rawls dalam prinsip keadilannya bahwa "setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan yang sama yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang" (John Rawls, 1995:72). Hal itu berarti bahwa setiap orang diberikan hak yang sama dan kebebasan yang sama untuk diperlakukan secara adil di hadapan peraturan dalam proses penegakan hukum. Tidak ada upaya dari aparat penegak hukum untuk menekan hak seseorang sementara membiarkan orang lain bebas di hadapan hukum. Karena itu bagi John Rawls, sebuah lembaga yang adil adalah lembaga yang otoritasnya berlaku netral dan tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan personal, moneter dan pertimbangan-pertimbangan lain yang tidak bersesuaian.

               Menurut Rawls salah satu ketidakadilan lembaga hukum adalah kegagalan para hakim dan otoritas lain untuk mematuhi aturan-aturan yang sesuai atau interpretasi-interpretasinya dalam mengambil keputusan (John Rawls, 1995:70). Bagi Rawl dalam hal penegakan hukum sebagai upaya mencapai keadilan harus ada kriteria atau standard independen untuk memutuskan hasil mana yang adil dan sebuah prosedur dijamin mengarah kepada keadilan (John Rawls, 1995:101). Dengan demikian aparat penegak hukum sudah memiliki konsep keadilan berdasarkan hukum dan juga berdasarkan nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat untuk menentukan sebuah keputusan hukum yang adil bagi para pihak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun