Dan malamnya, jalan di depan rumah masih gelap seperti biasa.
Aku tahu, tidak ada yang bisa disalahkan sepenuhnya. Semua sibuk. Semua lelah. Semua ingin terlihat kerja.
Tapi barangkali, yang dibutuhkan kota ini bukan gedung baru atau lampu hias,
melainkan seseorang yang sudi duduk diam, mendengarkan, mencatat.
Aku menulis bukan untuk viral. Tapi untuk waras.
Sebab, kalau tak kutulis, mungkin aku pun akan lupa-
bahwa Tenggara ini... masih punya harapan.
Pelan-pelan, asal benar.
Lambat, asal jujur.
Dan siapa tahu, dari catatan kecil ini,
Tuhan sedang membaca - sambil berkata,
"Akhirnya ada satu yang diam. Mendengarkan."
Pak Dhe - Teras belakang Terminal Tenggara.
Catatan pagi: 06.07 WIB.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI