Yang tak diketahui Naya, ayahnya, Ardi, tak pernah benar-benar jauh. Ia menolak menikah lagi, meski kesempatan datang. Ia bekerja di sebuah perusahaan mobil ternama. Dari kejauhan, ia mengawasi. Sesekali ia menitipkan hadiah kecil: boneka di meja belajar, buku dongeng di tas sekolah, kartu ulang tahun yang diselipkan di kotak surat.
"Bu, siapa yang taruh ini?" tanya Naya ketika menemukan buku cerita baru.
Ibunya hanya tersenyum samar. "Mungkin ada malaikat yang sayang padamu."
III. Jejak yang Tersisa
Waktu berlari. Dari seorang anak kecil yang suka berlari di halaman, Naya tumbuh menjadi remaja SMA. Ia berprestasi di sekolah, sering meraih juara lomba pidato. Saat menerima piala, ia menoleh ke arah penonton. Ibunya selalu hadir, bertepuk tangan penuh bangga. Namun entah mengapa, Naya merasa ada tatapan lain, jauh di balik kerumunan.
Dan benar, di kejauhan, Ardi berdiri, sekadar menatap, lalu menghilang sebelum Naya sempat menghampiri. Ia tak ingin merusak keseimbangan yang ibunya bangun dengan susah payah.
IV. Pertemuan Pertama
Hingga suatu sore ketika Naya sudah menjadi mahasiswi, takdir mempertemukannya kembali. Ia menghadiri sebuah pameran mobil di pusat kota. Saat berjalan di antara deretan kendaraan mewah, matanya tertumbuk pada seorang pria paruh baya berseragam rapi. Rambutnya mulai beruban, namun sorot matanya masih sama: hangat, teduh, sekaligus penuh rindu.
"Ayah..." lirih Naya, hampir tak percaya.
Ardi tertegun. Suara itu seperti gema masa lalu yang tak pernah padam. Mereka saling pandang lama, tak tahu harus berkata apa.
"Naya sudah besar," ucap Ardi akhirnya, suaranya bergetar.
Air mata Naya jatuh tanpa bisa ditahan. Untuk pertama kali dalam bertahun-tahun, ia memeluk ayahnya, meski penuh canggung.