Mohon tunggu...
Vyana
Vyana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Race Wish - Persona de Ares: Chapter 01 Rider of the Red Horse

24 Juni 2018   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2018   18:05 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Race Wish - Persona de Ares
Chapter 01 Rider of the Red Horse

Osaka, 16 Agustus 2012.

Suatu siang di pertengahan musim panas langit biru yang biasanya cerah berhiaskan gugusan indah awan putih tiba-tiba berubah mendung dan tak lama guruh pun datang menandakan hujan akan segera turun. Rintik demi rintik berjatuhan semakin lama runtuh tak terelakkan, menerpa daratan yang terhampar luas. Panas teriknya kemarau seketika tergantikan oleh sejuk segarnya aroma hujan yang membelai bumi dalam lukisan alam nan menentramkan jiwa.

Di tengah waktu yang seolah terhenti, derasnya guyuran hujan tak mampu menghentikan langkah kaki seorang bocah yang terus berlari tak tentu tujuan dikejar ketakutannya. Tak terkira berapa jauh langkah yang telah dilaluinya, waktu seakan terbang, jarak seakan hilang dan yang tersisa hanyalah lelah tertahan dalam setiap engah nafasnya. Tak ada waktu untuk berpikir atau merasa, yang ia tahu hanyalah harus terus berlari atau dirinya akan mati.

Jauh di suatu tempat, pria-pria misterius gaduh dalam caci maki. Mobil-mobil hitam itu terparkir tak beraturan di salah satu bahu jalanan kota Osaka seakan enggan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Nyanyian hujan meningkahi percakapan di dalam sana, membuat bising beradu sela dengan suara geram dan amarah.

"Sial! Kenapa dia bisa sampai kabur.. Memangnya apa yang kalian lakukan, bodoh!" Bentak pria China itu menyipitkan murka.

"Ma-maaf boss. Kami juga tak menyangka. Seharusnya borgol itu tidak dapat dilepaskannya." Cicit dua anak buahnya yang meringkuk ketakutan di jok belakang mobil van itu.

Sang pimpinan kelompok kecil mafia itu berdiri murka di tengah-tengah van. Sedikit lagi.. hanya tinggal sedikit lagi dirinya bisa menukar anak itu dengan sejumlah bayaran besar dan sekarang ia harus bersusah payah lagi mencari gantinya untuk diserahkan kepada kartel mereka.

Hamparan semesta berubah buram di pelupuk mata biru muda itu, sesosok tubuh kecil dengan basah kuyup berlari menembus tirai-tirai hujan. Melesat mengikuti naluri yang membawa kakinya terus berpacu tak kenal menyerah. Menjauh dan akan terus menjauhi siapapun hingga jarak dan waktu membawanya ke tepi kota yang sepi. Tanpa peduli aral dan bahaya yang mungkin mengintai, bocah itu menerobos kelengangan baris demi baris jalanan beraspal di bawah derasnya hujan yang seakan tiada berakhir.

Dunia seakan tuli disumbat kebisingan kala ribuan suara menyatu. Guruh dan gemuruh, gelegar guntur, dan kilatan halilintar, desau angin dan derasnya hujan seakan tak mau mengalah dengan dengungan mesin dan deru keras laju mobil yang memacu tinggi kecepatannya di tengah jalanan sepi lintas kota. Menempel ketat di aspal basah dan mencipratkan percikan besar pada setiap genangan yang di laluinya. Badan jalan bebas hambatan itu tak elaknya sebuah sungai hitam saat limpahan air hujan tak henti menggenanginya. Bagai serbuan seekor kuda merah dengan garang mobil sport itu melaju secepat kilat, menerobos tirai-tirai hujan yang merintanginya, memperlihatkan keganasan seni berkendara dalam batas dimensi yang menandingi kecepatan suara.

Sepasang sorot terang datang tiba-tiba bersama deru mobil yang menggemuruh semakin keras, menyergap seorang bocah lengah yang berlari melintasi kelokan aspal basah. Bidikan sinarnya begitu terang mengagetkan, membuat bocah laki-laki itu tersentak di tengah buramnya hujan. Tak bisa mengelak kala sepasang sorot tajam itu datang semakin mendekat dalam kecepatan yang menandingi suara. Silaunya seolah membutakan mata, memaku dirinya dalam kelumpuhan logika yang seketika membunuh kesadarannya, membuat si bocah hanya diam membeku di sana dalam detik-detik yang singkat tanpa daya untuk menghindarinya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun