Mohon tunggu...
Vyana
Vyana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Race Wish - Persona de Ares: Chapter 01 Rider of the Red Horse

24 Juni 2018   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2018   18:05 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Betapa kita sering kali terlena mengabaikan kehidupan yang terkadang bagai sebuah pelarian panjang dan keterkejutan pada akhirnya memaksa kita untuk kembali, menghadapi kenyataan yang kita tinggalkan dan menyelesaikan masalah di sana. Yah karena kehidupan adalah sesuatu yang nyata.

Gatz tak pernah menyangka bila perjalanannya ke Osaka hari itu akan berujung pada insiden kurang menyenangkan. Mobil mewahnya melaju kencang berpacu bersama angin menyusuri jalanan sepi, meninggalkan pemandangan urban daerah Osaka yang segera tergantikan lukisan alam pegunungan wilayah Kansai di barat pulau Honshu.

Dingin dan bisingnya ketukan hujan deras di luar sana seolah beradu riuh dengan dentum hentakan cadas musik rock di tengah uap dingin AC yang memenuhi kabin berkapasitas dua orang tersebut. Menantang nyali adrenalin pria muda itu untuk memijak pedal gas lebih dalam lagi memacu laju kecepatan mobilnya. Menikmati sensasi melayang dalam kecepatan tinggi di sepanjang perjalanan yang ditempuhnya seorang diri. Semua serasa senormal yang dipikirkan Gatz hingga sesuatu yang asing tiba-tiba melintas dalam perjalanannya, membuatnya terlonjak dan menginjak cepat pedal rem mobilnya.

Bunyi decit keras nan memekakkan telinga tiba-tiba memecah kebisingan semesta kala derasnya hujan dan gelegar guntur tak hentinya mengamuk di angkasa raya. Sebuah Ferrari California merah berhenti tiba-tiba tepat beberapa centimeter dari tubuh seorang bocah laki-laki kurus sebelum mobil sport itu nyaris menebas nyawanya di jalanan. Sorot lampunya yang garang penuh ancaman begitu terang menyilaukan mata. Tajam memaku sosok si bocah yang membeku, bergeming di tengah jalanan, basah kuyup dan pucat ketakutan.

Perlu beberapa detik bagi anak itu untuk menyadari detak jantungnya yang nyaris keluar dari tenggorokan dan merasakan kehidupan masih bersarang di raganya, setelah sedetik sebelumnya maut mencengkeramnya dalam ketakutan.

Pintu mobil menjeblak terbuka dan seseorang keluar dari balik kemudinya. Sesosok pria muda berkaca mata hitam berdiri di sana, menatap garang pada apa yang merintanginya. Wajahnya beku dengan ekspresi yang tak menyisakan raut keterkejutan. Ia bagai kesatria dengan kuda merahnya, nampak berbahaya laksana sang dewa perang.

Sosoknya yang sempurna menyiratkan kekuatan di balik keindahan. Membuat si bocah terpana di tengah ketakutannya. Rambut coklatnya yang panjang berkilau bak tembaga di tengah hujan, terikat rapi menjuntai di balik punggung kokohnya. Tulang pipinya tegas menyatu sempurna dengan garis rahang yang halus membentuk seraut wajah tampan berkulit putih mulus.

Tubuhnya yang tinggi semampai dan ramping atletis terbalut pakaian mewah kaum borjuis. Kemeja sutra hitam itu membungkus rapi dada bidangnya di balik sebuah coat panjang berwarna putih tulang yang membalut tubuh pria itu hingga ke bawah lututnya. Kakinya yang jenjang memijak kokoh daratan dalam pipa celana panjang hitamnya yang berbahan kulit. Seberkas Kesan elegan tersirat dalam penampilannya yang menyerupai anggota yakuza.

Perlahan pria itu melangkahkan kakinya dengan angkuh, berjalan ke depan mobil mewahnya. Mendekati bocah malang yang masih berdiri ketakutan di sana. Kecipak suara sepatu boatnya terdengar bagai ancaman yang semakin mendekat, membuat anak laki-laki itu semakin gemetar ketakutan. Perlahan namun pasti teror itu akan sampai di hadapannya.

Detik berganti menit memburu sang waktu yang seakan tak ingin tinggal lebih lama. pria itu hanya berdiri di sana menatap dirinya dalam diam dari balik kacamata hitamnya. Entah kawan atau lawan keduanya tak saling bereaksi, menyimpan tanya dalam diam dan menjawabnya dengan terkaan penuh waspada. Namun apa daya jika lelah nyatanya lebih berkuasa dari pada tekad, si bocah harus kalah oleh keletihannya sendiri yang memaksa mentalnya beristirahat dari segala ketegangan selama ini. Dirasakannya kesadaran itu mulai melayang dan tubuhnya terhuyung lemah hingga akhirnya ia harus jatuh pada nasib, roboh dan tak tahu lagi apa yang selanjutnya akan terjadi.

Detik berganti menit memburu sang waktu yang seakan tak ingin tinggal lebih lama. Pria itu hanya berdiri di sana menatap dirinya dalam diam dari balik kacamata hitamnya. Entah kawan atau lawan keduanya tak saling bereaksi, menyimpan tanya dalam diam dan menjawabnya dengan terkaan penuh waspada. Namun apa daya jika lelah nyatanya lebih berkuasa dari pada tekad, si bocah harus kalah oleh keletihannya sendiri yang memaksa mentalnya beristirahat dari segala ketegangan selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun