Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jum'at Agung, Salibku Tak Ada Apa-Apanya Dibandingkan Salib Yesus

18 April 2025   20:45 Diperbarui: 18 April 2025   20:44 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi memikul salib (sumber: eypasjon.com)

Kisah sengsara Yesus yang selalu dibacakan setiap Jum'at Agung, mengingatkan saya pada salib saya sendiri. Ternyata, salib yang harus saya pikul, tidak ada apa-apanya dibandingkan salib Yesus.

Walau begitu, sering kali ada niatan untuk meninggalkan salib itu dengan alasan tidak sanggup. Pemikiran bahwa saya juga berhak hidup nyaman seperti yang lain. Saya juga berhak bersenang-senang. Pertanyaan yang sering menggoda, "Why me? Kenapa bukan yang lain?"

Padahal, setiap manusia pun memiliki salibnya sendiri-sendiri, beban yang harus dia pikul. Walaupun tidak terlihat, walaupun tidak diceritakan ke mana-mana, sehingga seluruh dunia tahu.

Tuhan Yesus, sudah mendahului dan menjadi contoh bagi kita, untuk setia memikul salib. Taat sampai mati, meski tidak mudah. Kata kuncinya adalah kesetiaan.

Ternyata kesetiaan itu tidak bisa berdiri sendiri. Untuk bisa setia, harus rendah hati, harus mau berkorban, harus mau melayani orang lain. Harus rela memaafkan, harus rela tetap mengasihi walau dihianati. Intinya harus mau ambil bagian dalam penderitaan Kristus.

Kristus sudah mengalami itu semua. Dia dihianati oleh salah seorang muridnya, disangkal oleh muridnya yang lain, yaitu Petrus.

Petrus mengaku tidak kenal dengan Yesus, ketika ada orang menunjuk dia dan mengkonfirmasi bahwa dia adalah salah seorang dari kelompok Yesus. Bukan cuma sekali, Petrus menyangkal kenal dengan Yesus sampai tiga kali. Padahal, sebelumnya Petrus membela dan melindungi Yesus dari serdadu yang hendak menangkap Yesus. Padahal, Petrus sempat mengatakan bahwa ia tidak akan menyangkal Tuhan Yesus, sekalipun harus mati. Tetapi justru dalam kondisi Yesus diadili oleh orang banyak, dia lupa dengan ucapannya. Padahal dia mengaku sangat mengasihi Yesus.

Ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, dan meminta murid-muridnya untuk berjaga-jaga, eh murid-murid itu malah tertidur. Terkesan mereka ini tidak bisa diandalkan, bukan?

Berasa familiar dengan peristiwa-peristiwa itu?

Sahabat kita atau mungkin saudara kita berjanji akan melindungi dan setia dalam persaudaraan/persahabatan. Tetapi ternyata mereka tidak bisa pegang janji. Mungkin ada sahabat kita yang dulu merasa punya hubungan dekat, eh pas ada kejadian yang menimpa kita, dia malah menghilang. Amnesia pula, tidak ingat pernah kenal. Saudara pun menjauh. Atau ramai-ramai menyalahkan kita atas sesuatu hal yang sebenarnya tanggung jawab mereka juga.

Ketika kita kerepotan tentang sesuatu hal dan butuh bantuan dan dukungan, saudara kita yang kita harapkan peka untuk membantu, eh boro-boro...malah gak ngeh sama sekali, sibuk dengan dirinya sendiri dan untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketika kita tidak tahan untuk berterus terang akan ketidak pekaannya, ada seribu satu alasan untuk pembenaran.

Orang-orang  yang dulunya memuja-muja tanpa diminta, tiba-tiba menjadi orang yang bersama-sama orang lain lagi mencari-cari kesalahan kita, menyalibkan kita.  

Semua itu bisa jadi alasan untuk "pergi" melarikan diri. Merasa sendirian, marah karena diperlakukan tidak adil, dihianati, merasa dimanfaatkan. Semua itu bisa jadi alasan untuk tidak setia.

Tetapi cobalah lihat Tuhan Yesus dalam jalan salibnya. Penderitaannya jauh lebih berat. Dia disiksa bukan karena suatu kesalahan yang dia buat. Tetapi dia rela menanggung semuanya. Bahkan memaafkan orang-orang yang membuat dia menanggung semua penderitaan itu.

Dengan mengikuti jalan salib Yesus, saya percaya, Tuhan tahu penderitaan kita. Karena dia sendiri sudah lebih dulu mengalaminya. Artinya kita tidak sendirian. Ada Tuhan Yesus yang mengerti segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Karena itu, Dia juga pasti bisa menguatkan kita. Membimbing dan menemani kita supaya kita sanggup setia sampai akhir.

Melarikan diri dari salib yang harus kita pikul, hanya akan membuat kita menjadi manusia yang tidak bertumbuh dan penuh penyesalan di kemudian hari. Sebaliknya, tetap setia pada salib yang harus kita pikul, menjadikan kita manusia yang lebih baik lagi. Hidup pun akan jadi lebih berarti dan bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun