Kisah sengsara Yesus yang selalu dibacakan setiap Jum'at Agung, mengingatkan saya pada salib saya sendiri. Ternyata, salib yang harus saya pikul, tidak ada apa-apanya dibandingkan salib Yesus.
Walau begitu, sering kali ada niatan untuk meninggalkan salib itu dengan alasan tidak sanggup. Pemikiran bahwa saya juga berhak hidup nyaman seperti yang lain. Saya juga berhak bersenang-senang. Pertanyaan yang sering menggoda, "Why me? Kenapa bukan yang lain?"
Padahal, setiap manusia pun memiliki salibnya sendiri-sendiri, beban yang harus dia pikul. Walaupun tidak terlihat, walaupun tidak diceritakan ke mana-mana, sehingga seluruh dunia tahu.
Tuhan Yesus, sudah mendahului dan menjadi contoh bagi kita, untuk setia memikul salib. Taat sampai mati, meski tidak mudah. Kata kuncinya adalah kesetiaan.
Ternyata kesetiaan itu tidak bisa berdiri sendiri. Untuk bisa setia, harus rendah hati, harus mau berkorban, harus mau melayani orang lain. Harus rela memaafkan, harus rela tetap mengasihi walau dihianati. Intinya harus mau ambil bagian dalam penderitaan Kristus.
Kristus sudah mengalami itu semua. Dia dihianati oleh salah seorang muridnya, disangkal oleh muridnya yang lain, yaitu Petrus.
Petrus mengaku tidak kenal dengan Yesus, ketika ada orang menunjuk dia dan mengkonfirmasi bahwa dia adalah salah seorang dari kelompok Yesus. Bukan cuma sekali, Petrus menyangkal kenal dengan Yesus sampai tiga kali. Padahal, sebelumnya Petrus membela dan melindungi Yesus dari serdadu yang hendak menangkap Yesus. Padahal, Petrus sempat mengatakan bahwa ia tidak akan menyangkal Tuhan Yesus, sekalipun harus mati. Tetapi justru dalam kondisi Yesus diadili oleh orang banyak, dia lupa dengan ucapannya. Padahal dia mengaku sangat mengasihi Yesus.
Ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, dan meminta murid-muridnya untuk berjaga-jaga, eh murid-murid itu malah tertidur. Terkesan mereka ini tidak bisa diandalkan, bukan?
Berasa familiar dengan peristiwa-peristiwa itu?
Sahabat kita atau mungkin saudara kita berjanji akan melindungi dan setia dalam persaudaraan/persahabatan. Tetapi ternyata mereka tidak bisa pegang janji. Mungkin ada sahabat kita yang dulu merasa punya hubungan dekat, eh pas ada kejadian yang menimpa kita, dia malah menghilang. Amnesia pula, tidak ingat pernah kenal. Saudara pun menjauh. Atau ramai-ramai menyalahkan kita atas sesuatu hal yang sebenarnya tanggung jawab mereka juga.