Penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh BUT, dianggap sebagai penghasilan BUT.
Contoh:
BUT bank. Apabila sebuah bank di luar negeri mempunyai BUT di Indonesia, kemudian memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui BUT di Indonesia.
Sebenarnya atas pemberian pinjaman kantor pusat kepada nasabah di Indonsia bisa dilakukan oleh BUT Indonesia, atau memiliki ruang lingkup usaha yang sama yaitu perbankan. Karena itu, atas penghasilan dari pemberian pinjaman tersebut dianggap omset atau penghasilan BUT.
Contoh :
Penghasilan kantor pusat yang wajib dimasukkan sebagai penghasilan BUT di Indonesia karena kegiatan yang sama misalnya perusahaan konsultasi.
Pemberian jasa konsultasi yang diberikan oleh kantor pusat langsung kepada klien di Indonesia wajib dicatat sebagai penghasilan BUT di Indonesia. Alasannya karena kegiatan usaha kantor pusat dan BUT sejenis yakni konsultasi.
Contoh :
BUT bank dan BUT jasa konsultasi merupakan contoh-contoh penggunaan force of attraction berdasarkan Pasal 5 UU PPh dan Pasal 7 tax treaty.
Sedangkan contoh penggunaan effectively connected seperti ini: Misal, X Ltd menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek dagang X Ltd. Atas penggunaan merek dagang tersebut, X Ltd menerima imbalan berupa royalti dari PT Y.
Sehubungan perjanjian tersebut X Ltd juga memberikan jasa manajemen kepada PT Y melalui suatu BUT X Ltd di Indonesia. BUT X Ltd dibuat dalam rangka pemasaran produk PT Y yang mempergunakan merek dagang tersebut. Skema diatas mengharuskan PT Y membayar royalti ke kantor pusat X Ltd, dan membayar jasa manajemen kepada BUT X Ltd.