Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Tradisi Discernment of Spirit dalam Gereja Katolik

29 Oktober 2020   15:28 Diperbarui: 21 November 2021   20:36 3943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Tradisi Discernment of Spirit dalam Gereja Katolik. | pexels

I. Pengantar

Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan menuju keselamatan.  Namun, tak dapat dipungkiri bahwa umat yang dipanggil Tuhan ini memiliki kecenderungan berbuat dosa (Concupiscentia).  Dalam keadaan yang demikian, manusia mengalami kesulitan untuk menanggapi Tuhan yang memanggil. Ketika manusia berusaha memilih yang baik, selalu saja ada dorongan lain untuk memilih yang jahat.

Dalam suratnya yang pertama, Yohanes menegaskan bahwa setiap roh perlu diuji (bdk. 1Yoh 4:1). Pernyataan ini berangkat dari kenyataan bahwa tidak semua roh yang berkarya dalam diri seseorang mengarahkannya pada Allah. 

Roh jahat pun berkarya dalam diri seorang manusia. Bahkan roh jahat mampu berkarya melalui sesuatu yang tampaknya sangat baik.  Anjuran Yohanes di atas sesungguhnya hendak mempertegas pernyataan Yesus sendiri. Yesus mengatakan bahwa sesuatu itu baik dikenal melalui buahnya (bdk. Mat 7:16). Discernment of spirit tidak lain adalah "aktivitas" yang perlu untuk mengenal kehendak Allah.

II. Apa Itu Discernment of Spirit dan Bagaimana Melakukannya?

A. Discernment of Spirit dalam Kitab Suci dan Tradisi

Secara etimologis, Discernment of spirit adalah terjemahan dari bahasa Yunani dokimazete ta pneuma (lih. 1Yoh 4:1).   Pneuma itu sendiri memiliki kesamaan arti dengan ruah (Ibrani). Kedua kata ini dalam bahasa Latin disebut spiritus. Dalam bahasa Indonesia, kata ini disebut "roh". Roh merujuk pada Roh Allah yang berkarya (bdk. Hak 23:19; 6:33; 1Sam 11:6) dan selalu dibedakan dengan perbuatan daging (bdk. Gal 5:6-25).

Dalam budaya Yunani klasik, dokimazein berarti mencobai, membuktikan, dan membedakan uang atau orang atau anggur, serta menilai sesuatu itu baik atau tidak. Kemudian kata ini diterjemahkan ke dalam bahsa Inggris discern yang berarti menyaring, memisahkan, membedakan, seperti kita berusaha membedakan atau memisahkan butir-butir beras dari kerikil kecil, atau pasir halus dan pasir kasar. 

"Aktivitas" discernment tidak hanya dipakai dalam kalangan religius, namun juga dipakai oleh para dokter dan pebisnis. Singkat kata, discernement dipahami sebagai "aktivitas" memilah-milah mana yang baik dan mana yang tidak baik dalam mengambil sebuah keputusan, entah keputusan personal ataupun keputusan komunal.

Baca juga: Sakramentalitas 7 Sakramen Gereja Katolik

Dalam kehidupan spiritual, "aktivitas" ini dikenal dengan sebutan discernment of spirit. Discernment of spirit adalah "aktivitas" membedakan mana gerakan batin yang digerakan oleh Roh Kudus dan mana gerakan batin yang digerakkan oleh roh jahat. Roh Kudus selalu menuntun sesorang pada kehendak Allah, sedangkan roh jahat selalu mendorong seseorang kepada kejahatan.  Sumber gerakan selalu dilihat berdasarkan tujuannya. Dalam Perjanjian Lama, discernment of spirit berhubungan langsung dengan pengalaman manusia dalam menanggapi Wahyu Allah. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan komunikasi yang mengundang partisipasi. 

Letak discernment justru dalam usaha menanggapi Allah dalam pengalaman konkretnya. Kain yang didorong oleh perasan iri, kemudian membuat sebuah keputusan keji, yakni membunuh Habel, saudara kandungnya sendiri (bdk. Kej 4:5-8). 

Abraham menanggapi Allah dengan membuat sebuah keputusan besar, yakni meninggalkan negerinya sendiri (bdk. Kej 12:4). Lalu, Saul yang dikuasai oleh roh memutuskan untuk menyelamatkan Yabesh (bdk. 1Sam 11:6-14). Singkat kata, sepanjang Perjanjian Lama berisi konsekuensi-konsekuensi keputusan manusia (entah itu baik atau buruk) berhadapan dengan wahyu Allah.  

Dalam Perjanjian Baru, Yesus sering kali menyampaikan perumpamaan-Nya dalam bentuk pilihan ganda, misalnya antara Allah dan Mamon (Mat 6:24), jalan yang lapang atau jalan yang sempit (Mat 7:13-14), membangun rumah di atas batu atau di atas pasir (Mat 7:26-27), gandum atau lalang (Mat 13:24-30), gadis-gadis yang bijaksana atau gadis-gadis yang bodoh (Mat 25:1-13), ikan-ikan yang baik dan ikan-ikan yang tidak baik (Mat 13:47-53). 

Dalam beberapa pilihan ganda di atas, selalu termuat apa yang baik dan apa yang jahat. Atau dengan kata lain, dalam pilihan ganda tersebut mengandung apa yang sesuai dengan kehendak Allah dan apa yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Melalui perumpamaan-perumpamaan di atas, Yesus hendak menyampaikan kondisi manusia. Dalam diri manusia selalu ada dorongan ke arah yang baik sekaligus ke arah yang jahat.

Sementara itu, Paulus pernah berbicara tentang karunia untuk membedakan bermacam-macam roh (bdk. 1Kor 12:12-31). Paulus juga  membedakan antara perbuatan daging dan buah Roh ( Gal 5:6-25). Dalam surat kepada jemaat di Roma, Paulus menganjurkan agar umat mampu mengenal kehendak Allah dan apa yang berkenan kepada-Nya (bdk Roma 12:2). 

Kepada jemaat di Filipi, Paulus berharap agar mereka dapat memilih apa yang baik (bdk Flp 1:9). Senada dengan Yohanes, Paulus juga menganjurkan jemaat di Tesalonika untuk menguji segala sesuatu dan berpegang pada yang baik (bdk. 1Tes 5:21). Dalam Kisah Para Rasul, tradisi discernment of spirit dilakukan oleh jemaat perdana untuk memilih pengganti Yudas (Kis 1:15-26); memilih tujuh diakon (Kis 6:1-7), dan saat sidang konsili di Yerusalem (Kis 15:1-21). Melalui jemaat Gereja Perdana, kita akan mengetahui bahwa discernment of spirit adalah "aktivitas" yang juga bisa dilakukan secara bersama-sama.

Dalam perjalanan waktu, discernment of spirit direfleksikan secara mendalam oleh beberapa tokoh spiritual. Thomas Aquinas memahami discernment of spirit sebagai pemberian istimewa untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan atau untuk membaca rahasia hati.  Sementara itu, Kardinal Bona (+1674) memahami discernment of spirit sebagai penyelidikan terhadap berbagai gerakan; mana yang berasal dari Allah dan mana yang tidak.  Gembala dari Hermes menamakan discernment of spirit sebagai tindakan membedakan "malaikat kebenaran dan malaikat kejahatan".  

Di kemudian hari, aktitvitas discernment of spirit dijalankan secara disiplin oleh Ignasius dari Loyola. Kemudian discernment of spirit menjadi kekhasan spiritualitas Ignasian. Tradisi ini terus dijalankan oleh Gereja sampai hari ini terutama dalam pemilihan paus, keputusan penting dalam komunitas religius, dan bahkan dalam keputusan personal seorang religius.

B. Melakukan Discernment of Spirit

Perlu diketahui bahwa discernment of spirit adalah doa sekaligus usaha yang tidak sekali jadi.  Keseluruhan "aktivitas" discernment of spirit dialami sebagai doa. Ada dua bentuk discernment of spirit dalam tradisi spiritual Kristiani, yakni discernment personal dan discernment komunal. Di sini, penulis akan menguraikan bagaimana kedua bentuk discernment ini dijalankan.

1. Discernment  personal

Yang perlu disadari oleh seorang yang melakukan discernment of spirit adalah: pertama, mengenal kondisi hidup rohaninya. St. Ignatius Loyola membagi dalam dua kategori kondisi hidup rohani yakni, mereka yang memiliki kecenderungan ke arah yang jahat dan mereka yang sedang berusaha dekat dengan Tuhan.  

Kedua kategori ini bisa pula kita katakan dengan rumusan: mereka yang cenderung berorientasi kepada dirinya sendiri dan mereka yang cenderung berorientasi ke orang lain. Cara kerja roh baik dan roh jahat di dalam diri kedua kategori ini berlainan.

Dalam diri seorang yang berorientasi pada dirinya sendiri, roh jahat akan mendorong orang tersebut untuk selalu melakukan kejahatan. Sebaliknya, roh baik bekerja melalui hati nurani dan akal budi. Sedangkan dalam diri orang yang sedang berusaha dekat dengan Tuhan, Roh baik bekerja melalui pengalaman air mata, inspirasi, dan kedamaian.

Pengalaman-pengalaman seperti ini membuat seseorang mampu menghadapi hambatan untuk semakin dekat dengan Tuhan. Sebaliknya, roh jahat menyerang bagian sensitif seseorang, penalaran seseorang, dan bagian defensif seseorang dengan alasan yang semu. 

Kadang kala roh jahat menyerang kelemahan kodrati seseorang, dengan pertama-tama membuat seseorang antusias, tetapi kemudian membuat orang tersebut kecil hati, putus asa untuk terus melakaukan kebaikan. Kedua, seseorang perlu mengenal tujuan tindakannya. Aktivitas discernment tidak lain adalah "aktivitas" mencari kehendak Allah. 

Dari tujuan akhir tindakan, kita akan mengenal apakah Roh baik atau roh jahat yang mendorong kita. Kita perlu mengetahui apakah tujuan tindakan kita adalah demi kemuliaan Allah atau bukan. Kehendak Allah selalu berupa keinginan untuk mencintai, melayani, jujur, murni, dan adil. Sebaliknya, bila tujuan tindakan kita adalah kemegahan diri, balas dendam, iri hati, dan kebencian, dengan sendirinya gerakan itu berasal dari roh jahat. Ketika kita mengenal tujuan gerakan, pada saat yang sama kita akan mengenal sumber gerakan.

2. Discernment komunal

Discernment komunal merupakan proses yang diagendakan secara bersama-sama. Discernment bentuk ini selalu berkaitan dengan keputusan penting dan menyangkut kebaikan bersama. Langkah-langkahnya antara lain:

Pertama, persiapan diri. Di sini peserta diharapkan menaruh keyakinan bahwa Roh Kudus akan berkarya dalam dirinya dan juga peserta yang lain. Untuk itu, setiap peserta diharapkan membuka diri terhadap karya Roh.

Kedua, berdoa dan berefleksi. Dalam tahap ini, peserta diharapkan berdoa dan berefleksi atas doanya. Mereka perlu melihat bagaimana Roh Kudus menggerakkan mereka. Doa juga dimaksudkan agar peserta menjalankan discernment dengan semangat lepas bebas.

Ketiga, menyampaikan data. Yang dimaksudkan dalam tahap ini ialah bahwa setiap peserta mengetahui dengan benar bahan yang sedang dijadikan pemilihan atau penegasan bersama. Untuk itu, bahannya diharapkan sudah dipelajari di waktu-waktu sebelumnya. Bisa mendatangkan ahli khusus, namun ia sebatas menyampaikan informasi dan tidak membuat keputusan.

Keempat, pemisahan alasan pro dan kontra. Di bagian ini, peserta menyampaikan alasan pro dan kontra terhadap bahan. Kemudian, kedua alasan ini dipisahkan agar kedua kubu merefleksikannya dan membawanya dalam doa. Pemisahan ini dibuat untuk menjernihkan keputusan.

Kelima, sharing. Setelah semua alasan pro dan kontra disampaikan, masing-masing pribadi berdoa kepada Tuhan. Dalam keyakinannya bersama Tuhan, masing-masing peserta menentukan pilihan pribadi. Setelah berdoa secara pribadi, setiap peserta diharapkan untuk membagikan hasil refleksinya dan apa yang menjadi pilihannya secara terbuka dan jujur. Pilihan yang tepat niscaya ditemukan bila setiap peserta jujur menyampaikan hasil refleksinya.

Baca juga: Mengumpulkan Keping-keping Sejarah Gereja Katolik di Kal-Sel: "Kisah Masa Lalu, Masa Kini, dan Harapan di Masa Depan"

Keeenam, konsensus. Konsensus akan tercapai bila semua peserta menyampaikan pilihannya secara jujur. Konsensus dapat terjadi dengan mudah bila setiap peserta digerakan ke arah yang sama. Bila masih ada perbedaan pendapat di antara peserta, maka setiap peserta berusaha melihat kembali alasan perbedannya demi menemukan dasar yang sama. Bisa juga dibuat voting atau informasi baru, namun tetap dijalankan dalam doa.

Ketujuh, konfirmasi. Konfirmasi tampak apabila setiap peserta merasa puas dan gembira dengan keputusan yang baru saja diambil. Dan tentu saja akibat utama keputusan tersebut ialah demi memperbesar kemuliaan Tuhan.

C. Tiga Waktu Discernment of Spirit

Pertama, waktu I. waktu I merujuk pada situasi di mana seseorang langung dengan mudah mengetahui kehendak Allah. Keputusan yang diambil saat itu begitu mantap dan tanpa ragu-ragu. Hal semacam ini dialami oleh Paulus (lih. Kis 9) dan Matius (lih. Mrk 1:16-20).
Kedua, waktu II. Di sini, seseorang mendapat cukup banyak terang dan pengertian karena pengalaman konsolasi dan desolasi. Berdasarkan dua pengalaman ini, seseorang dapat membedakan mana gerakan menuju Allah dan mana gerakan yang membawanya jauh dari Allah.

Ketiga, waktu III. Di sini, seseorang perlu mencatat alasan pro dan kontra atas apa yang sedang ia pertimbangkan. Hal ini dilakukan karena seseorang merasa seperti tidak digerakan oleh roh apapun. Atau dengan kata lain, roh yang menggerakannya tidak jelas. Sesudah itu, ia bisa membuat sebuah keputusan. Namun, meskipun demikian, keputusan akhir itu perlu terus-menerus dibawa dalam doa. Melalui doa ia memohon kepada Tuhan agar keputusannya benar-benar demi kemuliaan Tuhan.

D. Peran Roh Kudus dalam Discernment

Tujuan hakiki "aktivitas" discernment of spirit ialah menemukan kehendak Allah. Roh Kudus mengarahkan seseorang menuju kehendak Allah melulu. Kehendak Allah itu berupa cinta kasih, belas kasih, kesetiaan, kelemahlembutan, keadilan, kebenaran, kejujuran, damai sejahtera, dst.  Yang memungkinkan para Rasul meneruskan karya Yesus ialah Roh Kudus (bdk. Yoh 14:16-17,25-26; 15:26-27; 16:7-11. 12-15). Dengan kata lain, apa yang diwariskan oleh para Rasul adalah kebenaran, bukan dusta.

Roh Kudus hadir dalam diri setiap manusia. Ia selalu mengajarkan kebenaran (bdk. 1 Yoh 2:27, Yoh 8:32).  Hanya Roh Kudus yang mampu mengarahkan manusia pada kehendak Allah (bdk. 1 Kor 2:10-12). Berkat Roh Kudus, manusia mampu melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. 

Memang kita tidak pernah menyaksikan secara empiris bagaimana Roh Kudus berperan dalam "aktivitas" discernment of spirit. Namun, kita mampu melihat akibat peranan-Nya.  Akibat peranan-Nya selalu terungkap dalam perbuatan baik. Singkat kata, peran Roh kudus dalam discernment of spirit ialah mengarahkan seseorang pada kebenaran dan kebaikan.

III.Hubungan Discernment of Spirit dengan Kebenaran Iman yang Lain

A. Yesus Kristus sebagai Penyelamat Universal

Melalui pernyataan dogmatis ini, Gereja hendak mengatakan bahwa satu-satunya penyelamat umat manusia adalah Yesus Kristus. Dalam teologi Katolik, tindakan Allah yang menyelamatkan selalu membutuhkan tanggapan manusia. Bagi umat Kristiani, Allah yang menyelamatkan, secara definitif ditanggapi melalui penerimaan sakramen-sakramen. Itulah yang disebut dengan keselamatan subyektif. Artinya, orang-orang Kristiani secara sadar membuat sebuah keputusan untuk menerima sakramen-sakramen. Lalu bagaimana dengan orang bukan Kristiani?

Gereja mengakui bahwa di luar Gereja juga diselamatkan oleh Yesus Kristus yang sama dan satu. Yang memungkinkan keselamatan itu ialah karya Roh Kudus. Bahwa niat baik yang dilakukan oleh orang bukan Kristiani adalah bentuk lain kehadiran Roh Kudus yang sama. Lalu bagaimana kebenaran ini dihubungkan dengan "aktivitas" discernment of spirit?

Bila keselamatan itu membutuhkan tanggapan manusia, maka discernment of spirit adalah sebuah "aktivitas" yang perlu untuk keselamatan. Memang harus diakui bahwa  keselamatan adalah inisiatif Allah semata-mata. Manusia menanggapi Allah melalui imannya.  Discernment of spirit adalah bentuk tanggapan iman paling praktis terhadap Allah yang menyelamatkan. Discernmnt of spirit mau menegaskan bahwa dalam hati semua umat manusia terdapat karya Roh Kudus yang mengarahkan manusia pada Allah.

Namun, karena discernment of spirit adalah sebuah doa, bagaiamana discernment of spirit dipahami dalam orang-orang yang bukan kristiani yang tidak berdoa, tetapi melakukan hal yang baik, misalnya, seorang ateis? Penulis menegaskan bahwa niat baik itu tidak diperoleh melalui aktivitas discernment. Kalaupun itu sebuah discernment, itu bukanlah discernment spiritual. Sebab, discernment of spirit adalah berdoa.  Berdoa berarti punya kesadaran akan realitas Transenden. Seorang ateis hanyalah seorang yang telah memilih yang baik. Bagi penulis, justru di sinilah letak keistimewaan orang kristiani.

B. Konsekuensi atas Doktrin Dosa Asal

Discernment of spirit adalah "aktivitas" yang merupakan konsekuensi atas doktrin tentang dosa asal. Seperti yang penulis telah katakan di bagian pengantar, bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berdosa.  Dosa asal sendiri merujuk pada akibat dosa Adam yang kemudian diwariskan kepada semua manusia.  Akibat dosa itu berupa kecenderungan berbuat dosa. Kondisi ini menyulitkan manusia untuk secara langsung mengenal kehendak Allah, sebab manusia selalu terikat oleh belenggu kecenderungan natural tersebut.

Konsekuensinya, manusia harus memiliki kepekaan spiritual untuk mengenal kecenderungannya. Manusia harus mampu mengenal apakah kecenderungan insaninya membawa ia pada kehendak Allah atau tidak. Banyak orang Kudus dalam Gereja telah mengatasi kondisi ini, salah satunya ialah Ignatius Loyola. Orang kudus ini menawarkan discernment of spirit. Discernment of spirit dikatakan sebagai konsekuensi, sebab, jika kecenderungan untuk berbuat dosa tidak ada, maka discernment of spirit juga tidak perlu.

C. Discernment of Spirit sebagai Antisipasi Eskatologis

Tujuan sejati kehidupan manusia ialah bertemu dengan Allah. Saat itu semua manusia berhadapan muka dengan Allah (bdk. 1Kor 13:12). Dalam kehidupan sejati, kita "mengenal satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah diutus-Nya" (1Yoh 17:3). Mengenal Allah yang sedemikian dekat hanya mungkin apabila kita mengambil bagian dalam kehidupan Allah sendiri. 

Di kehidupan yang sekarang, kita masih berjuang untuk mengenal Allah. Meskipun harus diakui bahwa pengenalan akan Allah di dunia sekarang masih samar-samar.  Yang dapat dilakuan di dunia sekarang ini ialah berjuang. Perjuangan itu tidak lain ialah dengan selalu berusaha melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Yang memungkinkan kita menemukan kehendak Allah ialah Roh Kudus sendiri.

Maka, aktivitas discernment of spirit adalah bagian dari perjuangan itu. Discernment of spirit itu sendiri adalah sebuah usaha untuk mengenal kehendak Allah. 

Pengenalan akan kehendak Allah di dunia sekarang setidaknya memberikan sedikit gambaran tentang apa artinya kehidupan eskatologis itu. Bila di dunia ini kita berusaha memilih yang baik, yang membawa kita pada suka cita, damai, adil, cinta, dan belas kasih, maka, dapat dikatakan bahwa apa yang telah kita lakukan adalah bagian dari antisipasi dari kehidupan abadi itu sendiri. Dikatakan antisipasi, lantaran kita telah mengecap sedikit kehidupan Allah itu di dunia yang sekarang melalui rahmat Roh Kudus.

D. Discernment of Spirit: "Aktivitas" Merumuskan Dogma

Discernment of spirit bukanlah sebuah pernyataan dogmatis. Namun discernment of spirit adalah tindakan yang merumuskan semua pernyataan dogmatis. Penulis katakan demikian lantaran penulis sangat yakin bahwa semua pernyataan dogmatis yang dikeluarkan oleh Gereja mustahil tanpa berangkat dari discernment of spirit yang serius dan disiplin. Misalnya, dogma yang mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia. Dogma ini dikeluarkan berdasarkan discernment of spirit para peserta konsili Khalsedon.

Harus diakui bahwa pernyataan dogmatis memang sama sekali tidak berpengaruh pada eksistensi Allah. Allah dalam diri-Nya tetaplah Dia Yang Transenden. Demikian pun dengan pernyataan dogmatis tentang "Maria dikandung tanpa noda dosa" misalnya. Pernyataan ini sama sekali tidak berpengaruh pada identitas Maria. 

Entah ada dogma atau tidak, bunda Maria tetaplah dikandung tanpa noda dosa. Pernyataan dogma adalah bentuk tanggapan iman manusia terhadap kebenaran itu. Karena pernyataan itu adalah tentang sebuah kebenaran iman, dan yang merumuskannya adalah manusia, maka pernyataan iman itu dirumuskan berdasarkan pembedaan roh yang ketat.

E. Keselamatan adalah Persoalan Keputusanku

Semua manusia dipanggil oleh Allah menuju keselamatan. Inisiatif penyelamatan pertama-tama datang dari Allah. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia hanya dapat menjawab dan menanggapi panggilan keselamatan Allah.  Manusia menanggapi Allah berkat rahmat yang dianugerahkan oleh Roh Kudus. Rahmat itu tidak lain adalah iman. 

Tanggapan manusia atas Allah yang menyelamatkan dengan demikian terkait keputusan iman yang bebas dan tanpa paksaan. Orang Kristiani menanggapi Allah dengan berusaha melakukan kehendak Allah yang tentu saja secara defenitif melalui penerimaan sakramen-sakramen. Orang-orang bukan Kristiani dianggap menanggapi Allah melalui niat baik.

Bagaimana kaitannya dengan discernment of spirit? Discernment of spirit adalah bagian dari tanggapan iman manusia atas Allah yang menyelamatkan. Discernment of spirit merupakan indikasi bahwa seseorang memiliki rahmat, yakni iman. 

Iman itu ditunjukkan melalui usaha mencari kehendak Allah dalam "aktivitas" discernment of spirit. Discernment of spirit dengan demikian adalah usaha manusia (Kristiani) untuk memutuskan apakah aku mau menanggapi Allah yang menyelamatkan atau tidak? Tanggapan terhadap Allah berarti memilih yang baik dan menolak yang jahat.

Baca juga: Akankah Gereja Katolik Mengalami Revolusi Kedua?

IV.Penutup: Relevansi

Allah juga menyatakan diri-Nya melalui realitas sosial di mana di dalamnya kita membuat keputusan.  Roh Kudus pun dengan demikian berkarya melalui kenyataan sosial. Yang perlu kita sadari bahwa Roh Kudus selalu mengajarkan tentang kebenaran.   Di tengah kehidupan sosial, kita mesti memilih kebenaran. Geraja zaman sekarang berjumpa dengan teknologi. Hampir semua orang menggunakan teknologi, baik itu petani, politisi ataupun religius. 

Bagaimana seorang kristiani melakukan aktivitas discernment of spirit atas perkembangan teknologi di zaman sekarang? Seorang Kristiani harus menggunakan teknologi demi mendekatkan dirinya pada kehendak Allah. Atau dalam bahasa Ignatius dari Loyola: "demi lebih besarnya kemuliaan Allah". 

Itulah goal aktivitas discernment of spirit. Seorang Kristiani hendaknya menggunakan Facebook, What's App, Instagram, You Tube sejauh itu membuatnya semakin memuliakan Tuhan, semakin dekat dengan Tuhan dan sesama.

Kita meyakini bahwa Roh Kudus berkarya melalui media-media ini. Di samping itu, perlu disadari pula bahwa iblis juga mampu bekerja melalui teknologi. Tentu saja penggunaan teknologi perlu disertai "aktivitas" discernment of spirit. Misalnya, ketika kita mengunggah sebuah status di facebook. Pengunggahan berarti membiarkan unggahan itu disaksikan oleh banyak orang. Dalam kasus ini, kita perlu meneliti maksud kita mengunggah status tersebut. 

Apakah kita bermaksud untuk membagikan pengetahuan kepada banyak orang atau bermaksud mempopulerkan diri melalui kata-kata yang romantis atau filosofis? Ataukah kita bermaksud menyampaikan hoax? Dari sinilah kita akan mengenal mana yang sesuai dengan kehendak Allah dan mana yang bertentangan dengan kehendak Allah.

Oleh: Venan Jalang

Daftar Pustaka

Dokumen Gereja:
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Kitab Suci:
Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Biblika, 2013.

Buku-buku:
Dubay, Thomas. Authenticity A Biblical Theology Of discernment. Washington: Dimension Books, 1976.
Fatula, Mary Ann. The Holy Spirit: Unbounded Gift of Joy. Minnesota: The Liturgical Press, 1998.
Green,Thomas H. Weeds Among The Wheat. Manila:  Saint Paul Publication, 1983.
Jacobs, Tom. Karya Roh dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius,1988.
Pai, Rex A. Discernment: A Way Of Life. Penterj. Alexander S. Tejo. Medan: Bina Media, 2002.
Riyanto, Armada. Dialog Interreligius: Historisitas, Tesis, Pergumulan, Wajah. Yogyakarta: Kanisius, 2010.  
Suparno, Paul. Roh Baik dan Roh Jahat.  Yogyakarta: Kanisius,1998.
Supatra,Wardi. Ongoing Formation: Pergumulan Menjadi Seperti Yesus. Jakarta: Obor, 2016.
Yashua, Penka. Perempuan Sumber Dosa: Sebuah Refleksi Alkitabiah. Malang: Dioma, 2011.
 
 
 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun