Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angin Senja

21 Oktober 2020   13:27 Diperbarui: 21 Oktober 2020   20:55 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis kecil itu kini telah tumbuh dewasa menjadi perempuan cantik dan anggun. Gemulai langkahnya tidak selaras dengan matanya yang tajam. Setiap kali ia berjalan maka hanya dialah tokoh utama di jalan itu, Naira. 

Perempuan berparas ayu yang baru saja masuk usia 20 tahun. Naira sudah lulus sekolah sejak 2 tahun yang lalu, di saat teman sebayanya memutuskan merantau atau menikah, Naira cukup di rumah dan berkarya. 

Dia benar Naira, gadis cantik dengan julukan kembang desa yang begitu mahir melukis. Namun dari semua lukisan yang ia suka, hanya senja yang ia cinta.

Dan ini adalah Bayu seorang pemuda tampan anak tetangga Naira, dia seorang mahasiswa usianya dua tahun lebih tua dari Naira. Sejak kecil mereka sering bersama. Bukan karena hubungan bertetangga, melainkan mereka sudah layaknya saudara.

Suatu ketika Bayu yang memutuskan jadi anak rantau sejak 4 tahun lalu itu pulang. Wajahnya berubah bahkan jadi lebih tampan dan badannya lebih gagah.

Satu orang yang ingin segera Bayu datangi, ya dia adalah Naira. Gadis itu tidak akan ada di tempat lain, dia pasti sedang duduk menatap kanvas di galerinya sembari menatap senja yang sebentar lagi akan sirna.

Nafasnya terengah-engah meski berlari tidak lebih dari 100 meter, Bayu menunduk dan mengatur kembali jalan nafasnya yang dia rasa hampir saja putus.

"Harunya kamu lebih banyak berolahraga," ucap gadis itu tanpa menoleh sedikitpun.

Bayu yang masih mengatur nafasnya perlahan memasuki ruangan dengan puluhan kanvas penuh coretan senja.

"Bangunlah, harusnya kamu yang olahraga. Seharian kau pasti hanya duduk menatap kanvas dan menghirup aroma cat." ejek nya.

"Tanganku justru akan lelah jika hanya mengepal dan menggenggam udara sambil berlari menyusuri jalanan yang kosong. Aku lebih suka dengan tarian-tarian kuas di jemariku seperti ini," sanggah Naira, "baru pulang?" tanya gadis itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun