Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, jadi Game Changer untuk lingkunganmu!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Rembulan

7 Desember 2016   20:09 Diperbarui: 7 Desember 2016   20:15 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Flickriver.com

Rumah berkanopi hijau itu sejatinya tak pernah sepi. Walau hanya dihuni oleh tiga orang, rumah itu selalu saja terlihat ramai. Penghuni pertama sekaligus ter-ranum bernama Mak Larsi; ia adalah perempuan setengah baya dengan sanggul hitam yang menempeli kepalanya. Pagi-pagi sekali biasanya mak Lasri sudah bangun, ia akan menghidupi dapur, dan membuat aneka pengganjal perut di sana.

Penghuni kedua sekaligus penghuni terramai bernama Darman. Ia adalah seorang lelaki berusia dua puluh limaan dengan senyum yang selalu menempeli bibirnya. Ya, Darman tak pernah melewati hari tanpa tersenyum. Bahkan jika tidak ada yang bersedia mengajaknya senyum, ia akan tersenyum sendiri. Karena, baginya, senyum bukan tentang menghargai orang lain, tetapi senyum adalah tentang menghargai diri sendiri, bahwa kau harus menyukuri nikmat Tuhan yang engkau miliki. Bagi Mak Larsi, Darman adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Dari anak sulungnya itu, ia belajar banyak tentang kesabaran, ketabahan, dan kesadaran, bahwa hidup tak hanya harus dilewati dengan keluhan tapi oleh senyuman.

Dan penghuni terakhir sekaligus termuda adalah Mawar; ia adalah perempuan yang kemarin baru menginjak angka sembilan tahun, tetapi mempunyai jalan pikiran tiga puluh tahun. Hidup telah menempanya sedemikian rupa, hingga Mawar bersikap lebih dari usianya. Ia tak pernah mengeluh, merengek apa lagi bermanja. Ia selalu bersikap dewasa dan menerima tanpa banyak meminta.

Mawar juga pelipur saat Darman mulai mengamuk dan memberantakan seisi rumah. Ia selalu berhasil meredakan amarah Darman dan mengembalikan senyumnya. Walau tak jarang juga ia yang berbalik menjadi bulan-bulanan, tapi Mawar tak pernah gentar—karena bersama kakaknya, ia selalu bahagia. Karena bersama keluarganya, Mawar memiliki hidup yang sempurna.

Dan malam itu, seisi rumah diriuhkan lagi oleh lolongannya Darman. Kali ini, karena lelaki itu tak berhasil menemukan baju superman kesukaannya. Mawar lupa, bahwa ia semestinya memindahkan baju itu kemarin sore dari jemuran, dan alhasil baju itu sekarang jauh dari jangkauan.

“Superman..  Superman.. Superman..”

Sedangkan Mawar terbirit-birit berlari ke pintu belakang menuju kawat-kawat jemuran.

“Kemana supermanku? Kemana dia? Kemanaaa…!!!”

Lolongan Darman semakin tak terkendali. Biasanya sebentar lagi Mak Larsi akan mengubek-ubek lemari dan mencari satu-satunya obat yang bertengger di sana: obat penenang. Dan benar saja, wanita itu sekarang sudah tergopoh-gopoh mencari sesuatu dalam kegelapan lemari.

“Superman….!!!!”

Ketika Mawar tiba dengan sepasang baju Superman yang birunya sudah pudar, Darman menghilang. Lelaki itu sudah tak berada di rumah. Mawar gelagapan. Ia langsung bergegas memakai sandalnya dan mencari Darman. Terakhir kali lelaki itu pergi, ia pulang tiga hari setelahnya. Dan yang terparah yaitu ketika Darman menghilang selama sebulan, dan akhirnya ditemukan sedang tidur di bawah kolong jembatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun