Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fragile Generation? Atau Generasi yang Kehilangan Ruang Bergerak?

20 September 2025   19:36 Diperbarui: 20 September 2025   17:45 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z bersuara, turun ke jalan, dan membuktikan: mereka bukan generasi rapuh, tapi generasi yang peduli dan bergerak. (Dibuat dengan AI)

Inilah paradoks yang perlu kita sadari. Kita khawatir generasi muda menjadi fragile karena malas bergerak, tetapi ketika mereka ingin bergerak untuk sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri, sering kali justru kita menahan mereka. Kita ingin mereka aktif, tapi takut ketika aktivitas mereka menembus batas zona nyaman kita sebagai orang tua.

Padahal, dukungan dan ruang dari keluarga maupun sekolah sangat menentukan apakah anak muda benar-benar bisa tumbuh sebagai generasi tangguh. Tangguh bukan hanya karena rajin berolahraga, tapi juga karena berani menyuarakan kebenaran, peduli pada orang lain, dan siap menghadapi risiko.

Inspirasi dari Anak Muda yang Bergerak

Meski begitu, tidak semua anak muda tenggelam dalam budaya rebahan. Ada banyak contoh inspiratif yang membuktikan bahwa jika ruang dan dukungan tersedia, mereka akan memilih untuk bergerak.

  • Komunitas Lari Pagi di Jakarta dan Bandung: ribuan anak muda rutin berlari bersama sebelum berangkat kerja atau kuliah. Mereka membangun solidaritas sekaligus menjaga kebugaran.
  • Komunitas Sepeda di Yogyakarta: bersepeda bukan sekadar olahraga, tapi juga gaya hidup ramah lingkungan.
  • Olahraga Tradisional di Desa: di beberapa daerah, permainan seperti gobak sodor, engklek, hingga egrang dihidupkan kembali oleh pemuda desa untuk melawan dominasi gawai.

Contoh-contoh ini menunjukkan: ketika kesempatan tersedia, generasi muda tidak segan untuk bergerak. Mereka tidak "malas" secara bawaan, hanya butuh ruang dan motivasi yang relevan dengan zaman.

Menuju Generasi Tangguh: Dari Rebahan ke Gerakan

Jika kita benar-benar ingin mencegah munculnya fragile generation, solusinya tidak bisa sekadar menyalahkan anak muda. Dibutuhkan langkah kolektif:

1. Bangun Ruang Publik yang Ramah Anak Muda

Taman kota, lapangan olahraga, jalur sepeda, hingga ruang terbuka hijau harus diperbanyak. Anak muda butuh tempat gratis untuk bergerak.

2. Sekolah sebagai Pusat Gaya Hidup Aktif

Jadwal olahraga jangan jadi pelengkap. Bisa ditambah dengan movement breaks di kelas, senam pagi, atau kegiatan ekstrakurikuler yang benar-benar aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun