Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi Politik Domestik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perlukah Kementerian Khusus untuk Urusan Ibadah Agama Lainnya?

13 September 2025   16:04 Diperbarui: 13 September 2025   20:04 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar postingan (Sumber: X/Twitter)

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah postingan di X (dulu Twitter) yang membuat saya berhenti sejenak. Isi postingan itu berisi kalimat singkat, bahkan bisa dibilang sangat sederhana.

Isinya hanya mengingatkan bahwa kementerian yang ada sekarang (yang salah satu tugas utamanya mengurus haji dan umrah) dibiayai penuh dari APBN, alias dari uang pajak seluruh rakyat. Padahal, uang itu berasal dari semua warga negara, lintas agama, tanpa kecuali.

Postingan itu mengusik pikiran saya. Karena kalau dipikirkan lebih dalam, ada sebuah pertanyaan keadilan yang tak bisa kita elakkan: apakah wajar sebuah kementerian penuh, dengan segala struktur dan fasilitasnya, menggunakan dana bersama untuk mengurus ibadah yang hanya terkait satu agama saja?

Pajak: Uang Bersama, Kebutuhan Bersama
Pajak adalah urusan yang tidak pandang bulu. Semua orang yang berpenghasilan dan memenuhi syarat wajib membayar, baik ia Muslim, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu, atau tidak beragama sekalipun. Negara tidak menanyakan keyakinan Anda saat menarik pajak.

Karena itu, pajak disebut uang bersama. Ia adalah keringat yang dikumpulkan dari seluruh rakyat, lalu dikembalikan lagi dalam bentuk layanan, pembangunan, dan perlindungan. Maka wajar bila setiap orang berhak merasa mendapatkan bagian yang adil dari uang yang mereka setorkan itu.

Namun, di sinilah letak ganjilnya. Kita memiliki sebuah kementerian dengan anggaran besar, ribuan pegawai, kantor di berbagai daerah, kendaraan dinas, perjalanan dinas, hingga fasilitas pejabat, yang semua biayanya berasal dari APBN. Tapi, orientasi utamanya adalah mengurus ibadah haji dan umrah.

Saya ulangi: bukan perjalanan ke luar negeri yang ditanggung negara (itu ditanggung jemaah masing-masing) tetapi mesin birokrasi yang menopang penyelenggaraan ibadah itu yang dibiayai pajak rakyat. Dengan kata lain, yang dibiayai bukan ritualnya, melainkan struktur negara yang mengurusi ritual tersebut.

Lalu, di mana keadilan bagi warga yang tidak menjalankan ibadah itu?

Negara dan Netralitas terhadap Agama
Konstitusi Indonesia dengan jelas menjamin kebebasan beragama. Negara mengakui enam agama resmi. Dalam logika itu, negara mestinya berdiri sama jauh dari semua agama, tidak lebih dekat ke satu, tidak pula menjauh dari yang lain.

Tetapi dengan keberadaan kementerian khusus yang fungsi utamanya melayani satu agama, kesan yang muncul tidak lagi "sama jauh". Ada jarak yang berbeda. Ada perlakuan yang tidak seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun