Kyai Tolih dalam Turunan Babad Wirasaba (4)
Ki Tolih Memilih Keris Ligan
Dengan suara tenang, Ki Tolih berkata:
"Namun demikian, hamba mohon, jika berkenan Baginda Sri Narendra, anugerah yang hamba terima kiranya sederhana saja, cukup untuk bekal hidup hamba sebagai orang biasa. Permohonan hamba, jika diperkenankan oleh Baginda, hanyalah sebuah keris pilihan, satu saja, itulah permohonan hamba kepada Baginda. Dan setelah itu, mohon pula hamba diizinkan untuk pamit dan pergi meninggalkan negeri ini, sebab hamba tidak berhasrat tinggal di istana."
Patih Mangkurat menjawab lembut:
"Baik, nanti akan kusampaikan kepada Baginda Raja, jika itu memang kehendakmu."
Patih pun masuk ke dalam istana dan menyampaikan kepada Sri Narendra seluruh permintaan Ki Tolih.
Sang Raja bersabda:
"Baiklah, aku mengizinkan. Ambilkan kendaga (peti) pusaka yang berisi keris, bawa keluar, biarkan Ki Tolih memilih sendiri mana yang ia sukai."
Patih segera membawa kendaga pusaka keluar dan menyerahkannya kepada Ki Tolih sambil berkata:
"Nah, Tolih, pilihlah salah satu keris pusaka ini milik Baginda Raja. Ambil yang paling engkau sukai."
Di dalam kendaga itu terdapat lima bilah keris pusaka yang berkilau indah. Kendaga pun dibuka, tampak lima keris berjajar rapi. Ki Tolih memperhatikan satu per satu, kemudian tanpa ragu ia mengambil sebilah keris tanpa sarung, warnanya kusam dengan kilau kemerahan yang pudar, tidak seperti keris lainnya yang tampak mewah.
Kepada Patih ia berkata dengan lirih:
"Inilah yang hamba mohon, pusaka Baginda yang tidak bersarung, warnanya kusam kemerahan ini."
Patih tersenyum lalu berkata:
"Baiklah, aku menyetujuinya. Dan mengenai permintaanmu, Sang Prabu tidak keberatan dengan pilihan ini, Baginda menerima dengan ikhlas apa yang kau kehendaki."
Ki Tolih pun menyembah hormat kepada Patih, lalu berkata:
"Kalau begitu, mohon pamit hamba kepada Paduka. Hamba hendak pergi meninggalkan negeri ini."
Patih menjawab lembut:
"Baiklah, semoga perjalananmu selamat, Ki Tolih."
Ki Tolih perlahan menjawab:
"Terima kasih, semoga kita semua dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa."
Setelah itu, Ki Tolih pun melangkah keluar dari negeri, meninggalkan kota Majapahit tanpa menoleh lagi. Ia berjalan melintasi gunung dan lembah, melewati jalan-jalan sunyi yang jarang dilalui manusia, menyusup di hutan seperti ayam alas, melewati desa-desa kecil di pinggir hutan. Ia terus berjalan mengikuti suara hatinya, siang dan malam, pergi tanpa diketahui ke mana tujuannya.
Kyai Tolih Bertemu Ki Adipati Kaleng
Tanpa banyak bicara, Ki Tolih melanjutkan perjalanan hingga akhirnya ia tiba di Kadipaten Kaleng, tempat kediaman seorang adipati. Ia memiliki saudara muda yang bernama Kyai Meranggi, yang berasal dari Kejawar. Saat itu, Ki Tolih masuk ke halaman kadipaten dan mendapati suasana sedang sepi; sang adipati tidak berada di pendapa.
Di dalam rumah juga tampak lengang. Ki Tolih melihat ada seorang wanita di serambi, maka ia mendekat perlahan dengan tutur kata lembut:
"Permisi, Nyai. Hamba ingin bertanya, apakah Kyai berada di rumah? Hamba hendak bertemu beliau."
Nyai Kaleng lalu menghampiri suaminya yang berada di belakang, sambil berkata lirih:
"Kyai, ada tamu di depan. Beliau menunggu di pendapa."
Kyai Kaleng menyahut pelan:
"Siapa tamunya? Dari mana asalnya?"
Nyai menjawab:
"Hamba tidak sempat bertanya siapa beliau. Beliau hanya bilang ingin bertemu."
Kyai Kaleng pun berkata:
"Baiklah, kalau begitu aku akan segera keluar menemui tamu itu."
Kyai Kaleng kemudian keluar, diikuti sang istri, menuju pendapa. Setiba di sana, Kyai Kaleng menyapa:
"Selamat malam, Kyai. Dari mana gerangan asalnya? Siapakah yang membawa langkah di malam hari ini?"
Tamu itu menjawab tenang:
"Hamba hanyalah orang keliling yang tak memiliki rumah. Sudah lama hamba hidup berpindah-pindah. Nama hamba Ki Tolih, tidak punya negeri, tidak punya keluarga, tidak punya tujuan. Jika berkenan, hamba ingin mengabdi di sini kepada panjenengan. Hamba bersedia menjadi penjaga halaman, pembersih, atau apa saja yang panjenengan kehendaki."
Kyai Kaleng tersenyum mendengar jawaban itu, lalu berkata dengan lembut:
"Aku sangat menerima dengan senang hati, Kyai. Jika memang itu yang engkau inginkan, aku akan menganggapmu sebagai jimat bagi keluarga ini."
Bersambung ke: Kyai Tolih - Babad Wirasaba 5
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI