"Terima kasih, semoga kita semua dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa."
Setelah itu, Ki Tolih pun melangkah keluar dari negeri, meninggalkan kota Majapahit tanpa menoleh lagi. Ia berjalan melintasi gunung dan lembah, melewati jalan-jalan sunyi yang jarang dilalui manusia, menyusup di hutan seperti ayam alas, melewati desa-desa kecil di pinggir hutan. Ia terus berjalan mengikuti suara hatinya, siang dan malam, pergi tanpa diketahui ke mana tujuannya.
Kyai Tolih Bertemu Ki Adipati Kaleng
Tanpa banyak bicara, Ki Tolih melanjutkan perjalanan hingga akhirnya ia tiba di Kadipaten Kaleng, tempat kediaman seorang adipati. Ia memiliki saudara muda yang bernama Kyai Meranggi, yang berasal dari Kejawar. Saat itu, Ki Tolih masuk ke halaman kadipaten dan mendapati suasana sedang sepi; sang adipati tidak berada di pendapa.
Di dalam rumah juga tampak lengang. Ki Tolih melihat ada seorang wanita di serambi, maka ia mendekat perlahan dengan tutur kata lembut:
"Permisi, Nyai. Hamba ingin bertanya, apakah Kyai berada di rumah? Hamba hendak bertemu beliau."
Nyai Kaleng lalu menghampiri suaminya yang berada di belakang, sambil berkata lirih:
"Kyai, ada tamu di depan. Beliau menunggu di pendapa."
Kyai Kaleng menyahut pelan:
"Siapa tamunya? Dari mana asalnya?"
Nyai menjawab: