Ki Tolih dari Kaleng hingga Cikakak, langkahnya adalah perjalanan batin seorang bijak, meninggalkan simbol kekuasaan, demi merawat kebebasan batin.
Ki Tolih melihat bahwa cahaya nasib Bagus Mangun akan bersinar lebih jauh, jauh melampaui batas sawah dan kebiasaan kampung.
Peristiwa hilangnya Keris Gajah Endra dan kemunculannya di tangan Raden Djoko Kaiman adalah sebuah titik balik dalam narasi Wirasaba.
Ki Tolih pun perlahan-lahan menjadi tokoh penting. Para penduduk menyuguhkan makanan, hingga para perempuan menunjukkan sikap hormat dan kasih.
Sikap Ki Tolih dapat dibaca sebagai cermin nilai-nilai kejawen: sepi ing pamrih, rame ing gawe. Pemimpin sunyi yang tetap menjadi penjaga nurani.
Ki Tolih, yang semula adalah simbol ancaman, kini menjadi lambang harapan, menaklukkan keraguan, ketakutan, dan prasangka dari Majapahit dan dirinya.
Kisah yang mengajarkan bahwa dalam sejarah Nusantara, politik tidak selalu bersifat kekerasan atau tipu daya.
Ki Tolih justru dilepaskan dan dirawat di Kepatihan, meski akhirnya ia jatuh menderita karena rasa malu dan menyesal.
Dokumen lokal—babad desa—menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya dibentuk oleh kerajaan besar, tapi bisa oleh tokoh spiritual, keluarga, budaya lokal.
Kisah Kyai Tolih dan keris Gajahendra mengajarkan bahwa kekuasaan yang besar tidak bisa ditanggung sendirian
Gajahendra menjadi simbol bagaimana benda pusaka mampu merangkai sejarah, menyatukan wilayah, dan menjaga identitas budaya.
Perjalanan Kyai Tolih mengajarkan bahwa kekuatan ruhani kadang justru lahir di jalan sepi — jalan yang jarang dilalui mereka yang hanya mengejar tahta
Kyai Tolih mewariskan keris Gajah Endra menjadi pusaka keluarga Kyai Mranggi, warisan bagi putranya yaitu Jaka Kaiman.
Satu orang panakawan yang menjadi pusat cahaya itu, adalah seorang pemuda asal Kejawar, anak dari Ki Meranggi Kejawar, bernama Jaka Kaiman.
Permohonan hamba, jika diperkenankan oleh Baginda, hanyalah sebuah keris pilihan, satu saja, itulah permohonan hamba kepada Baginda
Dalam sekejap kuda yang liar itu tunduk di bawah kendali Kyai Tolih, diam seolah jinak. Orang-orang Majapahit bersorak heran bercampur kagum.
Simpan keris penyusup ini. Kelak akan kuberi nama Keris Gajah Endra, sesuai asal-usul peristiwanya.
Keyakinan Kyai Tolih akan terwujudnya ramalannya ditegaskan pada kata-kata: Heh Kyai yektosna, sapira gon kula benjing