Ki Tolih Menolak Hadiah Sultan: Keris Ligan sebagai Lambang Pilihan Hidup
Oleh: Toto Endargo - Membaca Babad Wirasaba (6)
Hadiah Besar untuk Penjinak Kuda Liar
Setelah Ki Tolih berhasil menjinakkan kuda pilihan Sri Narendra Maospait, ia dibawa ke istana untuk menerima ganjaran. Sesuai janji, sang Sultan bersiap memberikan imbalan istimewa: sebuah wilayah (negari), bahkan seorang putri untuk dijadikan istri. Ini bukan sekadar hadiah biasa, tetapi sebuah legitimasi politik dan pengangkatan status sosial. Siapa pun yang menerimanya akan naik derajat dari wong cilik menjadi bangsawan negara.
Namun, Ki Tolih menunjukkan sikap luar biasa.
Penolakan Halus yang Penuh Arti
Dengan sopan dan halus, Ki Tolih menyampaikan permohonan yang mengejutkan. Ia tidak menginginkan tanah, kekuasaan, atau perempuan. Yang ia pinta hanyalah sebilah keris dari simpanan kerajaan---tepatnya keris tanpa warangka (wrangka) yang tampak tua, berkarat, dan sederhana: keris ligan.
Permintaannya disampaikan dengan tembang Kinanti:
"Paturan kula pukulun, yen pareng karsa nerpati, anuwun dhuwung kewala, satunggal nanging amilih, panuwun kula puniki, ing kangjeng Sri Narapati." - (Bait 26)
Artinya: "Ampun hamba sembah, jika berkenan Baginda, hamba hanya mohon sebilah keris, satu saja yang hamba pilih, sebagai ungkapan terima kasih pada Sri Raja."