Mohon tunggu...
Tjan Sie Tek
Tjan Sie Tek Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha, Konsultan, Penerjemah Tersumpah

CEO, Center for New Indonesia; Sworn Translator, member The Indonesian Translators Association (Ind. HPI)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Harga Saham di China, AS dan Indonesia: Pandemi tunjukkan Kekuatan Ekonomi China, Kelemahan Ekonomi AS dan Indonesia

22 Mei 2020   00:14 Diperbarui: 28 Mei 2020   09:16 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.3.2 Di antara 20% orang dengan pendapatan terendah di China, 89% memiliki rumah. Di AS, hanya 33,3%.

2.4 Walaupun China sedang mengalami pandemi, semakin banyak investor asing masuk China dengan membeli obligasi pemerintah pusat, perbankan BUMN China dsb. (South China Morning Post, 20 April 2020: Foreign Investors pile into Chinese onshore debt markets in search of yields as coronavirus pandemic worsens). Itu menunjukkan kepercayaan mereka pada kekuatan ekonomi dan keuangan China plus lumayan lebarnya selisih yield (imbal-hasil) antara obligasi 10 tahun pemerintah AS (T-Note/Bond) dan pemerintah China, yaitu antara 1%-1,5%.

bond connect
bond connect
2.5 BUMN dan BUMD China (di China, mereka hanya disebut sebagai "BUMN") menguasai sekitar 52% kapitalisasi pasar SSE. Sebagai perbandingan, BUMN dan BUMD Indonesia menguasai sekitar 20% dari kapitalisasi pasar IDX (investor.id pada 16 Maret 2020). Di NYSE, tidak ada BUMN maupun BUMD AS karena pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian AS punya hanya sedikit BUMN maupun BUMD. Pemerintah federal punya hanya American Export and Import Bank (Amexim) sebagai penyedia kredit ekspor dan perusahaan-perusahaan penyedia KPR misalnya, Freddie Mae dan Fannie Mae, yang kedua-duanya pernah tercatat di NYSE, tapi keluar pada 2010 dan masuk ke OTCQB (jadi diperdagangkan secara over-the-counter). Selain itu, ada sejumlah perusahaan penjamin kredit dll.

2.6 Sekitar 110 juta orang di China memegang saham yang ada di SSE maupun SZSE. Mereka disebut sebagai "mom-pop investor." Dalam bahasa investasi di pasar modal, mereka disebut sebagai "retail investor."Mereka menguasai sekitar 75% saham yang free float (beredar bebas), turun dari 80% dari sekitar tahun 2017. Jadi, semakin banyak investor lembaga (institutional investor). Mayoritas orang itu adalah pensiunan, spekulator, berdagang saham dengan mengandalkan kabar burung dll. Mereka benar-benar memiliki dampak besar pada sentimen (perasaan) di pasar. Perasaan mereka bisa diperkirakan dari kinerja hari pertama Penawaran Perdana kepada Publik (IPO) dsb. Di SSE dan SZSE, mereka terkenal sebagai tulang punggung harga saham ketika ada masalah yang terkait dengan nasionalisme. Mereka juga dikenal sebagai penyokong saham kelas tengah (mid-cap). Tetapi, retail investor yang sudah berpengalaman biasanya suka saham-saham big cap (kapitalisasi besar), mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Mereka sebelumnya sudah sering "babak-belur."

contoh-mom-and-pop-investor-di-china-bloomberg-22-sept-2017-5ec79933d541df281653a252.jpg
contoh-mom-and-pop-investor-di-china-bloomberg-22-sept-2017-5ec79933d541df281653a252.jpg
Sebagai perbandingan, di IDX, per akhir 2019, ada sekitar 1,1 orang retail investor saham, atau 46,25% dari jumlah investor di pasar modal Indonesia, yang 2,4 juta orang. 

2.7 Selama pandemi, banyak sekali perusahaan dan individu yang keuangannya sehat menyimpan modal tunai mereka di bank-bank di China dan juga membeli saham maupun obligasi di China. Jadi, itulah salah satu faktoir penting kuatnya indeks SSE. Selain itu,  di laporan bulanan PBOC untuk Januari-Maret 2020, tertera kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sejumlah hampir USD 1 triliun (IDR 15.000 triliun). Sejumlah analis ekonomi dan keuangan China memperkirakan bahwa sesudah pandemi reda dan ekonomi pulih, indeks SSE dan juga di Shenzhen (SZSE) akan mengalami perubahan karena keluarnya para "investor sementara" itu, kecuali kalau mereka berasa nikmat dan melihat bagusnya prospek saham-saham maupun obligasi yang telah mereka beli. 

3. Indonesia

3.1 Ekonomi dan keuangan Indonesia bergantung pada ekspor dan investasi asing, langsung dan tidak langsung) untuk menutupi defisit neraca dagang berjalan (CAD) plus pendapatan pajak untuk APBN. Pandemi menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi (GDP) dan pendapatan pajak ditambah bertambah banyaknya beban subsidi, bansos, penambahan modal BUMN melalui program PMN dll. untuk bantu mengurangi angka pengangguran akibat PHK selama pandemi.

3.2 Utang LN Indonesia sudah lebih dari USD 400 miliar sehingga setiap kenaikan nilai USD terhadap IDR menurunkan indeks IDX dan sering menjadikan investor portfofolio (saham dan obligasi) hengkang dari Indonesia sehingga nilai USD semakin tinggi terhadap IDR.

3.3 Selebihnya mungkin sudah diketahui oleh pembaca Indonesia.

3.3 Struktur ekonomi Indonesia masih rapuh. Contoh: sekitar 80% bahan baku industri farmasi masih diimpor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun