Mohon tunggu...
Tirta Adithiya nugraha
Tirta Adithiya nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - sedikitpi mahanganggur

bercita - cita menjadi elit global dan penerbang roket

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sahabatku yang Baik Hati, Jawabanku

23 Oktober 2020   16:47 Diperbarui: 23 Oktober 2020   16:52 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tidak pernah peduli negeri ini
bukan berarti kupercayakan
kepada tuan -- tuan di atas sana
hanya saja mimpiku terasa kecil
jika ku robohkan tatanan rumah kita.
Lalu bagaimana dengan nasi dan
rokok yang kuhisap besok?

Bukan berarti kutakut Tuhan tak
peduli aku
atau terlalu pesimis dengan waktu
dan hidupku
tetapi berjalan dengan tangga yang
gelap
lalu mata kelabu, akankah engkau
masih tak gentar?

Sewatktu kumasih di tanah
kelahiranku,
aku seperti gadis kecil yang sadar
kehilangan boneka
mencari -- cari,
menanti -- nanti
atau bagaimana jika ku mati saja?

Maka sayap kebebasanku ada di
depan mata,
lalu datanglah merpati bawakan
aku sorai
tentang diriku yang kan diajak
menuju kota besar
kota besar...

Tempat dimana lari adalah nikmat,
bertaluh dengan kopi dan surya dan
senja. Membuang masa menanti hari
dmana bom waktu 'kan meluluh lantahkan
aku,
berkali -- kali...

Lalu, pantaskah aku memikirkan
negeri ini?
tidak, aku dididik menjadi sapi,
digembala sana sini
kakiku hancurpun, mereka tak
peduli. Mereka itu seperti Tuhan
yang baik hati
hanya saja sedikit tidak berguna

Mau kuapakan bahasa Indonesia
dan aritmatika! mereka tak
kugunakan memetik apel ataupun
mencangkul sawah.
Dan kau terus saja memberiku
makan,
hingga aku menjadi sapi gelondongan
sapi gelondongan

Tidak dijagal ataupun diapakan
hanya sebuah gelar alumnus
sedang aku menjadi sapi yang
kehilangan
rumah,
tak membedakan sampah atau
merah bau tanah

Dan kau memintaku untuk
memikirkan negeri ini?
tidak, Hayati tidak!
pikirkan dahulu bola matamu,
lihat dirimu di cermin
Akankah kau kau melihat dirimu atau
kepala sapi
atau kepala banteng?

Jika kau ingin menjadi tuan rumah
suatu hari nanti,
bukankah kau harus mengetuk dan
memberi salam?
bukan malah merusak
pekarangannya.
Namun siapkah engkau menjadi
tuan rumah,
sedang dirimu masih memikirkan
rokok dan nasi hari ini?

Tidak kubilang sahabatku aku apatis,
hanya saja,
jangan terlalu anarkis!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun