"Itu di jalan dekat Ijen Boulevard."
"Wah di sana kan banyak rumah-rumah Belanda yang ditinggalkan sama orangnya ya Pi."
"Betul, sebagian pulang ke negaranya, sebagian hilang begitu aja, sebagian di bunuh di rumah mereka itu."
"Waduh kamu jangan nakut-nakutin to Scad, aku jadi was-was, ntar dapat rumah tempat orang-orang Belanda dibunuh."
"Semoga aja nggak."
"Ya udah ayo makan dulu Pi."
"Anak-anak kemana?"
"Nggak tahu, paling pada mainan di kebun."
Rumahku ini memang rumah yang aku bangun dari nol, dindingnya separuh tembok separuh bambu, aku belum bisa membangun rumah berdinding bata yang nyaman untuk anak-anakku dan istriku, maklum aku pegawai pemerintahan di jaman Revolusi Kemerdekaan, gajinya masih kecil.
Akhirnya aku makan tanpa menunggu anak-anakku yang ada 6, sebenarnya anakku ada 10, anak pertama di dibawa suaminya ke negeri Belanda karena anak mantuku itu tentara Belanda, anak keduaku sudah meninggal, anak ketiga dan keempat sudah kerja dan pulangnya sore sekali, jadi tinggal 6 yang ada di rumah dan beberapa memang belum sekolah.
"Pi... Papi.... kakak mainan di kuburan lagi, " teriak anak bungsuku.