Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Senja yang Tak Menjawab

5 Mei 2025   20:57 Diperbarui: 7 Mei 2025   15:45 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dara sedang termenung (Sumber: Leonardo)

"Aku... aku tidak tahu," suaranya seperti kelinci kecil yang terjebak jerat.

Yang lain berdiri. Menunduk. Menatap matanya seperti ingin menaklukkan bukan cuma anak itu, tapi dunia kecil di belakangnya—dapur yang hangat, ibu yang gemetar, bunga kamboja di ember cat.

"Jangan main-main. Sudah banyak anak seumuranmu jadi maling sekarang," katanya, dan Dara hanya bisa menatap lantai yang dipenuhi goresan lama.

Malam datang. Tak dengan angin, tapi dengan diam yang panjang. Dara dipindahkan ke ruangan lain. Tidak ada jendela. Hanya jeruji, dan suara televisi dari ruangan depan yang menyala tanpa penonton. Di sudut, seekor kecoa mati terlentang, dan Dara mulai menggigil, bukan karena dingin.

Ia belum makan sejak pagi. Air yang diberikan asin, dan gelasnya pecah di pinggir. Ia mencoba tidur di atas bangku, melipat badannya seperti kucing kehujanan. Tapi suara langkah, suara pintu besi, suara tawa keras—semuanya membuat matanya terus terbuka.

Lalu pagi hampir datang. Langit di luar jeruji mengabur, seakan lupa bagaimana caranya jadi biru.

Seorang petugas masuk, menaruh roti isi di meja, lalu duduk di seberang Dara.

"Kalau kamu ngaku, semua selesai. Kamu bisa pulang. Ibu kamu pasti nunggu di rumah."

"Ibu saya enggak tahu saya di sini," Dara menjawab pelan.

Petugas itu terdiam. Lalu mengangguk pelan, seperti ada sesuatu yang berat menempel di tengkuknya.

Jam berikutnya terasa seperti minggu. Tubuh Dara pegal. Matanya bengkak. Ia menulis akhirnya. Bukan karena ia ingat mencuri. Tapi karena ingin tidur. Karena ingin peluk ibu. Karena ingin kembali jadi anak 12 tahun yang hanya bingung dengan PR matematika, bukan dengan sistem yang bahkan belum ia pahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun