Dan dalam kegelapan, angin berdesir.
Seolah ada sesuatu yang tersenyum.
Akhir yang Menggugah
Pagi itu, desa masih diselimuti kabut tipis. Sisa-sisa obor semalam masih menghitam di tepi jalan setapak. Tidak ada lagi suara bisikan ketakutan, hanya keheningan yang terasa lebih berat dari biasanya.
Sari duduk di beranda rumahnya, menatap kosong ke arah hutan. Tubuhnya masih terasa kosong, seakan ada sesuatu yang benar-benar telah pergi dari dirinya.
Bayu duduk di sampingnya. Ia sudah berulang kali meyakinkan Sari bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi kata-kata itu terasa hampa.
"Bagaimana kalau mereka benar?" suara Sari nyaris berbisik.
Bayu menoleh. "Siapa?"
"Mbah Karsa. Warga desa." Sari menggigit bibirnya. "Bagaimana kalau... bukan hanya pikiranku?"
Bayu menghela napas, lalu menggenggam tangan istrinya. "Rahayu sudah menjelaskan semuanya, Sayang. Itu semua karena stres, tekanan. Aku... aku minta maaf. Aku seharusnya lebih menjaga perasaanmu."
Sari mengangguk pelan, tetapi matanya tetap terpaku pada hutan. "Aku ingin percaya... tapi aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang nyata."