"Ini bukan pertama kalinya kita membiarkan ketakutan menguasai kita," katanya pelan, tetapi cukup keras untuk didengar semua orang. "Dulu, saat musim paceklik datang, kalian bilang hantu hutan yang mencuri panen. Saat seseorang jatuh sakit mendadak, kalian bilang ada santet. Dan sekarang, ketika sesuatu yang sulit dipahami terjadi, kalian langsung menyalahkan makhluk halus."
Mbah Karsa menatapnya dengan tajam, tetapi tidak membantah.
Rahayu berbalik, menatap Sari yang masih terlihat shock. "Sari, kau merasa janinmu menghilang tiba-tiba. Tapi kenyataannya, ada kondisi medis yang bisa menjelaskan ini."
Sari menatapnya dengan mata kosong.
"Kau mengalami pseudocyesis—kehamilan palsu. Ini terjadi ketika tubuh dan pikiran benar-benar percaya bahwa kau sedang hamil. Gejalanya nyata: perut membesar, payudara berubah, bahkan kau bisa merasakan tendangan janin yang sebenarnya tidak ada."
Warga terdiam.
"Tapi aku melihatnya," bisik Sari. "Aku merasakan janin itu di dalam tubuhku..."
"Itu karena tubuhmu bereaksi terhadap keinginan dan tekanan yang besar," kata Rahayu lembut. "Dan ketika kau mengalami stres mendadak—karena mitos, ketakutan, atau hal-hal yang dikatakan orang lain—tubuhmu berhenti mempertahankan ilusi itu. Itulah sebabnya kau merasa janinmu tiba-tiba lenyap."
Bayu menggenggam tangan Sari lebih erat. "Jadi... Sari tidak pernah benar-benar hamil?"
Rahayu mengangguk. "Bukan dalam arti sebenarnya."
Mbah Karsa mendengus. "Itu hanya omong kosong. Bagaimana kau menjelaskan rasa sakitnya? Bagaimana kau menjelaskan selendang berdarah di hutan?"