Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Clean Wage, Sistem Gaji Pejabat di Singapura

16 Juli 2025   10:22 Diperbarui: 16 Juli 2025   10:22 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Satu Gaji Cukup, Tak Perlu Rangkap-Rangkap. itu namanya Clean Wage 

Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura saat ini, bukanlah wajah baru dalam urusan rangkap jabatan. Ketika resmi dilantik sebagai perdana menteri pada tahun 2024, ia tetap merangkap sebagai Menteri Keuangan --- posisi yang telah ia emban sejak 2021. 

Bahkan sejak 2023 dia memiliki tiga jabatan yaitu Menteri Keuangan, Wakil Perdana Menteri dan juga Ketua Otoritas Moneter Singapura (MAS). Tiga jabatan kunci yang di banyak negara mungkin identik dengan tiga sumber gaji, tiga tunjangan, atau tiga peluang pemasukan tambahan, namun tidak demikian halnya di Singapura.

Lawrence Wong tetap hanya menerima satu gaji, tanpa honor tambahan, tanpa tunjangan ganda, tanpa penghasilan tersembunyi, tanpa akrobat keuangan yang biasa berlindung di balik frasa "akomodasi," "tugas tambahan," atau "pengabdian khusus." Angka yang ia terima saat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri tercatat sebesar S$1,76 juta per tahun, atau setara dengan kurang lebih Rp20 miliar --- satu angka yang jelas, transparan, dan sepenuhnya terbuka untuk publik.

Contoh lain datang dari Presiden Singapura saat ini, Tharman Shanmugaratnam, yang sebelum menjabat sebagai kepala negara telah lama malang melintang dalam berbagai jabatan penting pemerintahan --- mulai dari Menteri Senior, Ketua Dewan Kebijakan Moneter, hingga menjadi arsitek utama kebijakan ekonomi Singapura selama lebih dari satu dekade. Namun, meskipun posisinya strategis dan jumlah tanggung jawabnya tidak kalah banyak, dia pun tetap menerima satu gaji, seperti halnya Wong.

Begitulah prinsip yang dijaga di Singapura: jabatan boleh banyak, tanggung jawab bisa menumpuk, tapi gaji tetap satu dan tak boleh dirangkap.

Gaji Tak Disembunyikan di Balik Tunjangan
Struktur penggajian di Singapura dibangun bukan untuk mengelabui publik dengan berbagai tambahan-tambahan siluman, tetapi untuk memberi kejelasan total: Presiden Singapura menerima gaji sekitar S$1,5 juta per tahun, atau setara dengan Rp18 miliar, sementara Perdana Menteri bahkan memperoleh S$2,2 juta, atau Rp26 miliar. Menteri senior berada di kisaran S$1,6 juta, menteri penuh sekitar S$1,1 juta, dan menteri muda sekitar S$770 ribu per tahun. Bahkan seorang anggota parlemen biasa pun tetap mendapat penghasilan sekitar S$200 ribu per tahun, cukup untuk menjalani hidup yang layak dan bermartabat, tanpa harus melirik peluang-peluang "tambahan" di luar tugas utamanya.
Angka-angka itu memang terdengar besar, tetapi justru karena besar, sistem ini menuntut tanggung jawab yang sama besar. Tak ada tunjangan gelap, tak ada honor rapat-rapat harian, tak ada kartu kredit negara yang bisa digunakan untuk keperluan pribadi, tak ada rumah atau mobil dinas, dan tak ada istilah "akomodasi representatif" yang bisa dijadikan alasan memperbesar anggaran. Jika mereka butuh rumah, kendaraan, atau fasilitas lain, maka itu menjadi urusan pribadi yang dibayar dari gaji resmi mereka sendiri.

Sistem ini disebut clean wage --- gaji bersih, besar, jelas, dan bebas dari celah abu-abu yang bisa dimanfaatkan. Prinsip dasarnya sangat lugas: pejabat dibayar cukup agar tidak perlu mencari pemasukan dari tempat lain, tetapi sebagai imbalannya, mereka dituntut untuk bekerja secara total dan bersih, karena tidak ada ruang untuk kompromi ketika sudah diberi cukup sejak awal.

Tak Ada Pensiun Seumur Hidup
Satu hal lain yang membuat sistem Singapura begitu berbeda dari banyak negara adalah soal pensiun. Sejak tahun 2012, pejabat publik seperti menteri dan presiden tidak lagi menerima pensiun permanen. Artinya, ketika masa jabatannya berakhir, maka berakhir pula haknya atas gaji dari negara. Jika mereka masih ingin menerima penghasilan, maka jalan keluarnya jelas: kembali bekerja --- bisa di sektor publik, akademik, swasta, atau bahkan menjadi relawan. Negara tidak lagi membayar "jasa masa lalu" dalam bentuk uang yang terus mengalir tanpa batas waktu.
Logikanya sederhana dan tegas: saat menjabat, Anda dibayar dengan pantas; setelah itu, lanjutkan hidup Anda seperti warga lain yang tak bergantung terus-menerus pada negara.

Rinci Sampai ke Tiket Pesawat
Urusan perjalanan dinas pun bukan wilayah abu-abu. Setiap perjalanan pejabat atas nama negara wajib dilaporkan secara terbuka --- ke mana tujuannya, naik apa, menginap di mana, dan berapa besar biayanya. Laporan ini diumumkan secara berkala dan tersedia untuk publik. Bahkan tiket pesawat dan tagihan hotel pun bisa diakses dan dikritisi oleh siapa saja.
Tidak ada istilah "perjalanan rahasia," tidak ada "urusan protokoler yang tidak bisa dibuka," karena di sana, uang rakyat betul-betul dianggap uang rakyat, dan bila publik yang membayar, maka publik pula yang berhak tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun