I would rather die a thousand deaths than renounce my faith
Lorenzo Ruiz
Matahari bersinar terik siang itu ketika saya turun di halte Nagasaki Eki Mae, salah satu yang paling sibuk di jalur trem Nagasaki Electric Tramway Line 1. Dari sana, saya mulai berjalan santai, menyusuri trotoar kota yang ramai, menyeberangi zebra cross, lalu berbelok ke kanan saat jalan mulai menanjak menuju Bukit Nishizaka.
Petunjuk arah yang jelas di setiap persimpangan membuat perjalanan kaki terasa ringan. Sekitar sepuluh menit kemudian, saya tiba di sebuah taman yang cukup lapang. Di hadapan saya berdiri papan besar bertuliskan "Twenty-Six Martyrs Museum", lengkap dengan huruf Jepang dan Korea.
Di kejauhan, sebuah gereja putih berdiri di puncak bukit. Arsitekturnya modern, dengan dua menara menjulang yang tampak seperti sepasang tangan sedang berdoa, dihiasi mosaik berkilauan.
Gereja itu tampak bersahaja namun anggun, berpadu dengan lanskap berbukit khas Nagasaki yang dipenuhi rumah-rumah bertingkat.
Saya sempat beristirahat di dekat papan informasi taman Nishizaka, di mana tersedia keran air minum (insuisen)---cukup menyegarkan setelah berjalan kaki di bawah panas matahari Agustus.