Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Dua Kali Lipat

6 Mei 2022   04:00 Diperbarui: 15 Oktober 2022   22:07 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi umrah.(sumber: Shutterstock.com via kompas.com)

Ayudia baru saja menyudahi doanya di sepertiga malam terakhir. Namun, ia masih bersimpuh di atas sajadahnya. Suasana malam yang sesekali ditingkahi oleh suara binatang malam menambah kekhusyukan.

Bagi Ayudia, Allah adalah sebaik-baik tempat mengadu. Ia yakin Allah akan mengabulkan semua yang ia pinta dan menjaga semua hal yang ia adukan. 

Kali ini, Ayudia dihadapkan pada sebuah pilihan sulit. Tiga hari yang lalu, ia mendapat kabar gembira bahwa umrah sudah bisa dilaksanakan dan tabungannya telah mencapai jumlah yang mencukupi.

Namun, impian yang ia bangun selama sepuluh tahun itu membuat gamang ketika ia dihadapkan pada sebuah kenyataan yang membuatnya harus memilih.

Wanita berusia 35 tahun itu mengusap matanya yang basah. Kemarin pagi, ia mendapat kabar bahwa Bara, adik satu-satunya, mengalami kecelakaan. Tulang selangka sang adik patah dan harus segera dilakukan tindakan operasi.

Ayudia menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Meski berat, Ayudia sudah mengambil keputusan. 

Ia membatalkan rencana umrah dan akan memberikan uangnya untuk membantu biaya operasi sang adik yang mencapai  60 jutaan. Ia akan terus membangun mimpinya untuk umrah dengan menyisihkan keuntungan berjualan keripik singkong dan dibarengi dengan doa.

Azan Subuh terdengar merdu dari masjid yang hanya berjarak seratus meter dari rumah sederhana Ayudia. Wanita berlesung pipi itu beranjak dari sajadah dan menuju kamar. Ketika pintu kamar terbuka, ia mendapati Faris, sang suami, telah rapi dengan sarung, baju koko putih dan peci di kepalanya.

"Mas ke masjid dulu, ya," ucap Faris sambil mengusap kepala istrinya lembut.

Ayudia hanya menjawab dengan anggukan dan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun