Mohon tunggu...
SutrisnoPenadebu
SutrisnoPenadebu Mohon Tunggu... Kepala unit

Terlahir dengan hobi menulis apa saja. namun tetap selektif karena menulis menebar keabadian. maka tulislah dari segala kebaikan ( Sutrisno-Penadebu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu yang Harus Ditahan

18 September 2025   06:54 Diperbarui: 18 September 2025   06:54 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Air matanya jatuh, tetapi kali ini bukan karena kehilangan, melainkan karena menerima.

Beberapa bulan kemudian, hidup mempertemukannya dengan Nayla---seorang relawan sosial yang ceria dan rendah hati. Awalnya hanya percakapan singkat saat acara bakti lingkungan di kampung, namun entah bagaimana, tawa Nayla yang ringan mulai mengisi ruang yang lama kosong dalam hati Martin.

Martin sempat takut. Ia takut cintanya pada Nayla adalah bentuk pelarian dari rindunya pada Andin. Tetapi waktu membuktikan, bahwa cinta tidak selalu datang untuk menggantikan---kadang cinta datang untuk menyembuhkan.

Suatu malam, mereka duduk bersama di taman kota. Angin berhembus lembut, membawa harum bunga kenanga. Nayla menatap Martin dengan mata jernih.

"Kenapa kamu terlihat seperti seseorang yang sudah lama menunggu matahari, tetapi baru sekarang bisa menikmatinya?" tanya Nayla sambil tersenyum.

Martin terdiam sejenak, lalu menjawab pelan, "Karena dahulu aku terlalu sibuk menatap bayangan... sampai lupa bahwa cahaya juga bisa datang dari arah lain."

Nayla mengangguk, lalu menggenggam tangannya.
Martin membalas genggaman itu---penuh syukur, bukan rasa bersalah.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Martin menatap langit dan berkata dalam hati:
"Terima kasih, Andin... karena pernah mengajarkan apa artinya mencintai dalam diam. Kini, biarkan aku belajar mencintai dalam terang."

Dan sejak saat itu, rindu yang dahulu harus ditahan... berubah menjadi doa yang perlahan ikhlas dilepaskan.

Hari itu matahari bersinar lembut, seolah mengerti bahwa langit tak perlu terlalu terang ketika hati seseorang sudah cukup bercahaya.

Di pelataran masjid kecil yang dipenuhi bunga melati dan pita putih, Martin duduk bersila mengenakan beskap sederhana. Napasnya panjang dan tenang---seperti lautan yang dahulu bergelora, kini perlahan teduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun