Mohon tunggu...
Sunarti S Lampene
Sunarti S Lampene Mohon Tunggu... Guru

ubur-ubur ikan lele, mari belajar menulis le !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Optimalisasi P5 dengan Tutor Sebaya

16 Maret 2025   14:33 Diperbarui: 16 Maret 2025   14:33 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SDN 21 Palu memamerkan karya P5 dalam gelar karya (dok. pribadi)

A. PENDAHULUAN

Selama tiga tahun terakhir, SDN 21 Palu telah menjadi bagian dari program Sekolah Penggerak dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini menekankan kebebasan belajar yang berorientasi pada pengembangan karakter dan kompetensi siswa sesuai nilai-nilai Pancasila. Salah satu komponen utamanya adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang dirancang untuk membentuk siswa menjadi insan berakhlak mulia, mandiri, kreatif, dan mampu berkontribusi di masyarakat. Namun, dalam praktiknya, implementasi P5 di SDN 21 Palu menghadapi sejumlah kendala.

Kurikulum Merdeka adalah terobosan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk memberikan fleksibilitas bagi sekolah dalam merancang pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa. Dalam kerangka ini, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menjadi elemen kritis untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila melalui projek kolaboratif lintas mata pelajaran. P5 dirancang agar siswa mampu mengembangkan enam dimensi profil: (1) Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan YME, (2) Berkebinekaan Global, (3) Mandiri, (4) Bergotong Royong, (5) Bernalar Kritis, dan (6) Kreatif.

Idealnya, P5 dilaksanakan melalui projek tematik yang melibatkan eksplorasi isu sosial, lingkungan, atau kearifan lokal. Contohnya, projek daur ulang sampah untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan (dimensi kreatif dan gotong royong) atau kegiatan pentas seni multikultural (dimensi kebinekaan global). Pelaksanaannya memerlukan kolaborasi antar-guru dalam merancang modul, mengevaluasi proses, dan memfasilitasi refleksi siswa. 

Dari sembilan guru yang terlibat, belum semua mampu menjalankan P5 secara optimal. Beberapa kendala yang teridentifikasi antara lain: 

1. Variasi Pemahaman Guru: Sebagian guru masih menganggap P5 sebagai tugas tambahan, bukan bagian integral dari kurikulum. 

2. Beban Administrasi: Penyusunan modul P5 dianggap memakan waktu karena kurangnya panduan teknis. 

3. Minimnya Kolaborasi: Guru cenderung bekerja secara individu, sehingga ide-ide kreatif tidak tergali maksimal. 

Situasi ini berpotensi mengurangi esensi P5 sebagai sarana pembentukan karakter holistik. 

Tantangan: Hambatan dalam Pelaksanaan P5  

1. Kurangnya Semangat Guru dalam Menyiapkan Modul 

   Penyusunan modul P5 memerlukan kreativitas dan pemahaman mendalam tentang integrasi nilai Pancasila. Namun, sebagian guru merasa kesulitan merancang aktivitas yang kontekstual, terutama karena minimnya pelatihan teknis. Akibatnya, modul yang dihasilkan cenderung monoton dan kurang melibatkan partisipasi aktif siswa. 

2. Enggannya Guru Berbagi Permasalahan 

   Budaya kerja yang individualis membuat guru enggan mengungkapkan kendala yang dihadapi. Misalnya, seorang guru kelas IV kesulitan mengaitkan tema "Kearifan Lokal" dengan mata pelajaran matematika, tetapi tidak membahasnya dalam forum diskusi. Hal ini berujung pada keterlambatan penyelesaian projek. 

3. Miskonsepsi tentang P5 

   Sebagian guru mengira P5 sekadar kegiatan ekstrakurikuler atau projek sekali waktu. Padahal, P5 harus dilaksanakan secara berkelanjutan dengan penilaian berbasis proses dan produk. Ada pula yang berfokus hanya pada satu dimensi profil, seperti gotong royong, tanpa mengintegrasikan dimensi lain seperti bernalar kritis. 

B. AKSI  

Tutor sebaya (peer tutoring) adalah pendekatan kolaboratif di mana individu dengan tingkat kompetensi lebih tinggi membimbing rekan sejawatnya untuk mencapai tujuan bersama. Di SDN 21 Palu, metode ini diadaptasi untuk meningkatkan kapasitas guru dalam merancang dan melaksanakan P5. Para guru yang sudah memahami P5 (misalnya, yang pernah mengikuti pelatihan intensif) ditugaskan sebagai tutor untuk membimbing rekan yang masih mengalami kesulitan. 

Langkah-Langkah Penerapan Selama 3 Bulan  

1. Bulan Pertama: Identifikasi Kebutuhan dan Pembentukan Kelompok 

  • Kepala sekolah melakukan asesmen kompetensi guru melalui kuesioner dan diskusi terfokus. 
  • Guru dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tema P5: Lingkungan, Kearifan Lokal, dan Teknologi. 
  • Dua guru yang memiliki pengalaman dalam projek sebelumnya ditunjuk sebagai koordinator tutor. 

2. Bulan Kedua: Pelatihan dan Pendampingan Kolaboratif 

  • Tutor sebaya mengadakan lokakarya mingguan untuk berbagi strategi penyusunan modul. Contoh: Guru kelas V yang berhasil mengintegrasikan tema "Energi Terbarukan" ke dalam pelajaran IPA membagikan template perencanaan. 
  • Setiap kelompok membuat modul P5 dengan panduan tutor, lalu diujicobakan di kelas. 
  • Forum diskusi daring dibentuk untuk memfasilitasi tanya jawab antar-guru. 

3. Bulan Ketiga: Evaluasi dan Penyempurnaan 

  • Modul yang sudah diimplementasikan direview melalui observasi kelas dan umpan balik siswa. 
  • Hasil projek siswa (seperti kampanye anti-bullying atau pameran budaya) dipresentasikan dalam ekspo sekolah. 
  • Guru merevisi modul berdasarkan refleksi bersama. 

 Refleksi: Dampak dan Pembelajaran 

Hasil yang Dicapai 

1. Peningkatan Kualitas Modul  

   Modul P5 menjadi lebih variatif dan terstruktur. Contoh: Projek "Sampahku, Tanggung Jawabku" di kelas III tidak hanya fokus pada daur ulang, tetapi juga melibatkan kalkulasi biaya pengelolaan sampah (integrasi matematika) dan penulisan cerita inspiratif (bahasa Indonesia). 

2. Semangat Kolaborasi yang Menguat  

   Guru mulai terbuka untuk berdiskusi, bahkan membentuk kelompok inovasi mandiri. "Dulu saya malu mengaku tidak paham, tapi sekarang justru merasa terbantu dengan masukan dari rekan," ujar Ibu Hajriani, guru kelas II. 

3. Perubahan Persepsi tentang P5 

   Miskonsepsi berkurang setelah guru melihat langsung dampak projek pada sikap siswa. Misalnya, projek "Budaya Palu" mengajarkan siswa tentang toleransi (kebinekaan global) sekaligus melatih kemampuan presentasi (kreativitas). 

Kendala yang Ditemui  

  • Keterbatasan Waktu: Proses pendampingan memerlukan komitmen ekstra, terutama bagi guru yang mengajar di dua kelas. 
  • Perbedaan Gaya Belajar: Beberapa guru lebih nyaman belajar secara visual, sementara materi pelatihan masih dominan tekstual. 

Pembelajaran untuk Masa Depan 

1. Pentingnya membangun sistem pendampingan berkelanjutan, tidak hanya selama 3 bulan. 

2. Perlunya melibatkan siswa dalam evaluasi modul untuk memastikan relevansi projek. 

3. Kolaborasi dengan pihak eksternal (misalnya, Dinas Pendidikan atau komunitas lokal) dapat memperkaya sumber belajar P5. 

C. PENUTUP

Implementasi tutor sebaya di SDN 21 Palu membuktikan bahwa kolaborasi antarguru menjadi kunci keberhasilan P5. Meski tantangan masih ada, langkah ini telah memicu transformasi budaya kerja dari individualis menjadi kolektif.

Ke depan, sekolah berkomitmen untuk memperluas pendekatan ini dengan melibatkan peran siswa sebagai bagian dari proses pembelajaran. P5 bukan sekadar projek, tetapi investasi untuk membentuk generasi yang berakar pada Pancasila. Dengan semangat gotong royong, optimisme untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang unggul semakin nyata. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun